Masih Bingung Kasus Mie Gacoan di Bali yang Diduga Gak Bayar Royalti?

Ya, management Mie Gacoan di Bali, menjadi tersangka atas kasus dugaan pelanggaran hak cipta. Tepatnya pada 24 Juni 2025, Polda Bali secara resmi menetapkan IAS, Direktur PT. Mitra Bali Sukses (Mie Gacoan) sebagai tersangka dalam kasus dugaan pelanggaran tindak pidana hak cipta.
Persoalannya karena mereka diduga dengan sengaja dan tanpa hak melakukan penyediaan atas fonogram dengan atau tanpa kabel yang dapat diakses publik untuk penggunaan secara komersial.
Dari sini tercantum dalam Surat Penetapan Tersangka Nomor B/754/VI/RES.2.1/2025/Ditreskrimsus tanggal 24 Juni 2025.
Nah, kamu pasti masih bingung kan perihal ini?
Jadi, distribusi royalti performing rights selama ini ada tiga jenis guys. Pertama digital, yang meliputi pendapatan royalti dari layanan streaming sebagai sarana untuk menikmati lagu.
Lalu, kedua ada non digital yang meliputi pembayaran yang diterima oleh pencipta lagu atau pemegang hak cipta ketika lagu mereka digunakan dalam pertunjukan publik. Tentunya tidak melibatkan media digital, seperti siaran radio, konser, atau pertunjukan live di tempat-tempat umum lainnya termasuk resto.
Ketiga ada overseas atau luar negeri, pembayaran royalti dari luar negeri terkait lagu-lagu musisi Indonesia yang diputar di sana. Termasuk konser musik musisi Tanah Air di luar negeri.
Nah, jadi terkait kasus Mie Gacoan di Bali, diduga mereka tidak melakukan pembayaran performing rights untuk distribusi non digital kepada Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) dan Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) sebagai pengkolektif royalti nih.
detikcom kemudian menanyakan total nominal yang selama ini harusnya dibayarkan pihak Mie Gacoan di Bali. LMKN melalui Dharma Oratmangun selaku ketua pun blak-blakan nih.
Yup, dalam pengkolektifan lagu di Mie Gacoan di Bali, LMKN menerapkan sistem blanket license, dimana pengguna boleh memutar lagu secara digital atau live performance tanpa ada batasan jumlah. Nah, ini berguna selama setiap satu tahun ya guys.
Baca juga: Jalan Terjal Hidup Qory Sandioriva |
"Jadi diberikan berdasarkan penggunaan selama satu tahun. Berapa besarannya itu dihitung dengan tarifnya itu menghitung jumlah kursi, luasnya (bangunan resto). Dan jumlah kursi itu (satu kursinya) Rp 120 ribu (untuk) satu tahun, gitu," ujar Dharma Oratmangun saat dihubungi detikcom.
Jadi, besaran royalti dihitung berdasarkan rumus jumlah kursi dalam satu outlet x Rp 120 ribu x 1 tahun x jumlah outlet. Dari perhitungan ini, nilai kerugian disebut mencapai miliaran rupiah.
So, gimana kalau menurut kamu?
(pig/ass)