Pasti beberapa diantara detikers ada yang pernah melihat bangunan peninggalan Belanda di kota masing-masing. Bangunannya megah, terkenal adem, dan arsitekturnya antik, berbeda dengan desain rumah saat ini.
Arsitektur rumah peninggalan Belanda tersebut sebenarnya berbeda dengan bentuk rumah yang ada di negara aslinya. Rumah di negara tersebut justru kebanyakan saat ini berbentuk vertikal, di mana satu gedung terdiri dari beberapa pemilik. Selain itu, rumahnya tidak begitu luas, tidak seperti yang ada di Indonesia yang memiliki halaman.
Oleh karena itu, jika detikers berkesempatan ke Belanda dan tinggal di salah satu rumahnya, pasti akan menemukan tangga-tangga curam dengan pijakan yang sempit.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bentuk tangga rumah di Tanah Air biasanya cukup lebar, simetris, dan setiap anak tangganya pasti aman untuk dipajak. Tangga di Belanda justru kebalikannya. Kebanyakan bentuknya tidak simetris seperti bagian bawah melengkung, bagian tengah lurus, kemudian bagian akhir kembali melengkung. Ada pula yang benar-benar melengkung dengan kemiringan yang membuat dengkul bisa tersandung anak tangga lainnya.
Dilansir Apartement Theraphy, bentuk tangga Belanda ini sudah membuat banyak penggunanya kebingungan, termasuk orang Barat. Manajer proyek di Architectuur Centrum Amsterdam mengungkapkan ukuran lebar pijakan kaki pada tangga tersebut hanya sekitar 15-30 cm.
Munculnya desain tangga yang tak biasa ini sebenarnya juga pengaruh dari kurangnya lahan perumahan di Belanda. Oleh karena itu, rumah di sana semakin ke sini tidak ada lagi yang tapak, melainkan rumah vertikal. Hal ini sudah terjadi sejak abad ke-17 bermula dari ekonomi Amsterdam yang sedang booming dan orang-orang kaya memutuskan untuk pindah ke kota. Masalahnya adalah di sana tidak banyak lahan yang tersedia sehingga hunian harus dibuat selangsing mungkin.
Uniknya, dahulu di rumah 2 lantai di Belanda tidak memiliki tangga mati seperti saat ini. Tangga yang digunakan adalah tangga bergerak yang dipasang ketika digunakan. Saat musim dingin tidak ada yang tinggal di lantai dua karena tidak ada pendingin di sana, sementara lantai bawah ada perapian sehingga tangga pada saat itu tidak selalu digunakan.
Setelah terjadi kebakaran besar di Belanda, banyak bangunan dibangun ulang dan ditambahkan tangga mati yang seperti dilihat saat ini. Namun, lahannya yang terlalu sempit menuntut pemilik proyek harus kreatif ketika membuat tangganya. Jadinya, tangga-tangga tersebut dibuat curam dengan pijakan sempit.
Semenjak itu, tangga rumah di Belanda juga menjadi simbol status sosial. Hal ini masuk akal karena untuk memiliki rumah yang besar berarti biaya yang harus dikeluarkan tinggi. Dengan punya rumah yang besar, tangga yang dibuat pun mengikuti kebutuhan. Jadi tangga yang besar hanya dimiliki di rumah-rumah orang kaya saja.
Lantas bagaimana jika hendak mengangkat barang besar melalui tangga?
Orang Belanda sudah menyadari masalah ini sejak lama. Mereka mencari solusi dengan membuat pengait dan pelana di luar bangunan untuk mengangkat perabotan dan barang berat ke lantai berikutnya. Jadi perabotan diangkat dari luar dan masuk melalui jendela. Alat tersebut masih banyak ditemukan di rumah-rumah lama di Belanda.
(aqi/das)