Adanya penipuan berkedok perumahan syariah tentunya merugikan masyarakat. Hal ini tentunya membuat masyarakat was-was ketika ingin membeli rumah.
Contohnya seperti kasus yang terjadi di perumahan GMV, Cileungsi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Salah satu korban yang membeli rumah di perumahan tersebut, dijanjikan akan serah terima kunci setelah 15 bulan dari akad pembelian. Ia pun susah melakukan akad dan membayar DP hingga angsuran, namun hingga saat ini rumah tak kunjung jadi. Bahkan pengembang rumahnya juga sudah tak bisa dihubungi.
Memang, ia saat itu langsung membayar cicilan rumah ke developer atau pengembang tanpa lewat bank. Sebab, rumah yang ia beli berada di perumahan syariah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Korban itu, sebut saja Salim, telah mengajukan akad pembatalan pembelian rumah karena tak kunjung jadi dan dijanjikan akan dikembalikan uangnya dalam 5 bulan. Lagi-lagi, hal tersebut juga tak kunjung terjadi hingga saat ini.
Seperti yang diketahui, perumahan syariah ini banyak diminati karena mengikuti syariat islam. Misalnya seperti tidak ada bunga, tidak menggunakan bank, bahkan ada yang tidak memberikan denda pembayaran.
Meski demikian, ketika membeli rumah sebaiknya jangan langsung tergiur dengan kemudahan-kemudahan yang ditawarkan. Konsumen juga harus cukup jeli dan cermat ketika ingin membeli rumah di perumahan syariah.
Menurut CEO Indonesia Property Watch, Ali Tranghanda, konsep syariah itu harusnya bagus, namun kerap digunakan oleh pengembang 'nakal'. Banyak pelaku yang memakai konsep ini adalah pengembang yang belum memiliki pengalaman dan menggampangkan proses developer atau pembangunan.
Apalagi, jika pembayaran langsung dibayarkan lewat developer atau pengembang, tidak melalui bank. Menurut Ali, hal ini bisa saja membuat aliran uang atau cash flow pengembang macet.
"Kalau (bayar) tanpa bank, risikonya (rumah) nggak dibangun karena pengembang nggak kuat cashflownya. Tapi untuk pengembang besar, risiko itu lebih rendah," katanya kepada detikcom, Kamis (7/12/2023).
Akan tetapi, jika sudah ada konsumen yang membeli rumah syariah, namun mangkrak di tengah jalan bahkan hingga pengembangnya kabur, konsumen bisa mengecek pengembang tersebut apakah masuk ke asosiasi pengembang atau tidak.
"Kalau PT atau pengembang anggota asosiasi, bisa lapor ke asosiasi," tuturnya.
Apabila jika pengembang tidak termasuk dalam asosiasi pengembang, konsumen bisa melaporkan ke polisi.
Di sisi lain, Ali pun mengimbau konsumen untuk lebih jeli dan cermat ketika ingin membeli rumah, misalnya dengan memperhatikan aspek legalitas tanah dan proyek yang sudah dilakukan pengembang.
"Untuk antispasi harus dipastikan legalitas proyeknya, kalau atas nama perorangan risikonya lebih tinggi. Legalitas tanahnya (juga diperhatikan), banyak konsep ini menggunakan tanah yang belum dikuasai penuh jadi masih cicil ke pemilik lahan," pungkasnya.
(abr/abr)