Menelusuri Karya Nesar Eesar dan Mujahidin Nurrahman di Komunitas Salihara

Dari pintu masuk, pencinta seni bakal disuguhi pemandangan tenda-tenda dengan atributnya. Layaknya tenda pengungsi jadi penampakan pertama ketika masuk ke ruang pamer.
Dalam ruang pamer, karya seni Mujahidin Nurrahman berpadu dengan Nesar Eesar yang khas banget dengan jaket pelampung oranye. Dalam setiap lukisan maupun karya seni instalasi, ia selalu menyimbolkan figur atau sosok mengenakan pelampung.
13 tahun yang lalu, Nesar Eesar pindah ke Indonesia dan memulai pendidikannya di jurusan Seni Rupa di ISI Yogyakarta dan mengambil gelar magister di ITB, Bandung. Sejak awal berkarier sebagai seniman, ia selalu mengangkat isu sosial tentang pengungsi dari pengalaman personal.
![]() |
"Tentunya (semua karya seni) saya dari pengalaman personal. Sebagai orang Afghanistan, saya punya pengalaman mengungsi dan menjadi seorang pengungsi. Keluar dari negaranya," buka Nesar Eesar saat mengobrol dengan detikcom di Galeri Nasional Indonesia, beberapa waktu yang lalu.
Isu sosial tentang pengungsi dan kemanusiaan jadi gagasan penting baginya untuk berkarya.
"Semakin ke sini, ada semakin banyak perang, pengungsi semakin banyak. Mereka juga manusia, mau kehidupan yang normal. Perlu kita menghentikan perang dan hidup dengan damai," tegasnya.
Nesar Eesar yang kerap menghadirkan lukisan dan karya seni grafis yang penuh dengan simbol dalam estetika post-tradition yang dapat dikaji melalui ikonografi, etnografi, dan antropologi.
Dalam pameran seni Theatre and the Other Self, mereka menyelidiki identitas dan gagasan tentang 'diri'. Bagi kedua seniman, dengan latar budaya dan sejarah yang berbeda, gagasan akan "diri sendiri" telah lama dibayangi oleh narasi dari luar dirinya.
![]() |
Situasi ini menempatkan mereka dalam ruang yang berakar pada warisan representasi dan pandangan oriental Barat. Kedua seniman memperdalam geografi identitas yang pelik, yang memungkinkan masa lalu-ditandai oleh perubahan-perubahan politik dan budaya-untuk terus menoreh dirinya pada wajah masa kini, memungkinkan berbagai cara membentuk diri, serta upaya menyikapi citraannya.
Penasaran gimana kolaborasi di antara keduanya? Cus, segera merapat ke Salihara Arts Centre ya.
(tia/dar)