Satgas Penanggulangan Aktivitas Ilegal Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN) menemukan tambang ilegal di delineasi IKN. Luasannya mencapai 4.000 hektare (Ha). Pihak Otorita IKN pun mengambil langkah tegas atas temuan ini.
Dikutip dari detikFinance, Satgas Penanggulangan Aktivitas Ilegal menyebut tambang tanpa izin tersebut telah menyebabkan kerusakan lingkungan serta kerugian ekonomi dan sosial yang signifikan. Kepala Otorita IKN Basuki Hadimuljono menyatakan bahwa Otorita IKN bersama-sama dengan Satgas akan mengambil langkah tegas untuk menghentikan segala bentuk aktivitas ilegal di IKN.
"Kami telah memasang plang larangan agar tidak ada pihak manapun melakukan aktivitas tambang di kawasan hutan lindung," ujar Basuki dalam keterangannya, Kamis (16/10/2025).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Plang dipasang di bekas tambang ilegal yang terletak di Bukit Tengkorak, Taman Hutan Raya Bukit Soeharto, Kabupaten Kutai Kartanegara. Langkah ini juga didukung oleh Polda Kalimantan Timur yang diwakili oleh Kasubdit Harda Ditreskrimum Polda Kaltim, AKBP Harun Purwoko. Basuki menerangkan para pengusaha tambang wajib melakukan reforestasi di bekas area tambang.
"Kami berkomitmen untuk terus mendukung Otorita IKN dalam menyelesaikan penanggulangan aktivitas ilegal ini," imbuh Basuki.
Sementara itu Direktur Penegakan Pidana Kementerian ESDM Ma'mun mengimbau kepada masyarakat untuk segera mengurus legalitas usaha apabila memang menjalankan usaha tambang di sekitar IKN.
"Tentu kami selalu mendukung program pemerintah, kasihan kekayaan alam kita yang sangat besar bisa kita manfaatkan untuk kepentingan masyarakat. Silahkan masyarakat mempelajari bagaimana bisa mengurus administrasinya agar usahanya bisa terdaftar secara legal," ujarnya Ma'mun.
Sebelumnya, Dirtipidter Bareskrim Polri Brigjend Nunung Syaifuddin mengungkap adanya tambang batu bara ilegal di kawasan Taman Hutan Raya Bukit Soeharto, Samboja, Kutai Kartanegara, Kaltim. Aktivitas pertambangan itu menurutnya tak hanya merusak alam dan berdampak pada marwah IKN, tapi juga merugikan negara.
Kerugian ditaksir sebesar Rp 5,7 triliun. Nunung menyebutkan potensi kerugian batu bara yang hilang akibat ditambang sejak 2016 sampai 2024 mencapai Rp 3,5 triliun.
"Lalu kerusakan hutan atau kayu sekitar Rp 2,2 triliun, lalu kerugian lingkungan akan dihitung kembali dan kerugian akan lebih besar karena variabel kehilangan dan kerusakan tidak hanya pohon saja. Sedikitnya sudah terjadi kerugian senilai Rp 5,7 triliun," ujarnya, dilansir detikJatim.
Artikel ini telah tayang di detikFinance.
(des/des)
