Turunnya pendapatan riil masyarakat Indonesia di tengah biaya hidup yang terus melonjak bisa merembet ke sektor properti. Salah satu contohnya adalah masyarakat yang menunda pembelian rumah.
"Iya saat ini beban biaya makanan dan biaya untuk perumahan sangat besar. Kredit bank mulai terancam banyak yang macet, selain itu juga para calon pembeli banyak yang menunda pembeliannya. Perbankan juga saat ini relatif memperketat persetujuan KPR-nya," ujar CEO Indonesia Properti Watch (IPW), Ali Tranghanda kepada detikcom, Jumat (13/9/2024).
Ali menilai, permasalahan tersebut tidaklah sederhana apalagi dibarengi dengan daya beli masyarakat yang menurun. Menurutnya, insentif yang diberikan pemerintah tidak selalu optimal di saat daya beli menurun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ali menyarankan agar pemerintah segera merealisasikan penambahan kuota Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) yang sudah disebutkan akan ditambah menjadi 200.000 unit. Penambahan kuota FLPP memang sudah disampaikan secara lisan oleh pemerintah, namun hingga saat ini masih belum ada realisasinya.
"Khusus untuk rumah FLPP, sebaiknya pemerintah mempercepat penambahan kuota FLPP karena saat ini belum juga realisasinya. Kuota FLPP ini sangat dibutuhkan oleh konsumen dan pengembang untuk dapat melakukan akad rumah MBR," ungkapnya.
Hal yang sama juga terjadi pada insentif pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah (PPN DTP) 100% yang belum direalisasikan oleh pemerintah. Padahal, pemerintah sudah mengumumkan bahwa insentif tersebut akan diperpanjang hingga Desember 2024.
Ali mengatakan, para pengembang masih menunggu Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur soal perpanjang insentif PPN DTP hingga Desember 2024. Selama aturan belum terbut, pengembang belum bisa merealisasikannya karena perpajakannya harus ada payung hukum dan konsumen banyak yang menunda pembelian rumah.
"Saya menilai pemerintah kurang antisipatif melihat kondisi bisnis properti dan mengeluarkan keputusan mendadak namun lambat dalam realisasi dan eksekusinya," bebernya.
Baca juga: Pendapatan Turun, Orang RI Tunda Beli Rumah |
Sementara itu, Chief Marketing Office Pinhome, Fibriyani Elastria mengatakan bahwa minat beli properti masyarakat masih tinggi, masih dibutuhkan dorongan untuk pertumbuhan sektor tersebut. Ada beberapa upaya yang bisa dilakukan untuk mendorong industri properti contohnya seperti pembangunan infrastruktur dan sarana transportasi.
"Membuka akses bagi area-area baru melalui pembangunan infrastruktur dan pengadaan sarana transportasi
akan memperluas pilihan lokasi hunian dan mendorong minat beli," katanya saat dihubungi detikcom.
Selanjutnya yaitu melanjutkan program bebas PPN. Program tersebut, kata Fibriyani, terbukti efektif dalam mendorong pertumbuhan sektor ekonomi. Dari data yang dimilikinya, insentif tersebut mendongkrak pembelian rumah hingga 27% pada akhir tahun lalu.
Lalu, pemerintah juga bisa memberikan alternatif program pembiayaan rumah. Hal itu untuk menjangkau masyarakat yang tidak memiliki akses terhadap kredit pemilikan rumah atau KPR.
"Pemerintah bisa mempertimbangkan program pembiayaan alternatif. Saat ini, penetrasi KPR di Indonesia sangat rendah, kurang dari 5%, jauh di bawah negara lain seperti India (12%) atau negara maju seperti AS (di atas 90%)," paparnya.
Di sisi lain, Konsultan Properti Anton Sitorus menilai pemerintah bisa mengeksplorasi kebijakan-kebijakan lain yang bisa membantu industri properti. Ia menambahkan, pemerintah juga harus memiliki keinginan atau willingness untuk mendorong pertumbuhan ekonomi atau menyejahterakan rakyatnya.
Menurut Anton, sektor perumahan masih menjadi penopang dalam industri properti. Namun, harga tanah yang mahal, harga bahan bangunan yang mahal, hingga keterbatasan lahan menjadi tantangan utama dalam sektor perumahan.
"Harus ada upaya-upaya secara struktural untuk memperbaiki kondisi ini," pungkasnya.
Sebelumnya, dilansir detikFinance, Deputi Bidang Pendanaan Pembangunan Kementerian PPN/Bappenas, Scenaider C.H. Siahaan mengatakan proporsi pendapat masyarakat yang dikeluarkan untuk konsumsi menunjukkan tren penurunan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita sepanjang 2010-2023.
Pada 2010, proporsi pendapatan riil terhadap PDB per kapita sebesar 78,5% dan sempat naik pada 2011 menjadi 78,9%. Namun, selama empat tahun terakhir menunjukkan penurunan.
Disposable income terhadap PDB per kapita pada 2023 hanya berada di 72,7%. Disposable income menggambarkan nilai maksimum pendapatan masyarakat yang tersedia yang dapat digunakan untuk konsumsi.
Punya pertanyaan soal rumah, tanah atau properti lain? detikProperti bisa bantu jawabin. Pertanyaan bisa berkaitan dengan hukum, konstruksi, jual beli, pembiayaan, interior, eksterior atau permasalahan rumah lainnya.
Caranya gampang. Kamu tinggal kirim pertanyaan dengan cara klik link ini
(abr/abr)