Pemerintah memiliki peran untuk memastikan kesejahteraan masyarakat, salah satunya dengan menyediakan perumahan. Melalui kebijakan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera), pemerintah akan memotong gaji pekerja sebagai tabungan untuk membantu pembiayaan rumah Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).
Ekonom Konstitusi Defiyan Cori mempermasalahkan cara pemerintah menyusun kebijakan Tapera. Mengingat penyediaan rumah merupakan mandat yang perlu dipenuhi oleh pemerintah.
"Kalau kita bicara soal hak rakyat, mestinya pemerintah menyediakan dulu rumahnya, baru iuran. Bukan iuran dulu baru bangun rumahnya. Ini aja logikanya udah salah kalau hak mandatory ya," ujar Defiyan dalam forum diskusi yang digelar Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) via Zoom, Selasa (11/6/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Defiyan mengatakan hak rumah bagi masyarakat harus dikerjakan oleh pemerintah dengan cara membangun rumah dulu sebelum menarik iuran Tapera. Ia pun mencontohkan kewajiban memberi pendidikan yang mana pemerintah membangun sekolah dulu sebelum menarik Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP).
"Kalau kemudian bicara soal mandat. Mandat itu kewajiban negara, yang jadi masalah kenapa rumahnya nggak dibangunkan dulu, baru tarik iurannya?" tuturnya.
Ia mengungkapkan penghasilan pekerja sudah banyak terpotong untuk iuran dan kebutuhan hidup. Bahkan, mereka nyaris tidak punya tabungan. Oleh karena itu, kebijakan Tapera harus dipikirkan matang-matang dan disosialisasikan dengan baik.
Baca juga: Pekerja Harap Kepesertaan Tapera Sukarela |
Menurutnya, dana untuk membangun rumah bisa didapatkan dari Badan Usaha Milik Negara. Ia pun mempertanyakan kalau penyediaan rumah sebuah kewajiban bagi pemerintah, maka semestinya mengalokasikan dana untuk membangun rumah.
"Saya tidak melihat program ini tidak baik, tetapi salah satu hal mandat tadi sejak Undang-undang Nomor 4 2026 itu perlu sosialisasi, publikasi, dan komunikasi intensif dengan stakeholder," ungkapnya.
Lalu, ia juga mempertanyakan keterlibatan stakeholder dan respon negatif dari masyarakat. Defiyan menilai respon tersebut menunjukkan adanya masalah.
"Kenapa ada respon negatif? Berarti kan ada masalah. Kalau kemudian ingin berbuat baik tanpa komunikasi yang baik, tentu jadi masalah," katanya.
Selain itu, ia menekankan pentingnya keterwakilan pekerja dan pemberi kerja dalam pembuatan kebijakan dan mengawasi pelaksanaan Tapera. Hal ini untuk memastikan Tapera berlangsung transparan.
Menurutnya, komite BP Tapera belum cukup mewakili para stakeholder karena tidak ada unsur pekerja dan pemberi kerja. Oleh karena itu, ia khawatir masih ada celah untuk penyelewengan pengelolaan.
"Keterwakilan itu menjadi penting dalam sebuah organisasi supaya transparansi dan akuntabilitasi terpenuhi. Kita tidak bisa berharap 'oh transparan', sementara keterwakilan nggak ada. Bisa terjadi insider trading yang sudah terjadi di perbankan karena kemudian tidak ada keterwakilan akuntabilitas publik, oleh karena itu perlu ada pihak dalam pengelolaan dana," pungkasnya.
(dhw/dhw)