Sekitar 28 tahun yang lalu, Banjarmasin dilanda kerusuhan yang dipicu ketegangan politik menjelang Pemilu 1997. Tragedi yang disebut Jumat Kelabu itu menewaskan lebih dari seratus orang dan menyebabkan banyak orang terluka.
Kerusuhan diwarnai aksi perusakan, penjarahan hingga pembakaran. Mengutip studi Trauma Emosional yang Dialami Masyarakat Banjar Pasca Peristiwa Jumat Kelabu dari Rosalina R dkk, waktu itu dinamika Pemilu berlangsung panas di Banjarmasin. Warga menunjukkan semangat tinggi dalam mengikuti kampanye.
Di sisi lain, muncul kecemasan proses Pemilu tidak berjalan adil. Kecurigaan terhadap rekayasa suara dan tekanan terhadap oposisi, membuat situasi menjadi mudah tersulut.
Puncak ketegangan terjadi pada Jumat, 23 Mei 1997 di sekitar Masjid Noor. Masjid besar dan berpengaruh itu menjadi titik konsentrasi pendukung PPP. Massa berkumpul untuk mengikuti salat Jumat, dan rencananya akan melanjutkan dengan konvoi kampanye terakhir PPP.
Namun, suasana religius dan semangat demokrasi itu berubah menjadi mencekam setelah beredar kabar massa dari Partai Golkar akan melakukan konvoi melintasi jalur yang sama. Saat salat Jumat berlangsung, ada laporan tentang kehadiran sejumlah orang tidak dikenal yang diduga memata-matai kegiatan di Masjid Noor.
Kericuhan dipicu insiden pelemparan batu. Emosi massa tersulut dan muncul seruan untuk menghadang konvoi lawan politik. Beberapa orang memimpin massa keluar dari kompleks masjid menuju jalan-jalan utama di kota, terutama ke kawasan pertokoan dan tempat ibadah nonmuslim. Dalam hitungan menit, kerusuhan yang bermula dari satu titik mulai menjalar. Aksi massa berubah dari orasi politik menjadi perusakan dan penjarahan.
Menurut Khoirun Ni'am dalam studi Kekerasan Bernuansa Agama di Indonesia dan Konsekuensi Pilihan Materi Pendidikan Agama, setelah insiden awal di sekitar Masjid Noor tersebut, kerusuhan merebak cepat ke berbagai penjuru kota. Massa yang semula berkumpul dengan maksud mengikuti kampanye terakhir PPP, berubah menjadi gelombang protes. Ribuan orang turun ke jalan, dan dalam waktu singkat, berbagai pusat ekonomi, rumah ibadah nonmuslim, dan fasilitas publik menjadi sasaran.
Sementara itu, Mitra Plaza dianggap sebagai simbol ketimpangan oleh sebagian warga yang terlibat dalam aksi brutal. Ada pula desas-desus yang menyebut bahwa tempat itu dijadikan sasaran karena ditengarai memiliki keterkaitan ekonomi-politik dengan kelompok tertentu. Meski hal ini sulit diverifikasi secara objektif, satu hal yang pasti: Mitra Plaza menjadi saksi bisu dari keganasan amuk massa, di mana puluhan orang terjebak dalam kobaran api ketika mereka tak sempat menyelamatkan diri.
Korban Tragedi Jumat Kelabu
Kerusuhan Jumat Kelabu mengakibatkan korban jiwa dan luka yang tidak sedikit. Menurut data resmi yang dikutip dalam studi Khoirun Ni'am di atas, sebanyak 123 orang tewas dalam insiden itu. Banyak korban ditemukan hangus terbakar di dalam ruko yang dijarah dan kemudian dibakar oleh massa.
Selain korban tewas, ratusan orang mengalami luka-luka, baik karena terkena lemparan batu, luka bakar, maupun terinjak saat berusaha menyelamatkan diri. Korban berasal dari berbagai latar belakang: anak-anak, perempuan, lansia, hingga pekerja yang sedang berada di lokasi kejadian.
Rumah, toko, tempat ibadah, kendaraan, dan kantor pemerintah menjadi puing. Total kerugian diperkirakan mencapai puluhan miliar rupiah, belum termasuk trauma psikologis yang ditinggalkan kepada para korban.
Artikel Selengkapnya dalam Link di Bawah Ini:
Baca juga: Mengenang Tragedi Jumat Kelabu Banjarmasin |
(sun/des)