Rumah tapak merupakan hunian yang banyak diminati masyarakat. Tahun depan, diperkirakan permintaan rumah tapak bakal meningkat, khususnya di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi.
Dari laporan Analisis Properti: Refleksi 2023 dan Proyeksi 2024 yang dikeluarkan oleh Cushman & Wakefield, permintaan rumah tapak pada 2024 diprediksi meningkat sekitar 2,8% (YoY). Adanya peningkatan permintaan terjadi karena beberapa hal, yaitu:
1. Insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP)
Adanya insentif PPN DTP diperkirakan akan mendorong permintaan unit ready stock di sepanjang tahun 2024. Sebagai informasi, pada akhir 2023 pemerintah memperpanjang PPN DTP untuk pembelian rumah baru (ready stock) di bawah Rp 5 miliar dan membebaskan PPN 100% untuk nilai objek pajak maksimal Rp 2 miliar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kebijakan tersebut berlaku hingga Juni 2024. Sementara itu, untuk periode Juli-Desember 2024, pemerintah akan memberikan diskon PPN sebesar 50%.
2. Kemudahan WNA Beli Properti
Dari laporan itu disebutkan, kebijakan terkait kemudahan warga negara asing (WNA) dalam membeli properti di Indonesia dengan paspor, visa, atau izin tinggal juga diprediksi mendorong permintaan rumah pada 2024 meskipun tidak signifikan.
Sementara itu, untuk pasokan rumah tapak tahun 2023 masih relatif stabil, sedangkan untuk tahun 2024 diramal meningkat sekitar 2,6% (YoY). Hal itu karena adanya inflasi yang mempengaruhi biaya bahan bangunan, selain itu juga adanya perkembangan infrastruktur di Jabodetabek seperti MRT, LRT, dan akses jalan tol sehingga meningkatkan harga tanah yang berujung meningkatkan harga rumah tapak.
Tak hanya itu, apabila ekonomi makro membaik dan sentimen politik tetap positif juga bisa menjadi faktor meningkatnya harga rumah. Saat ini, permintaan kumulatif rumah sekitar 400.000 unit, tahun depan diperkirakan permintaan kumulatif rumah mencapai lebih dari 410.000 unit.
(abr/dna)