Hutan Lindung Tarakan Jadi Permukiman, Wali Kota Buka Suara

Hutan Lindung Tarakan Jadi Permukiman, Wali Kota Buka Suara

Oktavian Balang - detikKalimantan
Sabtu, 13 Des 2025 22:01 WIB
Plang penanda kawasan hutan lindung di Tarakan roboh.
Hutan lindung Tarakan. Foto: Oktavian Balang/detikKalimantan
Tarakan -

Kondisi kawasan Hutan Lindung Pulau Tarakan, RT 3, Kelurahan Karang Harapan, Tarakan Barat, Kalimantan Utara (Kaltara) telah berubah menjadi permukiman dan kebun warga. Plang penanda kawasan hutan ditemukan roboh. Wali Kota Tarakan Khairul buka suara terkait hal ini.

Khairul mengakui adanya dilema dalam penegakan aturan di lapangan. Namun, ia menegaskan bahwa Pemerintah Kota (Pemkot) Tarakan tidak memiliki kewenangan untuk menindak pelanggaran tersebut.

"Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, urusan kehutanan kini sepenuhnya menjadi ranah Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Pusat," bebernya kepada detikKalimantan, Sabtu (13/12/2025).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kami sendiri tidak bisa bertindak karena tidak punya kewenangan. Pokoknya kalau bunyinya 'hutan, hutan, hutan', berarti pengawasannya dari Dishut (Dinas Kehutanan) Kaltara," sambungnya.

Menurutnya, peralihan kewenangan ini justru menciptakan celah pengawasan yang serius. Jarak kendali yang terlalu jauh antara pemerintah provinsi/pusat dengan lokasi hutan di daerah membuat monitoring menjadi tidak efektif.

"Sementara dengan ada pengawasan Polhut (Polisi Kehutanan) di Kota Tarakan saja kita (dulu) setengah mati melakukan pengawasan hutan. Apalagi, mohon maaf, jika ditarik ke Provinsi dan ke Pusat, rentang kendalinya terlalu jauh," keluhnya.

Masalah kian pelik ketika masyarakat sudah terlanjur mendirikan bangunan permanen di dalam kawasan lindung tersebut. Khairul menyebut situasi ini sebagai komplikasi sosial yang sulit diurai hanya dengan pendekatan kacamata kuda.

"Di situlah komplikasinya. Satu sisi sudah ditempati masyarakat, sementara hal tersebut masih masuk dalam kawasan hutan lindung," ujarnya.

Khairul menyarankan agar persoalan ini segera dibahas serius oleh pemilik kewenangan, yakni Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara dan Pemerintah Pusat, untuk mencari solusi (win-win solution) atau penegakan hukum yang tegas.




(des/des)
Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads