Bahasa Belitung Terancam Punah! Ini Titik Balik Andrea Hirata Coba Selamatkan

Tia Agnes Astuti
|
detikPop
Penulis Novel Andrea Hirata
Penulis novel Laskar Pelangi saat diwawancarai redaksi detikcom di kawasan Pasar Baru, Jakarta Pusat, pada Kamis (12/6/2025). Foto: Dok.Dinda dan Tia Agnes/ detikcom
Jakarta - Penulis bestseller Laskar Pelangi masih berusaha berupaya menyelamatkan mother tounge atau bahasa daerah Belitung dari kampung halamannya. Setelah kesuksesan Laskar Pelangi yang fenomenal, kini bahasa daerah Belitung terancam punah.

Andrea Hirata asal Manggar, Belitung Timur melakukan riset, mendata kata-kata asli Belitung, dan berupaya menyelamatkannya. Menurutnya, ini bukan lagi sekadar melestarikan.

Novelis Guru Aini itu cerita ada titik balik yang buatnya menyelamatkan bahasa daerahnya. Semuanya berawal dari rasa sedih dan teringat akan ucapan orang tuanya.

Lebih dari 20 kata Belitung yang tahun ini didatanya terancam punah. "Saya dengar dan teringat kata ibu dan ayah saya, yang berkata percuma kau ini menulis buku kalau bahasa ibu atau mother tongue ini gak dikenali lagi," ucap Andrea Hirata saat diwawancarai redaksi detikcom di kawasan Pasar Baru, Jakarta Pusat, pada Kamis (12/6/2025).

Andrea Hirata ngelanjutin omongannya, "Mereka melihat, sebetulnya bukan hanya pemikiran asli saya, orang-orang tua di zaman dulu juga sudah mengingatkan, yang paling mencemaskan adalah kecenderungan buat mengambil bahasa. Anggaplah bukan bahasa Belitung, dijadikan bahasa Belitung dengan akhiran 'e' yang sebetulnya bahasa daerah lain."

Dari situ, ia mulai meriset ke kampung-kampung lalu mencatatnya. Misalnya saja kata 'terkeliap' yang mirip dengan arti seseorang yang sedang tidur tapi sebenarnya tidurnya secara gak sadar tapi bangun lagi. Atau kata 'terkelede' yang dalam bahasa Belitung terbangun tapi di antara tidur.

Rasa ironis itulah yang juga buat Andrea Hirata buat festival kecil di Museum Kata, dan rencananya bakal buat festival serupa tahun ini.

"Gak habis ya cara seniman itu, tinggal otoritasnya aja. Bahasa itu gak ada urgensi politiknya, bahasa gak buat saya tembang pilih. Bahasa ini gak akan menimbulkan bisnis, atau buat saya jadi politisi. Ngapain," ungkapnya tertawa.

"Itulah yang saya rasakan selama 15 tahun ini, 'melipe' (menderita). Saya dalam upaya selama 15 tahun ini, memompa sepeda ayah, jalan nun jauh di sana. Berhenti dari kampung ke kampung," tukasnya.

Obrolan dengan Andrea Hirata gak berhenti sampai di situ saja. Simak artikel berikutnya ya.


(tia/dar)


TAGS


BERITA TERKAIT

Selengkapnya


BERITA DETIKCOM LAINNYA


Belum ada komentar.
Jadilah yang pertama berkomentar di sini

TRENDING NOW

SHOW MORE

PHOTO

VIDEO