Pihak Hj. Mimi Jamilah, selaku pemilik tanah menjelaskan kronologi penjualan tanah di Cluster Setia Mekar Residence 2 dan Kampung Bulu RT 01/RW 011. Lahan di Tambun Selatan, Bekasi ini viral usai juru sita Pengadilan Negeri Cikarang menggusur bangunan yang berdiri di atas tanah tersebut pada Kamis (30/1/2025) lalu. Di satu sisi, pemilik bangunan yang tergusur mengaku memiliki sertifikat hak milik (SHM).
Pengacara Hj. Mimi Jamilah, Amiryun Aziz, menyampaikan bahwa tanah yang dimiliki Hj. Mimi Jamilah saat ini awalnya merupakan milik Djudju Saribanon Dolly yang terdaftar dalam SHM nomor 325. Luas lahan tersebut adalah 3,6 hektare.
Ada pun kronologi penjualan tanah tersebut menurut Hj. Mimi Jamilah, detikcom rangkum sebagai berikut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
1976 - Transaksi Penjualan
Ayah Hj. Mimi Jamilah, Abdul Hamid membeli tanah milik Djudju Saribanon Dolly di depan notaris, pejabat PAT tahun 1976.
Pembelian tanah tersebut dilakukan secara tunai dan sudah lunas. Namun, Abdul Hamid belum melakukan balik nama sertifikat pada saat itu.
Setelah itu, Abdul Hamid meminta tolong kepada Bambang Heryanto agar tanah tersebut dijual.
1979
Penjualan tanah tersebut kemudian diserahkan kepada Hj Ahmad Arif pada 1979 dan terjual kepada Kayat pada 1982.
Menurut Amiryun Aziz, Bambang Heryanto ada masalah pribadi dengan Kayat yakni utang piutang terkait tanah milik Abdul Hamid.
"Abdul Hamid mau menjual (tanahnya). Malah objek sengketa tanah itu menjadi bajakan mereka berdua," kata Amiryun kepada detikcom, Senin (10/2/2025).
Setelah Kayat membeli tanah Abdul Hamid, ia melakukan balik nama SHM nomor 325 atas nama dirinya dan memecah sertifikat tersebut menjadi 4 bidang yaitu SHM nomor 704, 705, 706, dan 707.
Amiryun tidak tahu apakah proses balik nama ini diketahui pihak Djudju Saribanon Dolly, sebagai pihak yang namanya masih tercatat dalam kepemilikan SHM nomor 325 tersebut.
"Oh saya enggak tahu. Saya hanya tahu cerita aja digugatan itu, ceritanya itu," ujar Amiryun.
Bambang Heryanto Tidak Menyerahkan Uang Hasil Penjualan
Setelah tanah tersebut terjual ke Kayat, Abdul Hamid hanya mendapatkan Rp 1,2 juta dari Bambang Heryanto. Uang sisa penjualan tersebut tidak dibayarkan hingga Abdul Hamid meninggal dunia.
1996
Terjadi transaksi jual beli antara Kayat dengan Tunggul Paraloan Siagian atas SHM nomor 704 (2,4 hektare) dan 705 (3.290 meter persegi).
1997
Hj. Mimi Jamilah melakukan gugatan terhadap Kayat, Tunggul Paraloan Siagian, Bambang Heryanto, Djudju Saribanon Dolly, dan notaris Rizul Sudarmadi ke Pengadilan Negeri Bekasi.
Gugatan tersebut dimenangkan oleh Hj. Mimi Jamilah berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Bekasi nomor 128/PDT.G/1996/PN.BKS tertanggal 25 Maret 1997. Amiryun menyampaikan, pihak tergugat tidak berhak atas SHM nomor 325 karena proses transaksi yang tidak sah atau tidak lunas (wanprestasi).
"Jadi kita melihat sumbernya. Kalau andai kata transaksi jual-beli belum dilunaskan, maka tidak sah. Itu hukum transaksi jual-beli, karena tidak memenuhi unsur-unsur yang diatur. Maka tanda bukti selaku pembeli, penjual, itulah dibuktikan. Nah kalau unsur yang dasarnya tidak terpenuhi, terus dijual sama orang lain, belum diselesaikan, orang yang beli yang udah pecah (sertifikatnya) itu tidak sah juga," jelas pengacara Hj. Mimi Jamilah.
Tunggul Meminta Damai
Tunggul Paraloan Siagian menemui Hj. Mimi Jamilah untuk meminta damai atas SHM nomor 704 dan 705 yang dibelinya dari Kayat. Ia menawarkan uang damai senilai Rp 250 juta. Kesepakatan damai ini dilakukan di depan notaris Rizul Sudarmadi.
Tunggul Paraloan Siagian membayar uang damai tersebut secara bertahap. Pertama Rp 50 juta dan kedua Rp 100 juta. Sayangnya, Tunggul Paraloan Siagian tidak membayar Rp 100 juta sisanya
"Di dalam perjanjian klausa terakhir, Rp 100 juta itu akan dibayar oleh Pak Tunggul setelah diangkat sita. Mimi nunggu dong janjinya Pak Tunggul," ujar Amiryun.
