Setiap akhir Oktober, sebagian masyarakat dari berbagai belahan dunia bersiap menyambut malam Halloween. Di Indonesia, meski bukan tradisi lokal, perayaan ini kerap disemarakkan di pusat perbelanjaan, sekolah internasional, hingga kafe-kafe besar.
Banyak anak muda yang mengenakan kostum ala penyihir, vampir, atau bahkan cosplay menjadi tokoh terkenal tanpa benar-benar memahami dari mana tradisi itu berasal dan apa makna di baliknya.
Halloween memiliki akar sejarah panjang yang tidak lepas dari kepercayaan kuno bangsa Keltik di Eropa ribuan tahun lalu. Dari sebuah ritual spiritual yang sakral, Halloween kemudian bertransformasi menjadi perayaan budaya populer yang mendunia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tak jarang yang menjadikan perayaan ini sebagai perdebatan. Banyak yang bingung tentang batas antara hiburan dan penyerupaan budaya asing.
Asal Usul Halloween
Dikutip dari Encyclopedia Britannica, akar Halloween berasal dari festival Celtic kuno bernama Samhain, yang diselenggarakan oleh kaum Pagan ribuan tahun lalu di Eropa Barat. Mereka meyakini bahwa pada malam 31 Oktober, batas antara dunia manusia dan arwah menjadi sangat tipis. Roh-roh diyakini keluar dari alam kematian dan berkeliaran di bumi, membawa kesialan atau gangguan bagi manusia.
Untuk melindungi diri, masyarakat menyalakan api unggun besar dan mengenakan pakaian serta topeng menyeramkan agar para roh tidak mengenalinya. Inilah awal dari tradisi mengenakan kostum dalam Halloween.
Berabad-abad kemudian, ketika agama Kristen menyebar di Eropa, perayaan Samhain berakulturasi dengan All Hallows' Eve, yaitu malam sebelum Hari Raya Semua Orang Kudus. Dari sinilah istilah Halloween lahir. Lambat laun, maknanya bergeser dari ritual spiritual menjadi pesta rakyat dan hiburan.
Kini, Halloween diisi dengan kegiatan trick-or-treat, mengukir labu (jack-o'-lantern), hingga pesta kostum yang mengusung tema seram tanpa makna keagamaan yang jelas.
Menariknya, tradisi yang dulunya hanya ada di Eropa kini juga hadir di negara-negara mayoritas Muslim. Di Riyadh, Arab Saudi misalnya, perayaan Halloween sempat ramai diperbincangkan karena banyak warga yang mengenakan kostum suster, dokter, atau karakter horor di tengah kota yang selama ini dikenal konservatif. Fenomena itu menunjukkan betapa budaya global telah menembus batas sosial dan agama.
Bolehkah Muslim Merayakan Halloween?
Dalam salah satu hadis Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Abu Dawud disebutkan:
Ω ΩΩΩ ΨͺΩΨ΄ΩΨ¨ΩΩΩΩ Ψ¨ΩΩΩΩΩΩ Ω ΩΩΩΩΩΩ Ω ΩΩΩΩΩΩ Ω
"Siapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk bagian dari mereka." (HR. Abu Dawud)
Hadis ini menjadi dasar penting dalam memandang tindakan meniru atau menyerupai budaya dan kebiasaan yang berasal dari keyakinan lain.
Dalam syirah Sunan Abi Dawud berjudul Aunul Ma'bud, dijelaskan makna hadis tersebut secara lebih mendalam:
Ω ΩΩΩ ΨͺΩΨ΄ΩΨ¨ΩΩΩΩ Ψ¨ΩΩΩΩΩΩ Ω: ΩΩΨ§ΩΩ Ψ§ΩΩΩ ΩΩΩΨ§ΩΩΩΩΩ ΩΩΨ§ΩΩΨΉΩΩΩΩΩΩ ΩΩΩ : Ψ£ΩΩΩ ΨͺΩΨ²ΩΩΩΩΩ ΩΩΩ ΨΈΩΨ§ΩΩΨ±Ω Ψ¨ΩΨ²ΩΩΩΩΩΩΩ Ω Ψ ΩΩΨ³ΩΨ§Ψ±Ω Ψ¨ΩΨ³ΩΩΨ±ΩΨͺΩΩΩΩ Ω ΩΩΩΩΨ―ΩΩΩΩ Ω ΩΩΩ Ω ΩΩΩΨ¨ΩΨ³ΩΩ Ω ΩΩΨ¨ΩΨΉΩΨΆ Ψ£ΩΩΩΨΉΩΨ§ΩΩΩ Ω Ψ§ΩΩΩΨͺΩΩΩΩ . ΩΩΩΩΨ§ΩΩ Ψ§ΩΩΩΩΨ§Ψ±ΩΩ : Ψ£ΩΩΩ Ω ΩΩΩ Ψ΄ΩΨ¨ΩΩΩΩ ΩΩΩΩΨ³Ω Ψ¨ΩΨ§ΩΩΩΩΩΩΩΨ§Ψ±Ω Ω ΩΨ«ΩΩΩΨ§ Ω ΩΩΩ Ψ§ΩΩΩΩΨ¨ΩΨ§Ψ³ ΩΩΨΊΩΩΩΨ±Ω Ψ Ψ£ΩΩΩ Ψ¨ΩΨ§ΩΩΩΩΨ³ΩΩΨ§ΩΩ Ψ£ΩΩΩ Ψ§ΩΩΩΩΨ¬ΩΩΨ§Ψ± Ψ£ΩΩΩ Ψ¨ΩΨ£ΩΩΩΩΩ Ψ§ΩΨͺΩΩΨ΅ΩΩΩΩΩ ΩΩΨ§ΩΨ΅ΩΩΩΩΨΩΨ§Ψ‘ Ψ§ΩΩΨ£ΩΨ¨ΩΨ±ΩΨ§Ψ±
Artinya: "Maksud redaksi 'siapa yang menyerupai suatu kaum', menurut pendapat al-Munawi dan al-Alaqami, adalah berbusana seperti busana mereka, berjalan dan bertingkah seperti mereka. Sedangkan menurut Ali al-Qari, siapapun yang menyamakan dirinya dengan kaum kafir, misalnya dalam hal pakaian atau hal lain yang berkaitan dengan mereka, atau dengan kaum fasik, durjana, ahli tasawuf, maupun orang-orang saleh, maka ia termasuk menyerupai mereka."
