Polisi mengungkap fakta baru dalam kasus sindikat perdagangan bayi ke Singapura. Para agen yang memperdagangkan bayi tersebut mendapat kompensasi diduga sampai Rp 200 juta.
Dikutip dari detikJabar, nominal transaksi itu diketahui dari pemeriksaan 12 akta notaris yang didapatkan di kediaman pelaku Siu Ha (59) alias Eni. Eni berperan sebagai agen pembuat dokumen palsu serta mencari orang tua palsu.
Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Jawa Barat (Jabar) Kombes Surawan mengatakan pihaknya masih mendalami proses adopsi bayi oleh orangtua di Singapura itu. Polisi juga mendalami fee yang diterima para pelaku yang terlibat tindak pidana perdagangan orang (TPPO) ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita lihat proses adopsi di sana seperti apa, ada fee untuk Indonesia agen," kata Surawan, Kamis (31/7/2025).
Surawan menjelaskan kompensasi yang didapatkan para agen yakni sebesar SGD 20.000 atau setara Rp 254 juta (SGD 1 = Rp 12.720). Namun, belum dapat dipastikan bagaimana aturan atau kriteria pemberian fee tersebut.
"Kompensasi itu apakah fee atau apa (belum diketahui terkait aturan agen fee). Lebih di atas 20 ribu dolar Singapura (nominal)," ungkapnya.
Polda Jabar juga bekerja sama dengan Interpol untuk menelusuri 12 akta notaris yang mencantumkan nama orang tua asuh, apakah legal atau ilegal.
"Apakah itu masuk kategori penjualan, perdagangan, apakah ada aturan adopsi di sana. Kita cek di sana apakah legal atau ilegal, kalau di sini sudah jelas TPPO (proses pengadopsian di Indonesia yang dilakukan para tersangka tak sesuai aturan)," lanjutnya.
Dari hasil pemeriksaan, diketahui transaksi pembayaran diatur oleh Lie Siu Luan (69) alias Lily alias Popo alias Ai. Dia berperan sebagai agen Indonesia atau pelaku utama dalam kasus sindikat perdagangan bayi ini.
"Persalinan, makanan (kebutuhan) bayi, segala macam, termasuk mengurus, fee dikasih setelah dilahirkan. Komunikasi antara si Popo dan agensi di sana, video call, oke, diberangkatkan bayi ke Pontianak," ujarnya.
Setelah bayi-bayi itu sampai di Pontianak, mereka dititipkan ke pengasuh. Para pengasuh itu juga membuat dokumen serta mencari orang tua palsu. Orang tua palsu mendapat bayaran Rp 10 juta. Sudah 20 orang ditangkap dalam kasus ini, sedangkan dua orang masih buron.
Artikel ini telah tayang di detikJabar.
(des/des)