Masyarakat Hukum Adat (MHA) Punan Batu dan Penan Batu Benau di Kalimantan Utara (Kaltara), bersiap mencatatkan sejarah dengan penetapan hutan adat pertama di provinsi tersebut.
Proses verifikasi lapangan untuk MHA Punan Batu telah rampung, sementara MHA Penan Batu Benau memasuki tahap lanjutan. Itu menandai langkah penting dalam pengakuan hak masyarakat adat untuk mengelola hutan secara berkelanjutan.
Proses Verifikasi Hutan Adat
Pejabat Fungsional Pengendali Ekosistem Hutan Ahli Muda Dinas Kehutanan (Dishut) Kaltara, Linda Novita Ding S. Hut menjelaskan verifikasi lapangan untuk MHA Punan Batu dilakukan selama tiga hari.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami memverifikasi kesesuaian dokumen usulan dengan kondisi lapangan, mencakup subjek masyarakat adat dan objek kawasan yang diusulkan," ujar Linda kepada detikKalimantan, Selasa (12/8/2025).
Dari 15.000 hektare yang diusulkan, hanya sekitar 3.000 hektare yang memenuhi syarat sebagai hutan adat. Kawasan tersebut dipastikan bebas dari tumpang tindih kepentingan, seperti konsesi perusahaan, ahli waris kesultanan, atau perambahan. Untuk MHA Penan Batu Benau di Kabupaten Bulungan, proses verifikasi juga terus dikebut.
"Kami mulai diskusi sejak dua tahun lalu. Pada Maret 2025, rapat daring digelar, dan kini verifikasi memasuki tahap lanjutan," tambah Linda.
Kehidupan dan Tantangan MHA Punan Batu
Masyarakat Punan Batu hidup bergantung pada hasil hutan seperti madu, buah-buahan, dan ubi-ubian, tanpa mengembangkan pertanian.
"Hutan adalah rumah dan jiwa mereka. Jika kawasan tidak lagi berhutan, itu akan dikeluarkan dari usulan," kata Linda.
Namun, ancaman terhadap kelangsungan hidup mereka semakin nyata akibat pembukaan lahan masif dan aktivitas perusahaan. Tiga titik Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBBH) bahkan tumpang tindih dengan usulan hutan adat Punan Batu.
"Kawasan yang tumpang tindih akan kami keluarkan, hanya yang clear and clean yang diambil," tegas Linda.
Langkah Menuju Penetapan
Proses penetapan hutan adat masih memerlukan koordinasi dengan pemerintah kabupaten dan desa, termasuk Desa Antutan, untuk memastikan pemahaman masyarakat. Jika kesepakatan tercapai, luasan hutan adat Punan Batu berpotensi bertambah dari 3.000 hektare.
"Beberapa desa meminta penjelasan lebih lanjut. Kami serahkan ke pemerintah kabupaten untuk menjelaskan kepada masyarakat dan kepala desa," ujar Linda.
Untuk MHA Penan Batu Benau, komunikasi intensif dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terus dilakukan. Tim KLHK, termasuk Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL) serta Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari (PHL), akan membahas tumpang tindih dengan PBBH agar proses berjalan lancar.
Capaian Bersejarah Kaltara
Linda menyebut penetapan tersebut sebagai tonggak sejarah. "Ini hutan adat pertama di Kaltara, sebuah pencapaian setelah penantian sejak 2018. Usulan hutan adat Kaltara adalah yang terluas di Indonesia," katanya.
Langkah ini diharapkan menjadi barometer bagi MHA lain di Kaltara, seperti di Kabupaten Malinau, yang juga sedang mengusulkan hutan adat.
Tantangan dan Harapan
Tantangan ke depan adalah menjaga keberlangsungan hidup masyarakat adat tanpa menghilangkan kearifan lokal mereka. Linda menyoroti sifat rentan MHA Punan Batu yang cenderung menghindar saat tertekan.
"Jika hutan terus terkikis, mereka akan semakin terdesak," ujarnya.
Ia meminta pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten untuk mendampingi masyarakat adat agar tetap hidup selaras dengan alam.
Pesan untuk Masyarakat dan Pemerintah
Linda mengajak masyarakat adat memahami makna hutan adat dan tanggung jawab menjaganya. "Masyarakat harus tahu manfaat hutan adat dan bagaimana menjaga agar tidak dieksploitasi," pesannya.
Ia juga meminta pemerintah terus mendampingi masyarakat adat untuk menjaga ruang hidup mereka.
Dengan penetapan hutan adat ini, MHA Punan Batu dan Penan Batu Benau diharapkan dapat mempertahankan cara hidup unik mereka dengan perlindungan hukum. Langkah ini menjadi harapan baru bagi pelestarian budaya dan lingkungan di Kaltara, sekaligus inspirasi bagi daerah lain di Indonesia.
(sun/des)