Distribusi Solar di Tarakan Terhambat, Kapal Sulit Kirim Sembako ke Pelosok

Distribusi Solar di Tarakan Terhambat, Kapal Sulit Kirim Sembako ke Pelosok

Oktavian Balang - detikKalimantan
Kamis, 10 Jul 2025 07:00 WIB
Aktivitas bongkar muat di Pelabuhan Tengkayu I Tarakan.
Aktivitas bongkar muat di Pelabuhan Tengkayu I Tarakan. Foto: Oktavian Balang/detikKalimantan
Tarakan -

Distribusi bahan bakar minyak (BBM) subsidi jenis solar di Tarakan mengalami kendala. Padahal, pasokan solar ini dibutuhkan untuk kapal-kapal tradisional yang mengangkut sembako ke wilayah pelosok. Mulai dari Tanjung Selor, Malinau, Tana Tidung, Sebatik, hingga Sungai Nyamuk.

Masalah ini dikemukakan Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Pelayaran Rakyat (Pelra) Tarakan, Nanrang. Dia menyebut kapal-kapal tidak mendapatkan izin untuk mendistribusikan BBM ke Pelabuhan Tengkayu I Tarakan. Padahal sudah ada persetujuan alokasi BBM subsidi dari Pertamina Pusat, baik dari Balikpapan maupun Tarakan.

"Masalahnya, kami tidak diizinkan lewat Pelabuhan Tengkayu I. Padahal, ini kebutuhan kapal tradisional yang mengangkut sembako untuk masyarakat di kampung-kampung," ujar Nanrang, Rabu (9/7/2025).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurutnya, BBM subsidi sangat penting karena dapat menekan biaya angkut. Jika terpaksa menggunakan BBM non-subsidi, biaya operasional kapal melonjak hingga Rp 13.500 per liter.

Saat ini, ada 17 kapal yag tergabung dalam DPC Pelra Tarakan. Karena sulitnya distribusi BBM, Nanrang mengaku mereka terpaksa membeli BBM ilegal dari tengkulak yang mengantre di SPBU dengan jumlah satu hingga dua jeriken saja.

"Harga BBM dari tengkulak tidak stabil, kisaran Rp 10 ribu hingga Rp 15 ribu per liter, jauh di atas harga subsidi resmi. Sekitar Rp 1,3 juta per drum," ujarnya.

Nanrang telah berupaya meminta izin ke Dinas Perhubungan Provinsi melalui surat kepada UPTD Pelabuhan. Namun, dia menyebut izin tersebut ditolak dengan alasan keamanan, seperti risiko kebakaran.

Salah satu pemilik kapal, Ari, menyebut kelangkaan BBM subsidi membuatnya terpaksa membeli solar dari tengkulak. Dia harus merogoh kocek antara Rp 1.900.000 hingga Rp 2.100.000 per drum.

"Kami harus hati-hati saat mengisi BBM karena takut ketahuan petugas. Ini berdampak pada pengiriman. Kalau barang yang dimuat tidak sesuai target, kami nombok," ungkap Ari.

Rata-rata kebutuhan BBM untuk 17 kapal DPC Pelra mencapai 35 ton per bulan. Empat sampai lima kapal kapal beroperasi setiap hari tergantung kebutuhan. Tanpa akses BBM subsidi, biaya operasional membengkak dan memengaruhi harga sembako di wilayah pelosok.

Sementara itu, Kepala UPTD Pelabuhan Tengkayu I Tarakan Muhammad Roswan menegaskan pihaknya hanya bertindak sebagai pelaksana teknis. Dia membenarkan bahwa pihak DPC Pelra Tarakan telah mengajukan izin. Namun, pihaknya masih menunggu keputusan dari Dishub Kaltara terkait izin pengisian BBM untuk kapal barang.

"Kalau mau izin, silakan ajukan ke Dishub. Dari Dishub sudah rapat dengan Pelra, dan solusinya direncanakan akan ditempatkan di pelabuhan perikanan," ujar Roswan, Rabu (9/7/2025).

Menurut Roswan, pemilik kapal lebih memahami risiko pengisian BBM. Ia juga menegaskan bahwa selama ini kapal barang hanya melakukan pelansiran BBM, bukan pengiriman.

"Kalau hanya melansir, itu urusan mereka. Tapi kalau mengirim BBM, kami akan kenakan tarif sesuai ketentuan," tegasnya.




(des/des)
Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads