Evil Does Not Exist: Gak Mungkin Ada Tempat Tanpa Kejahatan

Takumi (Hitoshi Omika) dan putrinya, Hana (Ryô Nishikawa) tinggal di Desa Mizubiki, dekat dengan Tokyo. Seperti generasi sebelum mereka, mereka menjalani kehidupan yang sederhana sesuai dengan siklus dan tatanan alam. Suatu hari, penduduk desa mengetahui adanya rencana untuk membangun tempat glamping di dekat rumah Takumi, menawarkan penduduk kota sebuah 'pelarian' yang nyaman ke alam.
Ketika dua perwakilan perusahaan dari Tokyo tiba di desa untuk mengadakan pertemuan, jelas bahwa proyek tersebut akan berdampak negatif pada pasokan air setempat sehingga menyebabkan keresahan.
***
Review Evil Does Not Exist
Ryûsuke Hamaguchi menawarkan sebuah pengalaman sinematik yang menenangkan lewat pembukaan film ini. Lewat gerakan kamera statis, penonton diajak untuk menengok keindahan Desa Mizubiki yang puitis. Bahkan, keindahannya serupa dengan lukisan-lukisan aliran naturalisme.
Desa ini benar-benar seperti potongan surga yang jatuh ke bumi. Gambar pohon pinus, pohon ek, salju, ricik air hingga wasabi liar yang segar benar-benar membuai. Penonton terus diajak memasuki labirin yang tenang di dalam desa itu. Semua dituturkan dengan pelan dan dingin.
Ketenangan ini mulai buyar konflik mulai menanjak. Saat warga desa dipertemukan dengan perwakilan pengusaha yang ingin membangun glamping (glamour camping) di desa itu. Warga khawatir kalau wisatawan justru mencemari air di desa itu. Sebab, glamping itu juga disertai dengan sistem septic tank.
Mereka khawatir air tercemar dan kemurnian desa itu lenyap. Karena air itulah yang membuat, misalnya, udon buatan mereka berbeda dengan udon yang dibuat di Tokyo. Konflik terasa menukik ketika masalah-masalah karakter lain diungkap perlahan.
Gambaran karakter Takumi juga dibangun dengan cukup baik. Sosoknya yang tak banyak bicara menguatkan Takumi sebagai karakter yang enigmatik. Meskipun pekerjaannya sebagai pekerja serabutan terkesan remeh, Takumi ternyata memiliki peran signifikan dalam cerita.
Selain itu, hubungan Takumi dan putrinya Hana memang terasa ganjil. Takumi sekilas tak seperti ayah pada umumnya. Ia seolah berjarak dengan Hana. Inilah yang kemudian semakin menguatkan kesan misterius Takumi.
Lantas, apa kaitan judul film ini dengan konflik sosial di desa itu? Hamaguchi menyodorkan renungan filosofis tentang mungkinkah ada tempat yang tak membiarkan sebuah kejahatan eksis. Sang sutradara mencoba untuk menelusuri batas yang sangat tipis antara kejahatan dan insting untuk bertahan hidup. Penonton akan diajak menemukan jawabannya lewat adegan babak akhir yang menghadirkan metafora rusa dan pemburu.
Film ini ternyata bukan hanya sebuah dokumentasi sosial yang mengangkat isu kapitalisme turisme. Film ini secara lebih dalam mempertanyakan makna dari ketenangan hidup tiap manusia.
Evil Does Not Exist bisa disaksikan di KlikFilm.
(rdp/nu2)