Konstruksi sektor properti ikut menyumbang emisi karbon dunia dari efek rumah kaca yang menyebabkan pemanasan global. Berangkat dari masalah ini, sektor properti mulai mengubah persepsi dari yang semula hanya menjalankan bisnis menjadi lebih peduli dengan lingkungan dengan membangun bangunan bersertifikat hijau hingga perumahan hijau.
Konsep dari perumahan hijau adalah meningkatkan kenyamanan dan kelestarian dalam ruangan, mengurangi penggunaan sumber daya alam seperti energi, air, dan material, serta mengurangi dampak lingkungan.
Nantinya, pengembang yang menerapkan konsep ini pada bisnis huniannya bisa mengajukan sertifikat hijau yang dikeluarkan oleh lembaga tertentu salah satunya adalah GBCI. Setelah mendapatkan sertifikat hijau maka bisnis hunian tersebut dapat disebut perumahan hijau.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan sertifikat hijau, perumahan dapat memiliki satu keunggulan yakni memiliki kepedulian terhadap lingkungan dan berusaha mengurangi emisi karbon dunia. Perumahan hijau ini bisa menarik minat konsumen yang tergerak dengan produk hunian ramah lingkungan.
Kepala Badan Kajian Strategis Dewan Pimpinan Pusat (DPP) REI, Ignesjz Kemalawarta menjelaskan spesifikasi perumahan hijau ini harus minim penggunaan energi seperti air dan listrik, memiliki ventilasi yang bagus untuk sirkulasi udara di dalam rumah, pencahayaan yang baik, dan menggunakan material yang ramah lingkungan.
Setiap rumah bersertifikat hijau yang akan dikembangkan oleh Real Estate Indonesia (REI) akan memiliki fasilitas yang berbeda sesuai dari daya beli konsumen. Misalnya rumah untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) tidak akan memiliki AC.
"Nanti ada tiga, yang paling murah nggak pakai AC, yang agak mahal akan pakai AC, dan paling mahal akan pakai panel surya," katanya dalam acara Tuntutan Implementasi Bisnis Properti dan Pembiayaan Hijau di Jakarta pada Rabu (24/4/2024).
Baca juga: Seperti Apa Konsep Pembangunan Hijau di IKN? |
AC yang digunakan pun tidak sembarangan melainkan ada spesifikasi khusus yakni rendah ozon sehingga selain dapat membantu mendinginkan ruangan juga tidak berdampak pada lingkungan.
"AC juga ada regulasinya seperti inverter, itu kan wattnya rendah. Jadi AC-AC yang ramah ozon yang wattnya rendah akan direkomendasikan untuk dipakai," ungkapnya.
Menurut Ignesjz, penggunaan AC menyumbang 60% pemborosan energi diikuti 22% dari pencahayaan, 6% dari transportasi di bangunan, dan 12% berasal dari prosedur pembangunan yang tidak ramah lingkungan.
Harga rumah bersertifikat hijau diperkirakan cukup bersaing dengan rumah konvensional. Ignesjz menyebutkan rumah untuk MBR yang masuk dalam kategori murah tanpa AC harganya lebih rendah 2-3% dari rumah konvensional. Lalu untuk rumah dengan AC rendah ozon perbedaannya sekitar 5% dan rumah mewah dengan panel surya mencapai 7%.
(aqi/zlf)