Blak-blakan Candra Darusman Soal Promotor Sulit Bayar Royalti

Tak menutup kemungkinan sosok musisi legendaris, Candra Darusman yang menjelaskan pengalamannya bekerja di Lembaga Manajemen Kolektif atau LMK. Ia bekerja di LMK pada 1991 dengan total peraihan pengumpulan royalti Rp 450 juta per tahun dengan biaya operasional 50 persen.
Pada momen itu, Candra Darusman sempat spill pengalamannya meng-handle royalti yang salah satunya sulit didapatkan dari penyelenggara acara atau event organizer (EO).
Baca juga: Anji Klaim Sistem Direct License Gak Ribet |
"Para radio, televisi, karaoke itu patuh ya (bayar royalti), yang angel (sulit) itu EO dan promotor. Pada saat itu paling susah menagih ke promotor," ujar Candra Darusman di dalam diskusi forum Asosiasi Komposer Seluruh Indonesia, di kawasan Senayan, Jakarta, Jumat (28/2/2025).
Candra Darusman tak serta merta membahas masalahnya dengan promotor atau EO saja, tetapi dia mencari tahu masalah yang membuat pembayaran royalti ini sulit didapatkan atau mandek.
Alasan utamanya adalah biaya cost produksi acara yang tampaknya gak balik modal dari beberapa penyelenggara event musik.
"Kita terbuka saja ya. Setelah bertahun-tahun kita pelajari, EO juga punya masalah. Intinya adalah mereka over charges, ditagih sana-sini, 'boro-boro bayar pencipta lagu, kami aja udah megap-megap bayar yang lain'", jelas Candra Darusman menirukan jawaban promotor konser saat itu.
Namun Candra juga tak tampak membenarkan keputusan promotor dan EO yang sulit membayar royalti live performance dengan alasan tak balik modal. Ia merasa masalah ini adalah hal yang paling dasar dan mengakibatkan carut marut royalti.
"Kalau para pengguna mematuhi peraturan mungkin insiden seperti ini dan serupanya tidak terjadi," sambung Candra.
(ass/ass)