Suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) mengalami kenaikan dari 5,75% menjadi 6% sejak 19 Oktober. Kenaikan suku bunga acuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia (BI) pada Rapat Dewan Gubernur itu diprediksi akan memengaruhi permintaan masyarakat terhadap properti di masa yang akan datang.
Berdasarkan data historis pergerakan suku bunga acuan dan pertumbuhan KPR/KPA dari Bank Indonesia yang diolah 99 Group, kenaikan suku bunga, khususnya pada program Kredit Pemilikan Rumah (KPR), akan memengaruhi permintaan karena biaya pembelian dan cicilan properti cenderung lebih tinggi.
"Saat ini, kenaikan suku bunga acuan dari Bank Indonesia belum berpengaruh terhadap tren yang tercatat pada platform kami di Rumah123.com dan 99.co Indonesia," papar Bharat Buxani, Senior Vice President (SVP) Marketing 99 Group Indonesia, dalam keterangan yang diterima detikcom, Kamis (30/11/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Namun, mengingat sebagian besar pembelian properti oleh masyarakat cenderung menggunakan cara bayar Kredit Pemilikan Rumah (KPR)/Kredit Pemilikan Apartemen (KPA), maka ini perlu menjadi perhatian semua stakeholder untuk memastikan geliat permintaan masyarakat akan properti tetap stabil," sambungnya.
Baca juga: BI Tahan Suku Bunga Acuan di 6% |
Data historis pergerakan suku bunga acuan dan pertumbuhan KPR/KPA dari Bank Indonesia yang diolah 99 Group memperlihatkan adanya korelasi satu sama lain. Berdasarkan data tersebut, pada saat suku bunga acuan turun, pertumbuhan pemberian KPR/KPA secara year-on-year (YoY) cenderung melonjak.
Pada tahun 2012, saat suku bunga acuan turun dari 6,75% pada September 2011 menjadi 5,75% di tahun 2012, pertumbuhan KPA/KPR secara year-on-year melonjak dengan capaian tertinggi di bulan Juni (42,1%) dan Juli (44,1%).
Saat suku bunga acuan melonjak pada tahun 2013-2014, pertumbuhan YoY pinjaman KPA/KPR berangsur menurun. Saat itu juga terjadi kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dan melemahnya nilai tukar rupiah atas dolar AS akibat Taper Tantrum yang disebabkan penghentian quantitative easing oleh The Fed.
Pertumbuhan pinjaman terus berada di bawah level tahun 2011-2012, di kisaran 7,2%-12,9%, sampai tahun 2015. Setelah itu, pertumbuhan YoY pinjaman cenderung berada di level satu digit dibandingkan tahun 2010-2014 yang berada di level dua digit. Pertumbuhan pinjaman perlahan meningkat kembali pada level dua digit saat pemerintah kembali menurunkan suku bunga acuan di tahun 2017 ke +4%.
Peningkatan terlihat sejak pertengahan tahun 2017 hingga pertengahan 2018 di kisaran 10,3%-13,9% sebelum akhirnya kembali mengalami penurunan saat suku bunga acuan naik. Di periode pertengahan 2018-2019, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS melemah dan perang dagang antara China dan AS terjadi.
Bersambung ke halaman selanjutnya.