Target penurunan emisi karbon 2030 yang telah dibahas sejak 2015 oleh PBB terus digencarkan. Indonesia telah berkomitmen ikut berpartisipasi dalam pengurangan emisi atau efek rumah kaca dengan menerapkan kebijakan dekarbonisasi di semua sektor.
Salah satu cara untuk menekan tingkat emisi dari bangunan adalah memanfaatkan material yang ramah lingkungan.
Direktur Jenderal Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Iwan Suprijanto mengungkapkan target Ibu Kota Nusantara (IKN) menekan tingkat emisi karbon sebanyak 18% untuk saat ini dan mencapai 100% pada 2045 pada gedung-gedung di ibu kota baru tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seperti yang diketahui, pembangunan IKN telah diperhitungkan minim risiko perubahan iklim dan bencana. Bangunan di sana dirancang menggunakan material dengan konsumsi energi dan jejak karbon yang rendah (low emboidied carbon). Material tersebut didapat dari produsen lokal dan hasil daur ulang.
"Menggunakan material dan teknologi dengan dampak lingkungan yang positif atau dengan tingkat kerugian yang minim," kata Iwan Suprijanto dalam acara Kolaborasi Pembangunan Perkotaan Berkelanjutan Melalui Penguatan Penggunaan Produk Dalam Negeri yang Ramah Lingkungan di Balikpapan, Senin (22/4/2024).
Sejalan dengan Peraturan Menteri PUPR Nomor 9 Tahun 2021 tentang Pedoman Penyelenggaraan Konstruksi Berkelanjutan, IKN akan merealisasikan upaya tersebut dalam konsep Smart Forest City. Konstruksi berkelanjutan yang ramah lingkungan atau material konstruksi hijau (material green) akan diterapkan sebagai upaya pengurangan emisi karbon.
"Bahan yang digunakan memiliki dampak lingkungan yang lebih baik dibandingkan material konvensional," tambahnya.
Sejumlah material konstruksi hijau yang saat ini telah dikembangkan oleh perusahaan dalam negeri dan digunakan di IKN diantaranya produk semen hidraulis dan cat khusus.
Produk semen hidraulis disebut ramah lingkungan karena memiliki kadar klinkeer lebih rendah sehingga emisi karbon yang dihasilkan pun sedikit. Lalu cat khusus yang digunakan mengandung komponen senyawa kimia bernama volatile organic compound (VOC) yang rendah. Sebagai gantinya di dalam cat tersebut terdapat kandungan nabatin yang mampu mengurangi keseluruhan jejak karbon.
Sementara itu, target Indonesia dalam mengurangi emisi karbon pada 2030 setelah amandemen Nationally Determined Contribution (NDC) pada 2020 untuk bangunan gedung dari 29% menjadi 31,89% diharapkan bisa diatasi dengan upaya sendiri. Lalu pengurangan emisi karbon pada 2060 dengan bantuan internasional juga meningkat dari 41% menjadi 43,2%.
Sebagai informasi, mengutip dari Ditjen PPI KLHK, NDC adalah Komitmen Nasional bagi penanganan perubahan iklim global untuk mencapai tujuan Persetujuan Paris pada 2015 yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo.
Mendukung komitmen yang tertuang di dalam NDC, Indonesia mengesahkan Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca dalam Pembangunan Nasional.
(aqi/aqi)