Sungai Malinau tercemar limbah diduga dari pabrik PT Kayan Putra Utama Coal (KPUC). Ketua adat setempat pun mengecam pencemaran yang merugikan penduduk lokal.
Ketua Lembaga Adat Dayak Lundayeh Malinau Paulus Belapang menyebut air sungai yang menjadi sumber air minum masyarakat kini seperti air racun. Paulus menegaskan bahwa masyarakat adat sejak awal menolak pembuangan limbah ke Sungai Malinau.
"Kami tidak setuju limbah dibuang ke sungai. Tanggul limbah sudah beberapa kali jebol, tapi perusahaan dan pemerintah seolah tidak serius menangani. Sungai Malinau seperti air kubangan babi, masyarakat diberi racun," ujarnya kepada detikKalimantan, Kamis (10/7/2025).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Jika tidak ada solusi dari pemerintah atau pemangku kepentingan, ia mewanti-wanti bahwa masyarakat adat akan menggunakan hukum rimba sebagai jalan terakhir.
"Kami orang Dayak paham hukum rimba. Jika negara dan pemerintah tidak dengar, ini satu-satunya jalan. Kami tidak mengancam, tapi jika penyakit aneh muncul akibat limbah, jangan harap kami diam," tegas Paulus.
Paulus menyoroti kurangnya pengawasan terhadap perusahaan. Ia mengkritik perjanjian tahun 2021 antara pemerintah daerah, perusahaan, dan perwakilan masyarakat, yang dinilainya lebih menguntungkan perusahaan. Paulus juga menyinggung sikap pemerintah daerah yang dinilainya lemah terhadap perusahaan.
"Surat itu membatasi masyarakat untuk protes. Kalau demo, harus musyawarah atau berhadapan dengan keamanan. Ini jelas pro-perusahaan," ungkapnya.
Menurut Paulus, solusi ideal untuk saat ini adalah memindahkan sumber air minum ke sungai lain yang lebih bersih. Misalnya Sungai Sembuak, yang masih alami dan bebas dari aktivitas perusahaan. Namun, alangkah lebih baik jika Sungai Malinau juga tetap dijaga kebersihannya.
"Biaya membangun PDAM baru tidak seberapa dibandingkan keuntungan triliunan perusahaan. Kenapa tidak bisa?" ujarnya.
Sebelumnya diberitakan, sebuah video viral menunjukkan sebuah pabrik di Malinau diduga membuang limbah langsung ke sungai. Hal ini dikaitkan dengan gangguan pasokan air PDAM yang terjadi selama 3 hari.
Warga Trans Malinau Hilir, Kecamatan Malinau Kota, Ogah Becuk, membenarkan kondisi air PDAM yang menurun sejak Minggu malam (6/7) hingga Rabu (9/7). Menurut Ogah, kejadian serupa terjadi hampir setiap minggu. Warga sudah melapor ke pihak PDAM.
"Debitnya berkurang, warnanya keruh seperti Milo. Untuk bau tidak ada, tapi dampaknya ke kulit bisa berkurap," ujarnya kepada detikKalimantan, Rabu (9/7/2025).
(des/des)