Mufasa: The Lion King, Cerita Awal Sang Legenda
EDITORIAL RATING
AUDIENCE RATING

Kiara (Blue Ivy Carter), anak dari Simba (Donald Glover) dan Nala (Beyonce Knowles-Carter), resah karena badai tiba dan orang tuanya pergi. Untuk menghibur Kiara, Pumbaa (Seth Rogen) dan Timon (Billy Eichner) menghibur si anak singa tersebut dengan cerita. Rafiki (John Kani) punya satu cerita yang dijamin akan menenangkan Kiara dan mudah-mudahan menyenangkan penonton: cerita tentang bagaimana Mufasa (Aaron Pierre) menjadi raja.
Ketika Mufasa masih kecil, kedua orang tuanya menceritakan tentang sebuah daerah bernama Miele tempat mata semua fauna akan dimanjakan dengan pepohonan, rumput dan bunga. Air bening membuat semua penghuninya hidup bahagia dan semua makhluk hidup dalam harmoni. Cerita ini bukan dongeng, Miele benar ada kata ibu Mufasa. Tapi kemudian tragedi terjadi. Mufasa terhanyut dan ia terpisah dari kedua orang tuanya.
Mufasa diselamatkan oleh Taka (Kelvin Harrison Jr.) yang katanya selalu menginginkan saudara. Tapi Obasi (Lennie James), bapak Taka, tidak menginginkan kehadiran Mufasa yang merupakan hewan liar. Eshe (Thandiwe Newton), ibu Taka, sementara itu berpendapat berbeda. Menurutnya Mufasa harus mereka rangkul. Obasi memaksa anaknya dan Mufasa bertanding yang mengakibatkan Mufasa menjadi bagian dari mereka. Tapi Obasi menolak Mufasa ada di sekelilingnya. Tahta raja adalah warisan yang ditujukan untuk Taka. Tapi kemudian sekelompok singa putih datang dan menyerang mereka. Mufasa dan Taka tak punya pilihan untuk pergi dan mencari suaka. Perjalanan ini mengubah nasib mereka untuk selamanya.
Review Mufasa: The Lion King
![]() |
Kalau mau jujur, sebenarnya tidak ada yang butuh remake The Lion King. Animasi yang dirilis 20 tahun itu sudah sempurna. Ia memiliki cerita yang kuat, lagu-lagu yang begitu mengikat, disuarakan oleh aktor-aktor yang benar-benar berkomitmen dan dipersembahkan dalam animasi yang tidak termakan umur. Bahkan ditonton sekarang, The Lion King tetap terlihat perkasa. Tapi kenyataan bahwa remake versi komputer (yang meskipun tidak bisa mengalahkan versi aslinya) tetap berhasil meraup lebih dari satu milyar dollar dari pendapatan tiket seluruh dunia, Disney tentu saja akan mencoba memeras tambang emas ini sampai tidak ada lagi yang tersisa.
Berita baiknya, Mufasa yang dikerjakan oleh sineas yang terkenal dengan film-filmnya yang personal, Barry Jenkins, ternyata berhasil tampil lebih percaya diri dari film sebelumnya. Mungkin karena film ini tidak memiliki beban yang berat seperti film yang dirilis lima tahun tersebut. Atau mungkin karena Jenkins dan penulis skrip Jeff Nathanson lumayan berhasil mengembangkan mitologi yang kita kenal dengan cukup baik.
Dalam Mufasa, penonton akhirnya mendapatkan penjelasan yang jelas bagaimana Taka menjadi Scar, salah satu karakter jahat paling memikat dalam dunia sinema. Mufasa memang punya latar belakang cerita yang menarik dan membuat penonton langsung empati, tapi dari segi pengembangan karakter, Taka alias Scar terasa jauh lebih dramatis.
![]() |
Baca juga: Brothers: Keabsurdan Reuni Keluarga |
Ini bukan spoiler karena kamu bisa langsung melihat tanda-tandanya dari pertama kali Scar muncul. Ia adalah satu-satunya karakter dalam film ini (dan juga jagad sinema The Lion King) yang mempunyai aksen British.
Yang juga menarik adalah hubungan antara Mufasa, Sarabi (Tiffany Boone) dan tentu saja pertemuan mereka dengan Rafiki serta Zazu (Preston Nyman) yang membuat Mufasa menjadi film road trip yang cukup menggemaskan.
Bagian mengecewakan adalah kenyataan bahwa adegan-adegan musikalnya sama sekali tidak bisa menyentuh film aslinya. Meskipun Lin-Manuel Miranda sudah turun tangan untuk membuat lagu-lagu dalam film ini, Mufasa sama sekali tidak berhasil untuk menampilkan momen yang berkesan apalagi magis.
Yang juga menjadi kekurangan Mufasa adalah fakta film ini berusaha keras untuk menjadi lucu tapi kurang berhasil. Pumbaa dan Timon tentu saja adalah karakter komikal yang tidak akan bisa terlupakan. Mereka tidak hanya bersinar dalam versi animasinya, dalam versi 2019 pun mereka tetap berhasil membuat suasana menjadi lebih meriah. Sayangnya kehadiran mereka dalam film ini terasa sekali seperti tempelan. Setiap kali cerita Rafiki terpotong oleh usaha Pumbaa dan Timon untuk ngelawak, film ini langsung kehilangan momentumnya.
![]() |
Dilihat dari sebuah karya seni, apa lagi kalau menilai dari kacamata film-film Barry Jenkins, Mufasa: The Lion King adalah film yang kurang berhasil. Film ini tetap terasa sebagai film yang mencoba pamer teknologi tapi kehilangan hal krusial yang membuat film animasinya dikenang: emosi yang pekat.
Tapi diukur sebagai produk ekonomi yang mudah-mudahan menghibur penonton setidaknya selama dua jam, Mufasa setidaknya tampil lebih percaya diri daripada film sebelumnya. Setidaknya, ada sesuatu yang baru yang hadir dalam film ini.
Mufasa: The Lion King dapat disaksikan di seluruh jaringan bioskop di Indonesia.
---
Candra Aditya adalah seorang penulis dan pengamat film lulusan Binus International.
Baca juga: Review Geek Girl: Cewek Kuper Jadi Model |
Genre | Musical/Drama |
Runtime | 118 Minutes |
Release Date | 18 Desember 2024 (Indonesia) |
Production Co. | Walt Disney Pictures |
Director | Barry Jenkins |
Writer | Jeff Nathanson |
Cast | Aaron Pierre |