Nilai tukar rupiah ke dolar kian melemah, terlihat per Jumat (21/6/2024) mencapai Rp 16.475, turun 0,27% dari perdagangan sebelumnya. Lantas, bagaimana dampak pelemahan rupiah terhadap harga bahan bangunan?
Direktur Eksekutif Asosiasi Kontraktor Indonesia Basuki Muchlis MT mengatakan melemahnya rupiah diprediksi membuat harga bahan bangunan menjadi tidak terduga.
"Secara umum, dolar secara konstruksi pengaruhnya banyak. Kenaikan harga itu bermacam-macam. Dari eskalasi tergantung daripada proyek yang berjalan. Mungkin lagi membutuhkan bahan, atau (pertambahan) lokasi sehingga harga tidak terkontrol," katanya kepada detikProperti pada Jumat (21/6/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, itu adalah salah satu dari penyebabnya. Sebab, ada beberapa penyebab lainnya yang mendorong harga bahan bangunan di Indonesia tiba-tiba meroket. Salah satunya adalah persaingan dengan produk impor khususnya dari Korea Selatan dan Cina.
"Kaitan dengan prospek konstruksi ini juga ada bahan-bahan dari lokal dan impor. Kalau sekarang yang banyak juga dari Korea dan China. Barangkali, itu mempengaruhi daripada harga sehingga secara operasional di proyek menjadi unpredictable, nggak terkontrol," ungkapnya.
Dia menyebutkan bahan bangunan yang banyak diimpor dari kedua negara tersebut adalah besi. Tantangan produk impor ini membuat persaingan harga yang ketat di pasaran. Selain itu, produk arsitektur juga masih banyak yang didatangkan dari luar.
"Misalnya besi dan baku dari Korea atau Cina. Kemudian Korea Selatan harga material dan non material masih tinggi sehingga saingan kita menjadi (ketat). Bahan bangunan kan ada sipil dan arsitektur. Arsitektur dari luar juga cukup banyak mempengaruhi kita. Engineering kita banyak sekali (menggunakan) produk-produk baru yang masuk ke Indonesia (impor)," sebutnya.
Dia mengambil contoh pembangunan di Ibu Kota Nusantara (IKN), untuk ketersediaan bahan bangunan, mereka juga mengambil dari luar pulau seperti Sumatera dan Sulawesi. Sementara itu, biaya pembangunan IKN mengandalkan dari APBN dan skema Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha (KPBU). Menurutnya, dengan melemahnya nilai rupiah saat ini berpotensi pada pengeluaran di IKN. Sebab, dari jumlah bahan bangunan yang dibutuhkan dengan harga yang ada di pasaran menjadi tidak terduga.
"Itu kalau di IKN, khawatirnya APBN yang 20% dari keseluruhan, 80% skema kerjasama pemerintah. Dampaknya seperti itu, dolarnya menjadi naik terus karena unpredict. Jumlah material maupun yang dibutuhkan dan finansial, nilai angkanya jadi unpredictable. Khawatirnya IKN sendiri secara finansial atau KPBU skema yang ada terpengaruhnya besar, seperti tidak jadi masuk untuk investasi dan sebagainya. Secara umum, dolar naik berpengaruh," jelasnya.
Dia mengharapkan ada peran pemerintah untuk menekan kenaikan harga bahan bangunan akibat melemahnya rupiah.
"Emang yang harus menekan itu dari sisi pemerintah atau dari Departemen Keuangan gimana caranya supaya terjamin, tetapi tidak mudah lagi," ujarnya.
Di sisi lain, pelaku usaha dan konsumen harus berkomitmen untuk menggunakan produk dalam negeri agar harga bahan bangunan di Indonesia tetap stabil.
"Kita harus meningkatkan TKDN untuk pelaksanaan proyek pake sumbernya materialnya dari dalam negeri. Harus kita galakkan seluruhnya supaya harganya terkontrol," pungkasnya.
(aqi/aqi)