The Crow: Tak Bernyawa Seperti Si Karakter Utama

Candra Aditya
|
detikPop

EDITORIAL RATING

2/5

AUDIENCE RATING

-
Adegan dalam film The Crow.

Sinopsis:

Tanpa banyak kata, Eric (Bill Skarsgård) dan Shelly (FKA Twigs) yang bertemu di tempat rehabilitasi, langsung merasa cocok. Mereka bisa melihat pantulan diri mereka di masing-masing: orang-orang yang rusak. Shelly dan Eric punya masalah dengan keluarganya. Keduanya punya masa lalu yang kelam. Tinggal menunggu waktu sampai mereka berdua bergandengan tangan dan melawan dunia bersama.

Tentu saja kalau kamu tahu cerita The Crow, kisah cinta ini tidak akan berakhir bahagia. Dari pembukaan film, penulis skrip Zach Baylin dan William Schneider sudah menaruh keribetan yang membuat hidup Shelly susah. Sahabatnya, Zadie (Isabella Wei), mengirimnya sebuah video yang sepertinya akan membuat Shelly jadi pusing. Rupanya ada orang-orang jahat, diketuai oleh Vincent Roeg (Danny Huston), yang terbukti menggunakan kemampuannya untuk mengontrol orang lain melakukan hal yang buruk.

Vincent Roeg yang tentu saja tidak mau ketahuan menyuruh anak buahnya untuk melenyapkan semua orang yang mempunyai rekaman tersebut. Eric dan Shelly sedang bahagia-bahagianya ketika anak buah Roeg masuk ke apartemen Eric dan membunuh keduanya. Dalam film ini, gagak dipercaya mengantarkan arwah manusia ke alam baka. Tapi dalam sebuah kasus, seperti Eric yang terlalu dendam kesumat, kematian bisa ditunda. Sekarang Eric mempunyai kesempatan kedua untuk mengejar orang-orang yang telah membunuh kebahagiaannya.

Review:

Adegan dalam film The Crow.Adegan dalam film The Crow. Foto: dok. Lionsgate via IMDB

Sebenarnya kita tidak perlu bertanya "apakah kita perlu adaptasi The Crow lagi?". Jawabannya sudah jelas: tidak perlu.

Versi Alex Proyas yang dirilis 30 tahun yang lalu sudah menjadi adaptasi komik James O'Barr yang bagus. Terlepas dari tragedi yang menewaskan Brandon Lee, The Crow versi 1994 sudah sempurna. Visualnya menghantui, soundtrack-nya paten, dan interpretasi Brandon Lee atas karakter Eric sangat baik. Tapi tentu saja alasan ini tidak akan pernah bisa membuat Hollywood diam. Bagaimana pun juga The Crow adalah intellectual property (IP) yang seksi.

Pembuat The Crow versi terbaru ini sebenarnya sudah berusaha keras untuk membedakan dirinya dengan versi Alex Proyas. Meskipun film ini adalah adaptasi tapi tetap saja ia tidak ingin dibanding-bandingkan dengan seniornya. Keputusan penulis skripnya untuk membuat film ini lebih ke melodrama sebenarnya menarik. Berbeda dengan versi 1994 yang langsung dimulai dengan tragedi, di sini penonton diajak untuk melihat proses Eric dan Shelly jatuh cinta. Selain itu penonton juga diperlihatkan trauma yang menghantui masa kecil Eric. Meskipun adegannya singkat, pondasi ini lumayan kuat untuk membuat saya percaya bahwa Eric berubah menjadi sosok yang penonton temui di awal film.

Menggunakan basis cinta sebagai beton utama sebenarnya tidak salah. Kalau dibuat dengan benar, penonton akan terlibat dengan pembalasan dendam yang akan dilakukan oleh Eric. Dibuat dengan baik, The Crow bisa menjadi salah satu film yang paling memuaskan tahun ini. Sayangnya sutradara Rupert Sanders terlalu terlena dengan drama percintaannya sehingga film ini jadi kehilangan daya tarik utama yang justru membuat The Crow menarik.

Adegan dalam film The Crow.Adegan dalam film The Crow. Foto: dok. Lionsgate via IMDB

Berbeda dengan versi 1994 yang hanya membutuhkan waktu lima menit bagi Alex untuk bangkit dari kubur dan memulai misinya, The Crow yang ini butuh sekitar setengah jam sampai akhirnya karakter Bill Skarsgård melakukan hal yang sama. Dan bukannya Alex langsung mulai balas dendam, film ini malah menghabiskan waktu untuk menjelaskan eksposisi tentang cara kerja "keajaiban" yang dialami Alex. Adegan eksposisi pertama sebenarnya masih oke tapi Sanders melakukannya beberapa kali sehingga film ini melempem dengan cepat.

Bagian buruknya tidak berhenti di sana. Film ini juga tidak mampu menghadirkan penjahat yang lebih menarik daripada yang hadir sekarang.

The Crow ditulis O'barr yang berduka karena pengalaman tragis yang menimpa kekasihnya saat itu. Keputusan film versi 1994 untuk tidak membuat penjahatnya tidak spesial (mereka hanyalah penjahat yang bosan) membuat kemarahan karakter utamanya menjadi lebih pekat. Tidak ada plot besar, Alex dan Shelly hanya orang baik yang apes. Baylin dan Schneider mencoba melakukan hal yang banyak dilakukan film-film zaman sekarang. Roeg dan kroni-kroninya lebih besar daripada hidupnya. Tapi sayangnya mereka terjebak dalam karikatur. Danny Huston sebagai pemain memang lumayan berhasil membuat karakternya agak sedikit lebih punya daging. Tapi secara keseluruhan ia tidak bisa membantu skrip yang sudah lemah.

Bill Skarsgård sementara itu tampil lumayan meyakinkan sebagai Eric. Ia memang tidak bisa menyamai Brandon Lee tapi setidaknya ia terlihat cukup berkomitmen untuk memerankan karakter ini. FKA Twigs sementara itu agak sedikit gabut tapi chemistry-nya dengan Bill Skarsgård lumayan apik sehingga saya cukup percaya bahwa mereka jatuh cinta. Selain mereka, tidak ada lagi yang menarik untuk dibahas karena pada akhirnya semua karakter jahat akan bertemu dengan Eric.

Dengan visual yang mirip dengan video klip band-band emo awal 2000-an, The Crow yang satu ini akhirnya menjadi bukti bahwa tidak semua IP perlu di-remake. Satu-satunya poin positif film ini adalah adegan aksi di teater yang berdarah-darah dan lumayan hardcore. Sisanya? Lesu dan tidak bernyawa. Kalau kamu kangen dengan sosok Eric, lebih baik nonton versi 1994 saja. Gagak yang satu itu benar-benar menakutkan.

GenreGothic, Thriller, Superhero
Runtime111 minutes
Release Date21 Agustus 2024
Production Co.Hassell Free Productions
The Electric Shadow Company
Davis Films
Pressman Film
Ashland Hill Media Finance
Media Capital Technologies
30West
Highland Film Group
DirectorRupert Sanders
WriterZach Baylin
William Schneider
CastBill Skarsgård
FKA Twigs
Danny Huston


TAGS


MOVIE LAINNYA

SHOW MORE