Keberadaan bangsa Belanda yang menduduki Indonesia selama lebih dari tiga setengah abad lamanya meninggalkan jejak yang cukup lekat di Indonesia. Salah satunya muncul lewat arsitektur bangunan peninggalan bersejarah, salah satunya gereja.
Seperti kebanyakan bangunan Kristen awal di Indonesia, Gereja Sion Jakarta dibangun oleh Belanda.
Dibangun pada akhir abad ke-17 untuk budak Portugis yang telah pindah agama menjadi Protestan, gereja ini sekarang menjadi gereja tertua di ibu kota Indonesia yang masih ada.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebar dan persegi panjang, aula gereja dibangun di atas 10.000 batang kayu. Salah satu fiturnya yang paling mencolok adalah kanopi kayu bergaya Baroque (dikenal sebagai baldachin), mengingatkan pada yang ditemukan di Basilika Santo Petrus di Vatikan.
"Itu adalah baldachin sederhana, mereka tidak memiliki sumber daya untuk membuat yang mewah," kata Mohammad Nanda Widyarta, dosen Universitas Indonesia yang mengkhususkan diri pada sejarah arsitektur, dalam sebuah wawancara telepon seperti dikutip dari CNN, Senin (21/8/2023).
![]() |
"Setelah ... kebijakan sistem tanam pada abad ke-19 (di mana Belanda memaksa petani untuk menghasilkan tanaman untuk ekspor), Hindia Belanda menjadi tempat yang rapuh. Yang mereka pikirkan saat itu adalah koloni yang lebih kapitalistik, sehingga Indonesia saat itu, khususnya Jakarta, menjadi lebih modern. Investor mulai berdatangan. Pada saat itulah gaya arsitektur menjadi daya tarik," sambung dia.
Protestantisme Belanda menjulang tinggi di Indonesia, dengan masyarakat misionaris membantu menyebarkan agama ini ke ribuan pulau. Meskipun agama Kristen tidak pernah mampu menantang dominasi Islam, yang tiba di wilayah tersebut selama abad ke-14, penjajah meninggalkan jejak mereka pada arsitektur bangunan dan bukan hanya pada gereja itu sendiri.
"Dari rumah sakit hingga universitas, beberapa gaya arsitekturnya ... mengandung jejak Eropa, seperti neoklasik, neogotik, dan eklektisisme," kata Widyarta.
![]() |
Pengaruh neo-klasisisme terutama terlihat di Gereja Immanuel Jakarta, yang diharapkan Raja William I dari Belanda dapat mempersatukan berbagai aliran Protestan di negara itu pada saat itu.
Dikenal dengan nama Belanda Willemskerk setelah selesai pada tahun 1839, desain bangunan ini menampilkan pilar-pilar tinggi bergaya Tuscan dan pedimen yang mengingatkan pada arsitektur Yunani klasik. Sebuah kubah besar muncul dari tengah struktur, lentera atapnya terukir dengan bunga teratai.
(dna/zlf)