Di Balik Cara Menulis Eka Kurniawan

Setiap penulis punya cara tersendiri ketika menuliskan sebuah buku. Sama halnya seperti Eka Kurniawan yang lebih dari dua dekade eksis berkarya dan menerbitkan novel.
Penulis Cantik Itu Luka cerita sebelum menulis sebuah karya tidak ada skema atau struktur yang pasti. Bagi Eka, proses menulis itu seperti sebuah penemuan.
"Buatku yang membuat aku merasa senang buat menulis adalah proses menulis itu penemuan juga. Bukan sesuatu yang ada aspek kerja, buatku dibuat semenyenangkan mungkin," terangnya saat diwawancarai di kantor Gramedia Pustaka Utama (GPU), Palmerah Barat, Jakarta Barat pada Senin (16/12/2024).
Baca juga: Novel 'Gaib' Lelaki Harimau Kini Terbit Lagi |
Ketika menulis pun, Eka merasa ceritanya bisa tiba-tiba saja berbelok.
"Oke, aku mau ke sini tapi tiba-tiba ketemu belok. Bukan berarti nggak ada struktur, kadang-kadang struktur diciptakan sambil jalan juga. Termasuk ya beat juga ada," cerita Eka.
Buat cerita pendek, ia bisa menuliskan cerita sampai 5.000 kata. Jika novel fiksi, bisa lebih panjang dari itu semua.
Kemudian, bagaimana dengan proses riset yang dilakukan oleh Eka Kurniawan?
Kepada detikpop, Eka cerita masih menggunakan riset yang konvensional. Tapi gagasan dasarnya selalu bermula dari sesuatu yang membuatnya penasaran.
"Penasaranku itu adalah jalan, nulis novel atau nggak. Untuk sesuatu aku harus cari tahu, apakah (nanti) dipergunakan atau nggak, sebenarnya bukan urusanku. Buatku yang penting ada rasa ingin tahu," katanya.
"Nantinya ketika sedang jalan nulis semua pengetahuan itu bisa terpakai," sambung Eka.
Sama seperti novel Lelaki Harimau yang tahun ini dirayakan usianya dua dekade dengan peluncuran cerpen Mat Pisau. Menurut Eka, inspirasi Lelaki Harimau memang berasal dari legenda harimau putih yang ada di kampung halamannya.
"Senang dan pernah menonton film 7 Manusia Harimau yang filmnya Ray Sahetapy, kan itu sebenarnya tidak diniatkan untuk riset. Pengetahuan yang datang karena tertarik, ketika menulis itu jadi bagian sesuatu yang aku sudah tahu dan minati," kenang Eka.
Sama halnya dengan Anjing Mengeong Kucing Menggonggong, Eka menceritakan kisah Sato Reang yang bermula dari minat hubungan orang Indonesia dengan agama Islam.
"Minat itu muncul sebelum aku menulis, ada banyak yang aku baca, tanya orang, dengerin orang bercerita melebihi apa yang bisa aku tulis. Bahan harus lebih banyak daripada yang aku tulis," pungkasnya.
(tia/dar)