Baca ke halaman berikutnya...
Simak juga Video 'Sengketa Lahan Berujung SMK Kesehatan Gorontalo Disegel Ahli Waris':
Saksikan juga Sosok: Rumah Anak Bumi, dari Ridwan Manantik untuk Anak Negeri
2002
Tunggul Paraloan Siagian diam-diam mengajukan permohonan ke pengadilan untuk pengangkatan sita. Ia berdalih telah melakukan perjanjian perdamaian dengan pihak penggugat Hj. Mimi Jamilah dengan saksi notaris. Pengadilan kemudian mengabulkan permohonan tersebut.
Dalam berita acara, tanah yang diangkat status penyitaannya ternyata bukan hanya SHM nomor 704 dan 705 miliknya, melainkan nomor 706 dan 707 milik Kayat.
"Pada kenyataan, (SHM) 706 itu tidak pernah ada perjanjian perdamaian. Mimi dengan Kayat atau dengan Abdul Hamid, nggak ada. Diangkatlah tuh (status tanah sitaan), barang cacat disempurnakan pengadilan. Dibohongin juga pengadilan (sama Tunggul). Dikabulin, udah," tegas Amiryun.
2014
Hj. Mimi Jamilah bertemu dengan Amiryun Aziz meminta untuk permasalahan tanah milik Abdul Hamid diusut lagi. Sebab, pihak Bambang Heryanto, Kayat, dan Tunggul Paraloan Siagian sama-sama belum melunasi uang yang seharusnya diserahkan kepada Abdul Hamid.
2019
Tunggul Paraloan Siagian menjual SHM nomor 705 seluas 3.290 meter persegi kepada pengembang perumahan Cluster Setia Mekar Residence 2, Abdul Bari.
2020
Menurut penuturan Bari, ia memecah SHM nomor 705 menjadi 27 bidang kepada penghuni Cluster Setia Mekar Residence 2. Sebanyak 19 bidang berupa rumah, 9 di antaranya belum terbangun dan 10 unit sudah memiliki SHM. Kemudian, 8 bidang lainnya menjadi ruko 3 lantai.
Di tahun yang sama, Pengadilan Negeri Cikarang tengah memproses penetapan eksekusi bangunan di atas lahan 3,6 milik Hj. Mimi Jamilah. Sebab, dalam putusan gugatan tersebut, Hj. Mimi Jamilah bisa mendapatkan lahannya kembali dalam kondisi kosong.
2024
Acara eksekusi pengosongan ditetapkan oleh Pengadilan Negeri Cikarang. Dalam surat eksekusi tersebut tertulis bahwa penggusuran akan dilakukan pada 20 Januari 2025. Namun, pihak PN Cikarang memberikan waktu lebih sehingga eksekusi baru terlaksana 30 Januari 2025.
"Pada saat itu karena kesiapan para aparat belum siap. Kedua, yang paling penting kita adalah memberikan ruang bagi warga yang mau damai," jelas Amiryun.
Putusan Penggusuran PN Cikarang
Ketua RT 8 Kecamatan Tambun Selatan, Bekasi menceritakan saat dirinya menerima surat penggusuran Cluster Setia Mekar Residence 2 pada Desember 2024. Pada saat itu, yang diundang ke PN Cikarang di antaranya Ketua RT 8, Ketua RW 25, Kepala Desa, Camat, Propam, Kapolres, hingga Satpol PP. Dalam surat tersebut dijadwalkan waktu eksekusi bangunan berlangsung pada 20 Januari 2025.
Setelah itu, Ririn meminta Ketua Lingkungan untuk menyampaikan pesan surat tersebut. Mereka sempat mengadakan pertemuan bersama. Ririn menuturkan reaksi pertama kali warga dan pemilik ruko Cluster Setia Mekar Residence 2 banyak yang tidak percaya dengan pemberitahuan tersebut. Pasalnya mereka juga memiliki sertifikat hak milik (SHM) yang sah.
Sejak Desember hingga 20 Januari, warga tetap bertahan di properti masing-masing, berkegiatan seperti biasa. Ternyata waktu eksekusi terjadi pada Kamis (30/1/2025).
Warga melakukan perlawanan di depan gerbang Cluster Setia Mekar Residence 2. Namun, mereka tidak bisa menghentikan juru sita pengadilan yang telah memberikan surat pengosongan properti. Selain itu, listrik dan air di rumah mereka juga langsung dipadamkan.
Ada pun, nilai rumah di Cluster Setia Mekar Residence 2 sekitar Rp 600-700 jutaan. Sementara ruko di depannya senilai Rp 1,2-1,5 miliar.
Sementara itu, 5 bidang tanah di Kampung Bulu RT 01/RW 011 telah dibangun sebuah rumah, Alfamart, warteg sekaligus tempat tinggal, bengkel mobil, dan satu ruko bekas warung makan.
Simak juga Video 'Sengketa Lahan Berujung SMK Kesehatan Gorontalo Disegel Ahli Waris':
Saksikan juga Sosok: Rumah Anak Bumi, dari Ridwan Manantik untuk Anak Negeri