Penjelasan ini menegaskan bahwa penyerupaan tidak terbatas pada pakaian semata, tetapi mencakup sikap, perilaku, dan simbol yang digunakan. Maka, ikut merayakan Halloween dengan meniru cara berpakaian dan gaya khas budaya non-Islam, terutama jika berakar dari simbol keagamaan lain, bisa menjadi bentuk penyerupaan yang perlu dihindari.
Meski demikian, Islam adalah agama yang menilai segala sesuatu dengan keadilan. Dalam kitab Bughyah al-Mustarsyidin, para ulama merinci hukum menyerupai orang kafir menjadi tiga tingkatan:
- Jika penyerupaan dilakukan dengan niat menyetujui atau mengikuti keyakinan mereka, maka hukumnya bisa menjatuhkan pelakunya pada kekafiran.
- Jika penyerupaan dilakukan tanpa niat mengikuti agama mereka, tetapi hanya meniru kebiasaan atau tradisinya, maka hukumnya berdosa.
- Jika kemiripan terjadi secara tidak sengaja atau tanpa niat meniru, maka hukumnya makruh.
Dari ketiga kategori ini, terlihat bahwa niat menjadi penentu utama. Namun, ulama menekankan pentingnya kehati-hatian, karena terkadang tindakan yang dianggap remeh bisa mencerminkan penerimaan terhadap simbol-simbol di luar ajaran Islam.
Arus globalisasi membuat budaya Barat mudah diterima. Di sinilah pentingnya literasi budaya dalam Islam. Umat tidak dilarang untuk menikmati hiburan, tetapi harus tahu batasannya. Sebab, Islam bukan hanya agama yang mengatur ibadah, tetapi juga menjaga izzah (kemuliaan) dan syiar umatnya.
Pengasuh Lembaga Pengembangan Dakwah dan Pondok Pesantren Al-Bahjah Cirebon, Prof KH Yahya Zainul Ma'arif atau akrab disapa Buya Yahya, menjelaskan dalam laman YouTube Al Bahjah TV dan Buya Yahya. Dalam video yang diunggah 1 November 2022 tersebut, dijelaskan bahwa perayaan Halloween bukanlah budaya orang Islam.
"Semestinya tidak ikut-ikutan. Jadi bukan tradisi umat Islam, jadi jangan ikut-ikutan. Jika ada orang muslim yang mengikutinya maka semoga Allah memberikan hidayah dan tahun depan tidak ikut-ikutan lagi. Itu adalah perayaan yang orang Islam tidak boleh ikut-ikutan," ucap Buya Yahya.
"Kita jaga iman kita, kalau ada kejadian seperti itu misalnya Arab Saudi merayakan, kita tidak mengikuti itu kita ikuti syariat Allah dan Nabi Muhammad. Kita bukan ikut negaranya, ikut aqidah yang benar," lanjutnya.
Sementara itu dari laman NU Jatim disebut perayaan seperti Halloween, Valentine's Day, atau tradisi Barat lainnya sebaiknya tidak diikuti oleh umat Islam. Sebab, di dalam Islam sudah ada bentuk ekspresi lain yang penuh makna dan berpahala, seperti peringatan Maulid Nabi, Isra Mi'raj, dan kegiatan sosial yang berlandaskan syukur.
Dengan demikian, umat Islam bisa tetap bahagia tanpa kehilangan jati diri, serta menjaga agar akidah tidak tercampur dengan nilai-nilai budaya yang tidak sejalan.
Seperti yang telah dibahas sebelumnya, hukum merayakan Halloween bergantung pada niat dan cara pelaksanaannya. Tetapi yang lebih utama adalah menjaga identitas keislaman agar tidak larut dalam budaya yang tidak memiliki nilai ibadah.
Wallahu a'lam bishawab.