Isu orientasi seksual LGBT menjadi salah satu pembahasan yang paling disoroti dalam sidang lanjutan kasus kematian Prada Lucky Chepril Saputra Namo, Selasa (28/10). Sebab, isu ini disebut-sebut menjadi pemicu penyiksaan terhadap Prada Lucky hingga tewas pada Agustus 2025 lalu.
Mengutip detikBali, ayah dan ibu Prada Lucky, Serma Chrestian Namo dan Sepriana Paulina Mirpey, hadir kembali sebagai saksi dalam sidang di Pengadilan Militer III-15 Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) tersebut. Sidang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Mayor Chk Subiyatno, didampingi Hakim Anggota I Kapten Chk Dennis Carol Napitupulu dan Hakim Anggota II Kapten Zainal Arifin Anang Yulianto.
Dalam kesempatan itu, Serma Chrestian kemudian mempertanyakan bukti terkait tudingan LGBT terhadap mendiang anaknya. Oditor Militer Letkol Chk Yusdiharto langsung memberikan jawaban dan menegaskan bahwa tidak ada bukti yang mengarah pada isu tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Izin Bapak, saya mau tanya apa bukti dari saksi dan terdakwa kalau mereka isukan anak saya itu LGBT?" tanya Chrestian.
"LGBT saksi dan terdakwa hanya asumsi belaka. Mereka tidak bisa membuktikan," jawab Yusdiharto.
Fakta baru dalam persidangan disampaikan oleh salah seorang saksi, Prada Richard Bulan. Richard menyebut memang ada perlakuan keji dari atasan kepada dirinya dan Lucky agar mereka mengaku sebagai penyuka sesama jenis.
Adapun atasan yang disebutkan Richard yakni atas nama Letda Inf Made Juni Arta Dana. Richard menyebut dirinya dipaksa untuk mengaku sebagai gay dan memiliki hubungan dengan Lucky. Richard juga mengaku dipaksa melepas busana, kemudian seorang rekan letting bernama Prada Egianus Kei mengoleskan cabai halus di area privat saksi.
"Perintah ini sekitar jam 21.15 Wita. Dia perintah, 'Kamu (Nimrot Laubura) ke dapur ambil cabai, diulek, bawa ke sini, lalu saya disuruh telanjang," kata Richard menirukan perintah Made Juni.
"Saya disuruh nungging dan membuka pantat langsung dilumuri dia (cabai) ke anus saya. Lalu saya diperintahkan pakai celana, saat itu saya rasa pedih dan panas. Kami disuruh berdiri lalu digabungkan dengan mendiang Prada Lucky," sambungnya.
Menurut Richard, perlakuan itu terjadi pada 28 Juli 2025 lalu. Sebelum itu, Richard menyebut Pratu Imanuel Nimrot Laboura membawanya ke ruang staf intel. Letda Made Juni telah menunggu di ruangan tersebut. Richard sempat membantah dirinya sebagai LGBT. Jawaban itu membuatnya terus dipukuli, sehingga kemudian Richard mengaku terpaksa berbohong.
"Saya ditanya berapa kali LGBT tapi saya terpaksa berbohong supaya tidak dipukuli lagi. ... Kami dicambuk saat tidak mengaku sekitar 5 sampai 6 kali. Setelah saya berbohong langsung terdakwa berhenti," tuturnya.
