Sebuah foto beredar menunjukkan terpidana pembunuh Juwita, Jumran, tengah berada di bandara dikawal personel militer berseragam TNI AL. Jumran diduga dipindah ke Balikpapan. Hal ini membuat keluarga Juwita kecewa.
Kakak kandung Juwita, Subpraja, mengutarakan kekecewaannya atas pemindahan Jumran. Menurutnya pemindahan ini tiba-tiba. Dia memastikan akan mengawal kasus ini hingga mendapatkan keadilan.
"Kami ingin kasus adik kami dibuka setuntas-tuntasnya, agar tidak ada tuduhan dan spekulasi lagi," tegas Praja, Selasa (1/7/2025).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu, kuasa hukum Juwita M Pajri menyebut Jumran dipindah dari wilayah hukum Banjarbaru ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Balikpapan. Padahal menurutnya, proses hukum terhadap Jumran sebelumnya telah berjalan secara terbuka dan profesional.
Proses penyidikan oleh penyidik Polisi Militer di Pangkalan TNI AL (Lanal), pelimpahan tahap dua ke Oditurat Militer, hingga persidangan di Pengadilan Militer dan pembacaan putusan pidana penjara seumur hidup telah dilaksanakan secara transparan. Oleh karena itu, Pajri mempertanyakan pemindahan yang terkesan tidak terbuka ini, karena tidak ada pemberitahuan ke keluarga maupun kuasa hukum.
"Seluruh tahapan dijalankan secara transparan dengan pemberitahuan kepada keluarga dan kuasa hukum. (Pemindahan) ini tidak ada pemberitahuan atau informasi kepada kami kuasa hukum atau keluarga," tegasnya.
Pajri menjelaskan, berdasarkan Pasal 256 ayat (3) UU Nomor 31 Tahun 1997, narapidana militer yang telah dijatuhi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) harus menjalani pidana di lapas umum. Namun ketentuan ini tidak mengatur lokasi geografis. Pemindahan ke luar wilayah tempat kejadian perkara (Banjarbaru) harus mengikuti prosedur pemasyarakatan umum.
Berdasarkan UU Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan, setiap pemindahan narapidana harus diputuskan oleh Kepala Kanwil Kemenkumham, bukan oleh Kepala Oditurat Militer atau pejabat militer lainnya.
"Namun yang menjadi keberatan utama adalah fakta bahwa pemindahan tersebut dilakukan ke luar wilayah locus dan tempus delicti, tanpa urgensi yang jelas," beber Pajri.
Selain menyalahi asas keadilan geografis, tindakan ini bertentangan dengan prinsip non-diskriminasi dan hak-hak narapidana serta korban yang dijamin dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan.
Keluarga mencurigai bahwa pemindahan tersebut justru berpotensi untuk memberikan fasilitas atau perlakuan khusus terhadap pelaku, dengan memilih lokasi yang jauh dari jangkauan keluarga korban dan pengawasan masyarakat.
"Hal ini sangat disayangkan dan dapat mencederai rasa keadilan," ucapnya.
Keluarga Juwita pun dengan tegas menolak pemindahan Jumran ke Balikpapan. Mereka mendesak pengembalian Jumran ke Banjarbaru dan meminta seluruh proses dilaksanakan terbuka dan transparan serta menuntut tanggung jawab Oditurat Militer atas ketidakjelasan informasi.
"Juga mendesak pelaksanaan upacara PTDH secara terbuka," tutup Pajri.
(des/des)