Sengketa Lahan Santung, Aliansi Anti-Mafia Tanah Desak BPN-DPRD Selesaikan

Sengketa Lahan Santung, Aliansi Anti-Mafia Tanah Desak BPN-DPRD Selesaikan

Oktavian Balang - detikKalimantan
Senin, 14 Apr 2025 09:00 WIB
Anggota DPRD, Pemkot Tarakan, RT dan pihak Santung bicarakan sengketa lahan.
Anggota DPRD, Pemkot Tarakan, RT dan pihak Santung bicarakan sengketa lahan. Foto: Oktavian Balang/detikKalimantan
Tarakan -

Aliansi Masyarakat Anti-Mafia Tanah di Kota Tarakan, Kalimantan Utara, menyoroti lambannya penyelesaian sengketa lahan yang menimpa warga bernama Santung. Hingga kini, 81 hari sejak pengajuan Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada 20 Januari 2025, Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan DPRD Tarakan belum memberikan kepastian jadwal.

Perwakilan aliansi, Abdulah, mengungkapkan kekecewaannya atas sikap kedua lembaga tersebut.

"Kami ajukan RDP sejak Januari, tapi sampai sekarang belum ada tanggal pasti. BPN bilang pengukuran selesai dalam dua minggu, tapi janji itu lewat begitu saja," ujarnya kepada detikKalimantan, Minggu malam (13/4/2025).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Abdulah menjelaskan, BPN telah mengonfirmasi bahwa dokumen sengketa lahan Santung sudah lengkap dan diserahkan ke DPRD. Namun, DPRD berdalih jadwal padat dan agenda dinas luar sebagai alasan penundaan.

"DPRD punya wewenang untuk memaksa, tapi kenapa RDP tak kunjung dijadwalkan? Ini membuat kami curiga," tegasnya.

Aliansi mencium adanya dugaan maladministrasi dalam penerbitan sertifikat lahan yang disengketakan. Menurut Abdulah, BPN bahkan telah mengakui adanya kesalahan prosedur dan berencana menggelar mediasi. Namun, hingga kini, langkah konkret belum terlihat.

"Kami tidak mau menuduh, tapi 81 hari bukan waktu singkat. Kalau tak ada solusi, kami akan ambil langkah lain," katanya.

Kasus Santung bukanlah yang pertama. Abdullah mengatakan setidaknya ada delapan pengaduan serupa yang terdeteksi, tetapi belum tersentuh karena fokus pada kasus ini.

"Banyak warga Tarakan jadi korban mafia tanah. Ada yang beli lahan kecil, tapi klaim lahan luas tanpa izin pemilik sah. Ini sering terjadi di Kerikil dan Laut Tanah," ungkapnya.

Jika hingga Senin (14/4/2025) tidak ada respons, aliansi berencana menggelar hearing langsung ke DPRD dengan melibatkan lebih banyak perwakilan warga. Mereka juga menyiapkan Plan B, yakni mengadu ke Wali Kota Tarakan hingga menggalang aksi bersama warga lain yang mengalami sengketa serupa.

"Kami ingin penyelesaian damai, tapi kalau diabaikan, kami akan memperluas gerakan ini. BPN harus bekerja sesuai prosedur, DPRD sebagai wakil rakyat harus tegas. Jangan karena kami rakyat kecil, hak kami diabaikan," tuturnya.

Respons DPRD

Sementara itu, Komisi I DPRD Kota Tarakan memutuskan menunda Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait sengketa lahan Santung hingga awal Mei 2025. Penundaan ini disebabkan oleh agenda mendesak penyusunan Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) dan pembahasan anggaran perubahan 2025.

Ketua Komisi I DPRD Tarakan Adyansa menjelaskan bahwa RDP membutuhkan waktu panjang untuk memastikan semua pihak didengar secara menyeluruh. Namun, fokus DPRD saat ini tertuju pada agenda prioritas.

"RDP ini bisa satu hari penuh agar tuntas. Tapi, karena ada LPJ dan anggaran perubahan, kami fokus ke situ dulu. Insya Allah awal bulan depan diagendakan," ujar Adyansa kepada detikKalimantan, Minggu (13/4/2025).

Tim detikKalimantan berupaya menghubungi Kasi Sengketa BPN Tarakan Adrianus Liubana. Namun hingga berita ini diturunkan, baik BPN maupun belum memberikan pernyataan resmi.




(des/des)
Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads