Sistem Berbasis Data Penunjang Kinerja WAMI

Semua terjawab setelah adanya perbicangan panjang dengan salah satu Lembaga Manajeman Kolektif (LMK) yaitu Wahana Musik Indonesia atau WAMI.
Ya, WAMI adalah salah satu LMK dengan jumlah anggota pemberi kuasa terbanyak. Tentu kinerja mereka juga perlu kerja keras. Lalu bagaimana mereka melakukan pengkolektifan karya-karya dari para anggotanya?
Robert Mulyarahardja, Head of Corporate Communications & Membership WAMI menjelaskan skemanya. Ternyata, sejak akhir 2024 WAMI telah menggunakan sistem berbasis data yang baru bernama Atlas.
"Jadi itu sebenarnya dia adalah sebuah sistem informasi sebenarnya. Jadi dimana kita bassicly masukkin semua data-data dari data lagu, data komposer, gitu kan ya, termasuk kalau kita bicara lagu itu kan artinya satu lagu pemiliknya bisa banyak. Jadi artinya pembagiannya seperti apa, itu semua kita taruh ke dalam database tersebut," jelas Robert di kantor WAMI, kawasan Pancoran, Jakarta Selatan, Jumat (18/7/2025).
Dalam sistem Atlas, terdapat lebih dari 250 juta lagu dengan data yang lengkap. Lagu-lagu itu adalah milik anggota yang memberikan kuasa pada WAMI untuk mengolah royaltinya.
Singkatnya, pada Atlas juga terdapat penjelasan pembagian royalti jika ada lagu yang diciptakan lebih dari satu komposer. Hal ini memudahkan WAMI dalam membagi royalti dalam tiga periode yang sekarang dilakukan.
"Jadi misalkan dari satu lagu itu dapat 100-lah let's say, dan kemudian pembagiannya 50:50, berarti ya komposer A mendapat 50, komposer B dapat 50. Jadi kurang lebih konsepnya seperti itu," lanjutnya.
Gak sampai di situ saja, data lengkap berupa penggunaan lagu dari live performing, pada digital streaming platform dan siaran di restoran dan yang lainnya akan tertera dalam Atlas. Para anggota bisa mengakses dan mengetahui secara gamblang regulasi royalti dan kepopuleran lagu mereka sepanjang tergabung dengan WAMI.
Laporan mengenai distribusi royalti pada tiga tahap setiap bulannya juga akan dijabarkan di Atlas.
Menariknya, sistem data Atlas ini adalah hasil kerjasama WAMI dengan salah satu penyedia teknologi. Tapi sepenuhnya hak atas kepemilikan Atlas dipegang oleh WAMI.
Perihal kerahasiaan, Atlas hanya bisa diakses oleh para anggota yang tergabung oleh WAMI, sehingga minim adanya kebocoran.
"Mungkin perlu ditegaskan juga, database ini kan sebenarnya milik anggota ya, jadi database ini bisa kita pegang karena kita mendapat mandat tertulis dari anggota untuk 'nih data lagu saya, silahkan dikelola'. Jadi artinya itu sebenarnya informasi rahasia, yang gak bisa kita bagikan di sini. Tapi ini purely base on tadi, yang mandat dari anggota kita yang jumlahnya sudah 250 juta lagu," tutur Robert.
Atlas kini seakan menjadi jawaban atas pertanyaan publik atau bahkan para komposer mengenai sistem kerja WAMI dalam pengkolektifan.
Banyak orang pun penasaran dan perlu edukasi lebih lanjut mengenai regulasi pengkolektifan ini. Sebab, isu liar mulai meneror dan mempertanyakan kredibilitas LMK maupun LMKN.
Namun yang menjadi pertanyaan besar, selama ini WAMI melakukan pengkolektifan dengan metode apa sebelum adanya Atlas?
"Jadi sebelum itu kita proses membangun sistemnya dulu tuh. Nah pararel untuk membangun sistem nya tersebut itu kita menggunakan sistem lain, pada waktu itu kita menggunakan sistem yang namanya Diva. Ini sebenarnya sistem yang dikembangkan sama LMK di Hongkong. Jadi kita ibaratnya menyewa lah sistem untuk kita pakai mengelola data tersebut," papar Robert.
(pig/tia)