Gaji para pekerja akan dipotong 3% untuk tabungan perumahan rakyat (Tapera). Tak hanya pegawai negeri sipil (PNS), kebijakan ini juga berlaku bagi pekerja swasta dan pekerja mandiri.
Ketentuan mengenai Tapera diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat.
Menurut Konsultan Properti Anton Sitorus, pekerja swasta dan mandiri semestinya tidak diwajibkan untuk wajib potong gaji untuk iuran Tapera. Sebaiknya para pekerja diberikan kebebasan untuk mengikuti skema pemerintah atau tidak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau swasta dan pekerja mandiri kalau menurut saya sebaiknya jangan wajib. Kasih aja pilihan, kalau mau ikut silakan, kalau mau yang nggak ya jangan diwajibin," ujar Anton kepada detikcom, Selasa (28/5/2024).
"Karena nanti ujung-ujungnya yang berat nggak cuma karyawan doang, perusahaannya juga bayar 0,5%," sambungnya.
Ia menyebut para pengusaha sudah mulai komplain. Pasalnya, pengusaha dan pegawai yang membayarkan BPJS, sekarang harus mengeluarkan biaya tambahan untuk iuran Tapera.
"Tabungan, pada prinsipnya tidak diwajibkan. Kalau mau nabung ya nabung, kalau nggak mau nabung ya nggak ada yang maksa. Apalagi kalau nggak punya duit untuk ditabung, mau dari mana?" katanya.
Berbeda halnya dengan PNS yang memang dipekerjakan dan digaji oleh pemerintah. Apabila pemerintah membuat aturan, maka wajar saja kalau PNS wajib mengikuti kebijakan yang ditetapkan pemberi kerja.
"Tapi kalau pegawai swasta (dan) pekerjaan mandiri ya jangan karena nggak ada urusannya, nggak ada kaitannya. Karena ini atas dasar apa?," tuturnya.
Selain itu, Anton juga mengatakan berdasarkan asas keadilan pun seharusnya kebijakan tidak wajib, terutama bagi pekerja swasta dan mandiri. Lalu, andaikan masyarakat melihat ada manfaat yang besar dari program Tapera, maka orang-orang akan ikut serta tanpa perlu diwajibkan.
Terlebih lagi, sudah banyak program-program untuk membantu pembiayaan dan penyediaan hunian untuk masyarakat. Ada developer pemerintah yang menawarkan harga murah, lalu pembiayaan program Kredit Pemilikan Rumah (KPR) BTN dan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).
"Sebenarnya kalau usaha-usaha untuk penyediaan masyarakat umum, khususnya masyarakat berpenghasilan rendah dan masyarakat kurang mampu sebenarnya udah banyak tapi belum maksimal," katanya.
Andaikan kebijakan potong gaji untuk Tapera ini sebagai upaya baru menurut Anton belum tentu langkah yang tepat. Kebijakan tersebut masih perlu dikaji lebih dalam, terlebih untuk menghindari tumpang tindih pembiayaan dengan lembaga lain seperti Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan yang memiliki program manfaat layanan tambahan (MLT) perumahan pekerja.
(dhw/dna)