Ada banyak ragam kuliner di Kalimantan, apalagi di Pontianak. Ibu kota Kalimantan Barat ini punya banyak ragam kuliner yang lezat, dipengaruhi oleh berbagai budaya.
Bisa dibilang mayoritas kuliner yang terkenal dari Pontianak, dipengaruhi oleh budaya Tionghoa. Sebut saja chai kue, ce hun tiau, lek tau suan, dan masih banyak lagi penganan yang merupakan wujud akulturasi budaya.
Pengaruh Budaya Tionghoa dalam Kuliner Pontianak
Lukisan Laksamana Cheng Ho di pameran 620 tahun pelayaran Laksamana Cheng Ho, Museum Seni Rupa dan Keramik, Jumat (11/7/2025). Foto: (Muhammad Lugas Pribady/detikcom) |
Disadur dari situs Pemerintah Kota Pontianak, penduduk kota berasal dari China, Melayu, Bugis, Jawa, Madura, dan lain sebagainya. Namun, penduduk dari China yang mendominasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dirangkum dari berbagai literatur dan arsip liputan detikcom, Kota Pontianak pun dulu menjadi tempat perdagangan utama di pulau Kalimantan. Kota Pontianak disebut sebagai pintu gerbang daerah Kalimantan Barat karena letaknya sangat strategis dilihat dari lalu lintas laut.
Pantai Kalimantan Barat terletak di jalur lalu lintas laut international yang menghubungkan Nusantara dengan wilayah Asia melalui Selat Malaka. Dengan demikian sejak dulu daerah ini sering menjadi persinggahan kapal-kapal besar.
Banyak pedagang singgah di kota ini untuk transit, termasuk pedagang dari China. Seiring berjalannya waktu mereka bermukim, tinggal, dan menyebar di daerah Kalimantan Barat, termasuk Pontianak.
Sejak abad ke-7, orang Tionghoa mulai menetap di Kalimantan Barat. Perdagangan dan perang menjadi alasan terbesar, mengapa orang Tionghoa dari Tiongkok pindah ke Kalimantan Barat.
Letak Kalimantan Barat di rute perdagangan dari Tiongkok ke India, membuat tempat ini sering dilewati para pelaut. Konon, anak buah Laksamana Cheng Ho menetap dan berbaur di Pontianak pada tahun 1463.
Hampir semua makanan Tionghoa di Pontianak dan Singkawang merupakan makanan khas suku Tiociu dan Hakka, dengan seringnya penggunaan bahan, seperti bengkoang, ebi, dan cuka dalam lauk-pauknya.
Sungai Singkawang yang bermuara di Laut Natuna berada tepat di wilayah ini. Masyarakat Tionghoa yang datang ke Singkawang dan sekitarnya kebanyakan adalah orang Hakka (dari Guangdong) walaupun terdapat sedikit masyarakat Tiociu.
Permukiman yang terbentuk dipengaruhi oleh kehidupan dan kebiasaan masyarakat Hakka. Selain itu ada kelompok lain yang bermigrasi ke Borneo Barat seperti Kanton, Hokkian, dan Hainan. Makanan khas Tionghoa khususnya yang dipengaruhi budaya Hakka mendominasi kedai-kedai makanan dan restoran kecil.
Tidak heran hal tersebut mempengaruhi kuliner di kota khatulistiwa ini. Akulturasi antar etnis yang terjadi di Pontianak menyebabkan kuliner-kuliner di kota ini punya variasi macam dan rasa yang unik.
Selain kulinernya, ada juga kopitiam di Pontianak. Ada kisah di balik menjamurnya kopitiam legendaris milik masyarakat etnis China di Indonesia.
Kopitiam dapat dikatakan menjamur di Indonesia dan keberadaannya sudah ada sejak abad ke-20. Saat itu, mulai banyak kopitiam di Hindia Belanda, termasuk di daerah Pontianak dan Singkawang.
Istilah 'kopitiam' merupakan perpaduan kata dari Bahasa Melayu dan Bahasa China dialek Amoy atau dialek Hokkien. Kata 'tiam' adalah lafal dialek Hokkian yang artinya 'toko'. Jadi, kopitiam diartikan sebagai toko kopi. Kopitiam ini populer di Asia Tenggara, seperti Singapura, Malaysia, dan Indonesia.
Penganan Khas Pontianak yang Adaptasi dari Kuliner China
Selain pengaruh budaya China, di Pontianak sebetulnya juga banyak penduduk dari suku Dayak. Di Kalimantan barat, suku Dayak biasa tinggal di pedalaman seperti Kabupaten Landak, Bengkayang, Sanggau, hingga Sintang.
Oleh sebab itu, beberapa kuliner Dayak pun bisa ditemui di kota ini. Namun bisa dibilang, ragamnya tak lebih mendominasi daripada kuliner hasil akulturasi budaya dengan Tionghoa.
