Babukung adalah tradisi kematian masyarakat Dayak Tomun. Guna memberikan bantuan material sekaligus menghibur keluarga duka, masyarakat Dayak Tomun hadir sembari menari mengenakan topeng. Namanya luha, ialah topeng tradisional yang biasanya menyerupai wajah hewan.
Para penari yang disebut bukung, akan meliukkan tarian dengan mengenakan luha. Tari-tarian ini kemudian disebut dengan istilah Babukung.
Keindahan gerak tari, keunikan irama musik, dan keeksotisan topeng tersebut kemudian dilestarikan. Di Kalimantan Tengah, ritual ini kemudian diadopsi menjadi sebuah festival yang digelar setiap tahun dalam rangka pelestarian budaya sekaligus mendorong geliat pariwisata, terutama di Kabupaten Lamandau.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tentang Tarian Babukung
Tradisi Babukung dari Kalimantan Tengah. Foto: laman Kementerian Pariwisata/MMC Kalimantan Tengah |
Dirangkum dari arsip catatan detikcom dan laman resmi Kementerian Pariwisata, tarian Babukung atau habukung merupakan budaya khas Kalimantan Tengah, tepatnya berasal dari Kabupaten Lamandau dan merupakan adat dari masyarakat Dayak Tomun. Babukung dulu dikenal sebagai ritual kematian Suku Dayak Tomun dan dalam agama Kaharingan.
Tarian ini merupakan ritual yang kerap kali ditampilkan saat terdapat anggota masyarakat yang meninggal. Biasa dilaksanakan dengan angka ganjil yaitu minimal 3 malam, 5 malam, 7 malam, atau seterusnya sesuai dengan kemampuan.
Babukung adalah tarian yang menggunakan topeng dengan karakter hewan tertentu yang oleh warga setempat disebut Luha. Sedangkan para penarinya disebut Bukung.
Tarian ini dipentaskan dengan tujuan menghibur keluarga yang sedang berduka, sembari menyerahkan bantuan. Bukung-bukung biasanya datang dari desa tetangga atau kelompok masyarakat di sekitar rumah warga yang mengalami kedukaan.
Babukung adalah tarian ritual dalam upacara kematian yang merupakan bagian dari kekayaan budaya dan adat Lamandau. Seiring berjalannya waktu, tradisi Babukung yang awalnya merupakan upacara pengiring arwah leluhur, kini terus diperkenalkan kepada masyarakat luas sebagai bagian dari kekayaan budaya dan adat khas Lamandau, Kalimantan Tengah.
Makna Tradisi Babukung
Tradisi Babukung dari Kalimantan Tengah. Foto: laman Kementerian Pariwisata/MMC Kalimantan Tengah |
Bukan cuma sebagai ritual kematian, tari Babukung kini ditampilkan di festival sebagai wujud menjaga sikap adat gotong royong, empati dan kesetiakawanan terhadap masyarakat di Lamandau.
Hal tersebut dicerminkan dari tarian ini yang berusaha menghibur dan membantu anggota keluarga yang ditinggalkan dengan tarian dan musik yang dilakukan. Setiap karakter hewan memiliki perbedaan dalam iringan musik yang menghantarkannya.
Masyarakat yang menari pun turut memberikan berbagai bantuan baik berupa sembako, hewan ternak, ataupun hal-hal lainnya yang dapat meringankan beban para anggota yang ditinggalkan. Tak hanya menyuguhkan tarian dengan topeng yang indah, tetapi penggunaan topeng ini pun memiliki makna filosofis yang cukup dalam bagi masyarakat.
Saat babukung dan mendengar ada kabar ada yang meninggal melalui suara gong yang dipukul, mereka akan turun untuk membantu. Supaya tidak tau siapa yang membantu, maka mereka menggunakan luha.
Ketika ada anggota masyarakat Dayak penganut Kaharingan yang meninggal, para Bukung biasanya datang dari desa lain atau dari kelompok masyarakat tertentu untuk memberikan hiburan bagi keluarga yang berduka. Mereka melakukannya dengan menabuh alat musik dan menari sambil menyerahkan berbagai bentuk sumbangan, seperti uang, bahan makanan, hingga hewan ternak seperti babi atau ayam.
Upacara Babukung memiliki tujuan untuk menolak serta menyerap roh-roh jahat di sekitar lokasi, sehingga tidak mengganggu perjalanan arwah yang baru wafat maupun arwah yang sedang menjalani prosesi Tiwah.
Tarian Babukung dilakukan saat mengiringi upacara penguburan, bisa juga sebelum mayat dikubur, maupun saat ada upacara Tiwah. Adat ini dari dulu masih terjaga dan dipraktikkan oleh sebagian masyarakat di Kabupaten Lamandau.
Ritual ini sering dijumpai pada beberapa daerah di Kalimantan Tengah yang masih kental dengan agama Kaharingan, seperti Kabupaten Katingan dan Kabupaten Lamandau. Namun dalam perkembangannya terdapat penurunan dari masyarakat yang mempraktikkannya, karena beralih kepercayaan.
Maka Pemerintah Daerah berusaha untuk merawat dan mengenalkan tradisi babukung yang memiliki nilai-nilai budaya yang sangat tinggi. Setiap desa, kelurahan dan kecamatan di Lamandau menggelar event babukung setiap tahunnya. Bahkan hingga sampai saat ini Tari Babukung ini selalu menjadi langganan di Kalender of Event dari Kementerian Pariwisata.


