Baru-baru ini, proyek penataan kampung kota Jakarta mendapat gold medal atau medali emas dalam ajang World Habitat Awards 2024. Proyek tersebut bernama Housing Rights in Jakarta: Collective Action and Policy Advocacy atau Advokasi Hak Atas Hunian Layak di Jakarta.
Sebagai informasi, World Habitat Awards pertama kali dilakukan pada 1985. Ajang ini menjadi salah satu cara untuk membagikan solusi inovatif yang dapat mengubah realitas perkotaan dan mempercepat kemajuan untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDG).
Proyek ini adalah kerja sama antara kurang lebih 20 kampung kota yang tergabung dalam Jaringan Rakyat Miskin Kota (JRMK), Urban Poor Consortium (UPC), Rujak Center for Urban Studies (RCUS), dan didukung juga oleh ASF Indonesia, AKUR, Jurusan Arsitektur Universitas Indonesia, serta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Secara khusus, penghargaan ini memberikan perhatian kepada 2 proyek dalam program advokasi ini, yaitu penataan hunian mandiri oleh Komunitas Anak Kali Ciliwung (KAKC) dan pembangunan kembali Kampung Susun Akuarium.
KAKC telah berulang kali mendapatkan ancaman penggusuran paksa, yang kemudian dijawab oleh KAKC dan bekerja sama dengan JRMK, UPC, ASF Indonesia, Departemen Arsitektur Universitas Indonesia melakukan penataan mandiri dengan memotong bangunan sehingga menghasilkan ruang publik sepanjang sungai. KAKC mendorong lahirnya gagasan Kampung Inspeksi, di mana seluruh elemen kampung, baik ruang dan warganya menjaga dan merawat kali.
Beberapa proyek penataan hunian mandiri yang dilakukan oleh KAKC di antaranya di Kampung Tongkol, Kampung Krapu, dan Kampung Lodan di Penjaringan, Jakarta Utara. Misalnya di Kampung Tongkol yang sempat hampir digusur pada 2015 untuk program normalisasi Ciliwung. Akan tetapi, setelah perundingan, hal itu tidak jadi dilakukan karena para warga setuju untuk memotong rumahnya hingga 5 meter dari tepi sungai Ciliwung.
Dilansir dari Deutsche Welle (DW), Jumat (5/1), warga Kampung Tongkol pun akhirnya memotong rumah mereka. Bahkan ada rumah yang harus dibongkar seluruhnya, karena terlalu dekat ke sungai. Rumah-rumah warga sekarang berukuran mungil. Mereka mengecat rumahnya dengan warna hijau, kuning, dan biru.
![]() |
Lalu, pada 2018, Pemerintah Provinsi Jakarta meminta lahan bebas 15 meter dari tepi sungai. Warga pun akhirnya membongkar lagi sebagian rumahnya.
Kini, Kampung Tongkol sudah tampak lebih tertata rapi dari sebelumnya. Selain itu, juga sudah tidak tampak tumpukan sampah di sekitarnya.
Sementara itu, pada Kampung Akuarium sempat terjadi penggusuran pada 11 April 2016. Walau demikian, warga Kampung Akuarium gigih berjuang untuk membangun kembali kampungnya.
Didampingi oleh JRMK, UPC dan RCUS, warga Kampung Akuarium melakukan berbagai terobosan antara lain, pembangunan hunian sementara bagi korban penggusuran paksa, desain partisipatif yang menghasilkan konsep kampung susun.
Selain itu, terobosan lainnya yaitu pembentukan koperasi yaitu Koperasi Aquarium Bangkit Mandiri sebagai alat untuk menyejahterahkan warga dan embrio koperasi perumahan. Terobosan oleh Pemprov DKI Jakarta yaitu penggunaan dana hunian berimbang yang didapat dari kewajiban developer untuk membangun hunian secara partisipatif.
![]() |
Dalam catatan detikcom, Kampung Susun Akuarium berdiri di atas lahan 10.575 m2 dan akan ada 5 bangunan rumah susun (rusun) yang akan dibangun. Setiap unitnya memiliki tipe 36 dengan 1 kamar tidur, 1 kamar mandi, dapur, dan ruang keluarga.
Per Juli 2023, 5 bangunan rusun itu sudah terbangun. Namun, yang sudah ditempati baru rusun Blok B dan Blok D. Untuk Blok A dan C belum ditempati karena terkendala persoalan administrasi, sementara Blok E masih perlu ditinjau aspek kelayakan bangunan.
(abr/dna)