Rata-rata penduduk kota di Kalimantan Barat seperti Pontianak dan Singkawang juga tidak hanya berbahasa Melayu. Sebagian penduduk berbahasa Tionghoa, dan Dayak.
Ini semakin menguatkan banyak pengaruh budaya China di beberapa daerah Kalimantan Barat, salah satunya Pontianak. Sehingga, makanan khas Pontianak memang lebih banyak dipengaruhi oleh cita rasa kuliner China.
1. Mi Tiaw
Salah satu kuliner paling populer yaitu Mi Tiaw. Berupa mie tepung beras lebar dengan aneka topping.
Toppingnya bisa telur, daging sapi, bakso, hingga daging ayam. Mi Tiaw yang mirip seperti sajian kwetiau ini juga bisa disajikan dengan digoreng kering maupun diguyur kuah.
2. Bubur Ikan
bubur ikan Foto: Thinktock/detikFood |
Selain itu ada Jika bubur biasanya identik dengan daging ayam. Lain halnya dengan bubur khas Pontianak yang menggunakan ikan. Meskipun namanya bubur, sebenarnya kuliner masyarakat Tionghoa, Tiochiu ini berbahan nasi yang dicampur daging ikan filet dan disajikan bersama kuah panas.
Kuah buburnya yang gurih dan segar berasal dari bahan-bahan seperti ayam, potongan cumi, bengkoang, dan tebu. Untuk menikmatinya, filet ikan segar diseduh terlebih dahulu selama tiga sampai lima menit di dalam kuah kaldu.
Filet ikannya memang tidak dimasak di atas api, tetapi dimatangkan dengan kuah kaldu gurih yang panas. Walaupun begitu, tidak ada aroma amis dari ikan yang mengganggu.
Sebagai penambah cita rasa, ditambahkan kecap ikan, taburan irisan daun bawang, tumisan bawang putih, tumisan ikan kecap, dan tongcai. Sebelum disantap, kucurkan air jeruk nipis, kecap, sambal, atau taburkan potongan cabai rawit di atasnya.
3. Chai Kwe
chai kwe dumpling khas pontianak Foto: detikfood |
Chai kwe biasa disebut juga sebagai choipan yang berasal dari bahasa Hakka. 'Choi' artinya sayur dan 'pan' artinya kue. Jajanan yang satu ini mirip dumpling.
Kulitnya terbuat dari adonan tepung beras dan tepung sagu yang diuleni hingga kalis. Kulitnya tipis sehingga mudah robek. Untuk isiannya berupa sayuran tumis.
Mulai dari kucai, bengkoang, talas, rebung, kemudian ditambah ebi dan daun bawang. Setelah isian terbungkus dengan kulit, lalu dikukus hingga matang. Choipan biasa disajikan dengan siraman sambal cuka dan bawang putih.
4. Lek Tau Suan
Lek tau suan merupakan jajanan akulturasi China di Pontianak yang mirip bubur kacang hijau. Namun, kacang hijau yang digunakan di sini kulitnya dikupas.
Kemudian, kacang hijau tersebut disangrai dengan mencampurkan gula. Untuk menyangrainya menggunakan api kecil. Kuliner yang satu ini juga disajikan dengan kuah.
Bukan kuah santan, melainkan air rebusan gula dan daun pandan yang ditambah larutan sagu. Kacang hijau yang telah disangrai dimasak lagi dengan kuah sampai teksturnya mengental. Disajikan dengan topping potongan cakue yang digoreng kering.
5. Ce Hun Tiau
Tak hanya gurih saja, jajanan khas Pontianak yang manis ini mirip kolak campur dengan beragam isian. Yang jadi ciri khas adalah bongko berwarna hijau.
Isiannya terdiri dari kacang merah, bongko, santan, gula merah cair, dan es batu. Ceh hun tiau sendiri terbuat dari tepung sagu yang diolah seperti cendol.
Sementara bongko terbuat dari tepung hunkwe, pandan, santan. Rasanya yang manis dan menyegarkan, membuat jajanan ini selalu jadi jajanan favorit di siang hari.
Sumber:
1. Buku Sejarah Sosial Daerah Kotamadya Pontianak oleh Syarif Ibrahim Alqadrie dan Pandil Sastrowardoyo terbitan Depdikbud
2. Buku Profil Struktur, Bumbu, dan Bahan dalam Kuliner Indonesia oleh Murdijati Gardjito dkk
3. Buku Jelajah Kalimantan oleh Nasrudin Ansori
4. Buku Nasi Goreng dan Makanan Sepinggan Lengkap oleh Murdijati Gardjito dkk
5. Buku Kuliner Khas Tionghoa di Indonesia oleh Nicholas Molodysky



