Jejak Budaya Tionghoa di Balik Ragam Lezat Kuliner Pontianak

Anindyadevi Aurellia - detikKalimantan
Rabu, 03 Des 2025 09:38 WIB
Ce Hun Tiau. Foto: Getty Images/iStockphoto/MielPhotos2008
Pontianak -

Ada banyak ragam kuliner di Kalimantan, apalagi di Pontianak. Ibu kota Kalimantan Barat ini punya banyak ragam kuliner yang lezat, dipengaruhi oleh berbagai budaya.

Bisa dibilang mayoritas kuliner yang terkenal dari Pontianak, dipengaruhi oleh budaya Tionghoa. Sebut saja chai kue, ce hun tiau, lek tau suan, dan masih banyak lagi penganan yang merupakan wujud akulturasi budaya.

Pengaruh Budaya Tionghoa dalam Kuliner Pontianak

Lukisan Laksamana Cheng Ho di pameran 620 tahun pelayaran Laksamana Cheng Ho, Museum Seni Rupa dan Keramik, Jumat (11/7/2025). Foto: (Muhammad Lugas Pribady/detikcom)

Disadur dari situs Pemerintah Kota Pontianak, penduduk kota berasal dari China, Melayu, Bugis, Jawa, Madura, dan lain sebagainya. Namun, penduduk dari China yang mendominasi.

Dirangkum dari berbagai literatur dan arsip liputan detikcom, Kota Pontianak pun dulu menjadi tempat perdagangan utama di pulau Kalimantan. Kota Pontianak disebut sebagai pintu gerbang daerah Kalimantan Barat karena letaknya sangat strategis dilihat dari lalu lintas laut.

Pantai Kalimantan Barat terletak di jalur lalu lintas laut international yang menghubungkan Nusantara dengan wilayah Asia melalui Selat Malaka. Dengan demikian sejak dulu daerah ini sering menjadi persinggahan kapal-kapal besar.

Banyak pedagang singgah di kota ini untuk transit, termasuk pedagang dari China. Seiring berjalannya waktu mereka bermukim, tinggal, dan menyebar di daerah Kalimantan Barat, termasuk Pontianak.

Sejak abad ke-7, orang Tionghoa mulai menetap di Kalimantan Barat. Perdagangan dan perang menjadi alasan terbesar, mengapa orang Tionghoa dari Tiongkok pindah ke Kalimantan Barat.

Letak Kalimantan Barat di rute perdagangan dari Tiongkok ke India, membuat tempat ini sering dilewati para pelaut. Konon, anak buah Laksamana Cheng Ho menetap dan berbaur di Pontianak pada tahun 1463.

Hampir semua makanan Tionghoa di Pontianak dan Singkawang merupakan makanan khas suku Tiociu dan Hakka, dengan seringnya penggunaan bahan, seperti bengkoang, ebi, dan cuka dalam lauk-pauknya.

Sungai Singkawang yang bermuara di Laut Natuna berada tepat di wilayah ini. Masyarakat Tionghoa yang datang ke Singkawang dan sekitarnya kebanyakan adalah orang Hakka (dari Guangdong) walaupun terdapat sedikit masyarakat Tiociu.

Permukiman yang terbentuk dipengaruhi oleh kehidupan dan kebiasaan masyarakat Hakka. Selain itu ada kelompok lain yang bermigrasi ke Borneo Barat seperti Kanton, Hokkian, dan Hainan. Makanan khas Tionghoa khususnya yang dipengaruhi budaya Hakka mendominasi kedai-kedai makanan dan restoran kecil.

Tidak heran hal tersebut mempengaruhi kuliner di kota khatulistiwa ini. Akulturasi antar etnis yang terjadi di Pontianak menyebabkan kuliner-kuliner di kota ini punya variasi macam dan rasa yang unik.

Selain kulinernya, ada juga kopitiam di Pontianak. Ada kisah di balik menjamurnya kopitiam legendaris milik masyarakat etnis China di Indonesia.

Kopitiam dapat dikatakan menjamur di Indonesia dan keberadaannya sudah ada sejak abad ke-20. Saat itu, mulai banyak kopitiam di Hindia Belanda, termasuk di daerah Pontianak dan Singkawang.

Istilah 'kopitiam' merupakan perpaduan kata dari Bahasa Melayu dan Bahasa China dialek Amoy atau dialek Hokkien. Kata 'tiam' adalah lafal dialek Hokkian yang artinya 'toko'. Jadi, kopitiam diartikan sebagai toko kopi. Kopitiam ini populer di Asia Tenggara, seperti Singapura, Malaysia, dan Indonesia.




(aau/aau)

Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork