Di sudut barat daya Pulau Tarakan, Kalimantan Utara, berdiri megah Peningki Laid, situs cagar budaya yang menyimpan jejak sejarah kolonial Belanda. Dulunya tempat ini adalah perkampungan masyarakat Tidung, yang kemudian diubah menjadi benteng pertahanan militer Belanda pada masa kolonial.
Kini, Peningki Laid menjelma sebagai taman wisata sejarah yang tak hanya mengedukasi, tetapi juga menggerakkan roda ekonomi lokal melalui kolaborasi pemerintah dan masyarakat.
Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Kebudayaan, Kepemudaan, Olahraga, dan Pariwisata (Disbudporapar) Kota Tarakan, Abdul Salam mengungkapkan bahwa Peningki Laid resmi ditetapkan sebagai situs cagar budaya pada tahun 2020.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Peningki Laid memiliki nilai strategis karena posisinya ideal untuk mengamankan perairan selatan dan barat Tarakan," ujarnya kepada detikKalimantan, Senin (25/8/2025).
Peningki Laid bukan sekadar bukit biasa. Pada 1930-an, Belanda membebaskan lahan di kawasan ini dari masyarakat Tidung dengan kompensasi, untuk dijadikan basis militer.
"Tidak ada pemaksaan seperti di wilayah jajahan lain. Pembebasan lahan dilakukan dengan ganti rugi, kemungkinan melalui perusahaan minyak BPM (Bataafsche Petroleum Maatschappij)," cerita Abdul.
Situs ini dilengkapi infrastruktur militer canggih pada masanya, seperti meriam artileri pantai bertenaga listrik, pillbox bunker, gudang amunisi, dan gardu pembangkit listrik. Letaknya di perbukitan dekat garis pantai menjadikan Peningki Laid titik pantau utama untuk jalur perairan menuju Pelabuhan Malundung.
"Secara geografis, Peningki Laid sangat strategis untuk pertahanan maritim kala itu," tambah Abdul.
Kini, Peningki Laid bukan hanya situs bersejarah, melainkan destinasi wisata yang ramai dikunjungi. Pemerintah Kota Tarakan telah membangun fasilitas seperti jogging track, gazebo, dan toilet untuk mendukung pengunjung, mulai dari pelari sore, pesepeda, hingga pelajar yang ingin belajar sejarah.
![]() |
"Kami ingin Peningki Laid tidak hanya dilestarikan, tetapi juga menjadi ruang rekreasi dan edukasi," ujar Abdul.
Upaya ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Selain penetapan situs pada 2020, sembilan objek peninggalan di Peningki Laid telah resmi dilindungi pada 2023.
Pemerintah juga terus mengembangkan situs ini melalui delineasi dan zonasi, memetakan area untuk pelestarian, parkir, hingga zona kuliner, guna mewujudkan visi taman wisata sejarah.
Peningki Laid kini menjadi titik kumpul warga Tarakan. Wisata ini menjadi pilihan untuk membawa keluarga liburan ke tempat terbuka, yang bisa dikunjungi setiap hari dan tanpa biaya masuk.
Pedagang kecil mulai bermunculan, menjajakan makanan dan minuman untuk pengunjung. Pelajar juga sering berkunjung, baik secara mandiri maupun didampingi Disbudporapar, untuk belajar sejarah.
"Antusiasme masyarakat sangat positif. Ini menjadi kebahagiaan bagi kami," tutur Abdul.
Meski begitu, tantangan seperti vandalisme dan sampah masih ada. Pemerintah bekerja sama dengan Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Samarinda untuk menunjuk juru pelihara dan memperkuat pengawasan.
"Tahun ini, kami fokus pada delineasi untuk memastikan area pengembangan sekaligus menjaga peninggalan tetap utuh," kata Abdul.
Dengan 74 situs cagar budaya di Tarakan, termasuk tiga basis utama di Peningki Laid, Juwata Laut, dan Karungan, kota ini berpotensi besar sebagai destinasi wisata sejarah.
(aau/aau)