Penjualan rumah tapak primer pada triwulan III 2023 belum pulih. Ternyata ada beberapa faktor yang menghambat penjualan. Apa saja ya?
Dikutip dari Survei Harga Properti Residential (SHPR) yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia (BI), Sabtu (18/11/2023), penjualan rumah residensal di pasar primer pada triwulan III 2023 secara tahunan dibandingkan pada triwulan II 2022 masih belum pulih. Hal tersebut tecermin dari penjualan properti residensial yang masih terkontraksi sebesar 6,59% (yoy), meski membaik dari kontraksi pada triwulan sebelumnya (12,30%, yoy).
Kondisi penjualan pada triwulan III 2023 yang masih lemah tersebut terjadi pada seluruh tipe rumah yang terkontraksi, baik tipe kecil (9,52%, yoy), tipe menengah (13,90%, yoy), maupun tipe besar (0,20%, mtm). Namun, ternyata hal itu bukan tanpa sebab.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ada beberapa faktor yang menghambat penjualan properti rumah tapak primer, yaitu:
1. Masalah perizinan/birokrasi (30,08%)
2. Suku bunga KPR (29,81%)
3. Proporsi uang muka yang tinggi dalam pengajuan KPR (24,19%)
4. Perpajakan (15,92%)
Di sisi lain, skema pembiayaan yang dipilih konsumen untuk membeli rumah primer masih didominasi melalui KPR (75,50%). Selanjutnya diikuti oleh pembiayaan tunai bertahap (17,77%) dan secara tunai (6,73%).
Adapun, pada triwulan III 2023, total nilai kredit KPR dana KPA secara tahunan tumbuh sebesar 12,32% (yoy) dibandingkan pada triwulan sebelumnya yang sebesar 10,54% (yoy). Lalu, dari sisi pencairan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), total pencairan FLPP pada triwulan III 2023 mencapai Rp 7,779 triliun atau meningkat 28,45% (yoy).
Sementara itu, dalam pembangunan rumah, modal utama yang digunakan oleh pengembang berasal dari nonperbankan yaitu dana internal (73,84%). Adapun, alternatif pembiayaan lain yang menjadi preferesnis pengembang untuk membangun rumah primer bersumber dari pinjaman perbankan (16,01%) dan pembayaran dari konsumen (7,04%).
(abr/zlf)