Hotel di Kaltim Lesu, Disarankan Turunkan Harga Bila Perlu

Hotel di Kaltim Lesu, Disarankan Turunkan Harga Bila Perlu

Yuda Almerio - detikKalimantan
Senin, 07 Jul 2025 22:00 WIB
Industri perhotelan di Kalimantan Timur sedang menghadapi tekanan berat seiring menurunnya tingkat penghunian kamar (TPK) selama empat bulan terakhir.
Ilustrasi hotel di Samarindaa saat malam hari/Foto: Yuda Almerio/detikKalimantan
Samarinda -

Industri perhotelan di Kalimantan Timur sedang menghadapi tekanan berat seiring menurunnya tingkat penghunian kamar (TPK) selama empat bulan terakhir.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) Kaltim mencatat, tren okupansi hotel terus menurun sejak Januari hingga April 2025. Penurunan paling tajam terjadi pada Maret, dari 53,49 persen di 2024 menjadi hanya 36,43 persen pada 2025, atau turun 17,06 persen secara tahunan (yoy).

Lonjakan tamu sempat terjadi pada April berkat momen libur panjang Idul Fitri. Laporan Dinas Pariwisata Kaltim mencatat sebanyak 480.626 wisatawan berkunjung ke Kaltim selama 1-7 April 2025.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun, mayoritas merupakan wisatawan domestik. Kenaikan itu memberi napas sementara bagi hotel, namun belum cukup memberi kepastian kerja bagi para pegawai.

Kendati demikian, Dinas Pariwisata mulai mengambil sejumlah langkah penyelamatan. Salah satunya mengusulkan insentif pajak bagi hotel yang tidak melakukan PHK, serta mendorong pengaktifan kembali program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) untuk karyawan terdampak.

"Dalam pertemuan bersama PHRI, kami menerima banyak keluhan dari pekerja hotel yang mengalami cuti tanpa gaji," kata Kepala Dinas Pariwisata Kaltim, Ririn Sari Dewi pada Senin (7/7/2025).

Pemerintah daerah juga mendorong kebangkitan sektor MICE (meeting, incentive, convention, exhibition) agar hotel tetap memiliki sumber pendapatan alternatif. "Event besar akan digelar Juli ini di Samarinda dan Balikpapan. Kami libatkan pelaku industri agar mereka mendapat dampak langsung," ujar Ririn.

Namun, ia menekankan penyelamatan sektor ini tak bisa bertumpu pada kebijakan sektoral semata. Efisiensi anggaran turut membatasi ruang gerak pemerintah. Oleh karena itu, kolaborasi lintas sektor menjadi sangat penting.

"Butuh kesadaran bersama bahwa memajukan destinasi wisata harus dilakukan bareng-bareng," ucap Ririn.

Ia juga mengingatkan pentingnya diversifikasi pendapatan oleh pelaku usaha hotel. Tak hanya mengandalkan penyewaan kamar, tapi juga memaksimalkan layanan lain seperti restoran, paket promo, hingga penyewaan ruang rapat.

"Kalau perlu kompromi, ya lakukan. Misalnya menurunkan standar harga demi menjaga cash flow tetap hidup," pungkasnya.




(sun/des)
Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads