Dalam Pasal 3 Ayat 2 PMK Nomor 61/PMK.03/2022, besaran pajak PPN KMS dihitung dari hasil perkalian 20% dengan tarif PPN sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dikalikan dengan dasar pengenaan pajak.
Jika mengikuti aturan tersebut, maka tarif efektif untuk kegiatan membangun sendiri sebesar 2,2%. Hal itu merupakan hasil perkalian 20% dengan tarif Pajak Pertambahan Nilai 11%.
Namun, untuk tahun depan ada potensi tarif pajak bangun rumah sendiri meningkat. Hal itu sejalan dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Pada Pasal 7 HPP disebutkan bahwa tarif PPN sebesar 12% mulai berlaku paling lambat pada 1 Januari 2025. Jika ada kenaikan PPN, maka besaran PPN bangun rumah sendiri juga akan meningkat.
Jika besaran PPN tahun depan 12%, maka tarif pajak bangun rumah sendiri naik menjadi 2,4%. Hal itu merupakan hasil perkalian 20% dengan tarif Pajak Pertambahan Nilai 12%.
Menanggapi hal tersebut, CEO Indonesia Property Watch (IPW), Ali Tranghanda menilai hal itu akan sedikit mengganggu bagi masyarakat. Walau demikian, menurutnya tidak akan terlalu mengganggu karena yang dikenakan untuk masyarakat kelas menengah ke atas.
"Meskipun agak sedikit mengganggu, tapi menurut saya untuk luas lahan 200 m2 termasuk golongan menengah-atas tidak terlalu berpengaruh," ujarnya kepada detikcom, Jumat (13/9/2024).
Di sisi lain, Konsultan Properti Anton Sitorus menilai dengan naiknya pajak tersebut akan memberatkan masyarakat. Sebab, yang naik tidak hanya pajak bangun rumah sendiri melainkan pajak-pajak lainnya yang bisa mempengaruhi kantong masyarakat.
"Ya kalau pajak-pajak semua naik, kemampuan daya beli orang nggak naik, bisa jadi hambatan. Hambatan buat masyarakat yang nanti ujung-ujungnya ke negara. Kalau kemampuan ekonomi masyarakat berkurang, daya belinya berkurang, volume ekonominya berkurang, akhirnya pemasukan ke negara juga berkurang," paparnya.
Maka dari itu, ia berharap pemerintah untuk mempertimbangkan ulang terkait kenaikan tarif pajak tersebut. Sebab, dengan adanya kenaikan pajak-pajak yang ada bisa menjadi boomerang bagi pemerintah apabila tidak dipertimbangkan kembali.
"Harapannya adalah pajak-pajak ini agar dapat ditinjau kembali, apakah memang patut diimplementasikan dalam kondisi seperti sekarang. Kalau misalnya nggak, mungkin bisa ditunda dulu," pungkasnya.
Punya pertanyaan soal rumah, tanah atau properti lain? detikProperti bisa bantu jawabin. Pertanyaan bisa berkaitan dengan hukum, konstruksi, jual beli, pembiayaan, interior, eksterior atau permasalahan rumah lainnya.
Caranya gampang. Kamu tinggal kirim pertanyaan dengan cara klik link ini
(abr/abr)