- Pamali Banjar: 1. Pamali bacaramin sambil barabah, bisa mati ditembak pater (Pantang bercermin sambil berbaring, bisa disambar petir) 2. Pamali bagambar batiga, bisa tapisah, nang di tangah badahulu mati (Pantang berfoto bertiga, bisa terpisah, yang di tengah lebih dulu meninggal) 3. Pamali banyu mata gugur ka awak urang mati, kaina urang matinya bisa kasakitan (Pantang air mata jatuh ke badan orang mati, nanti orang matinya bisa kesakitan) 4. Pamali hapayung di rumah, sama lawan mamayungi urang mati (Pantang menggunakan payung di dalam rumah, sama dengan memayungi orang mati) 5. Pamali guring batiharap atawa batiharung, kaina ditinggalakan mati kuitan (Pantang tidur tengkurap, nanti ditinggal mati orang tua) 6. Pamali guring di pasahapan sambil bamukana, lakas mati (Pantang tidur di atas sajadah sambil memakai mukena, cepat mati) 7. Pamali limbah kamatian manggangan nangka, kaladi atawa makanan bagatah-gatah, kaina ada pulang nang handak mati (Pantang setelah kematian memasak nangka, keladi, atau makanan bergetah, nanti ada lagi yang meninggal) 8. Pamali manyiangi parut kalatau, bisa mati ditembak pater (Pantang membersihkan perut ikan kalatau, nanti bisa mati disambar petir) 9. Pamali manyimpan baju urang nang sudah mati, kaina urang itu mamakai baju buruk di akhirat (Pantang menyimpan baju orang yang sudah meninggal, nanti dipakai lusuh oleh almarhum di akhirat) 10. Pamali mambawa makanan nang babungkus ka rumah urang nang imbah kamatian sabalum 40 hari, kaina ada pulang nang handak mati (Pantang membawa makanan berbungkus ke rumah orang yang baru terkena musibah sebelum 40 hari, nanti ada lagi yang meninggal) 11. Pamali manapuk bantal lawan talapak tangan, bisa manunggui urang mati saurangan (Pantang menepuk bantal dengan telapak tangan, bisa menunggui orang mati sendirian) 12. Pamali mamotong kuku di malam hari, kaina pendek umur (Pantang memotong kuku saat malam hari, nanti cepat mati)
Dalam kehidupan masyarakat Banjar, pamali menjadi bagian penting sebagai pedoman sehari-hari. Pamali mengandung nasihat, perlindungan, bahkan cara halus untuk mendidik generasi muda agar tidak melakukan hal yang dianggap berbahaya atau tidak pantas.
Bukan hanya mengatur tentang kehidupan, pamali juga mengatur tentang kematian. Pamali biasanya disampaikan dengan bahasa singkat, tegas, dan sering diembel-embeli kata mati agar pendengarnya merasa takut untuk melanggar.
Namun di balik kalimat menakutkan itu, tersimpan banyak makna yang juga memengaruhi. Berikut beberapa pamali Banjar terkait kematian, dikutip dari buku Pamali Banjar terbitan Balai Bahasa Banjarmasin (2006).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pamali Banjar:
1. Pamali bacaramin sambil barabah, bisa mati ditembak pater (Pantang bercermin sambil berbaring, bisa disambar petir)
Larangan ini ditujukan untuk orang yang suka bercermin sambil tiduran. Dari sisi logika, bercermin dalam posisi berbaring sangat berbahaya karena cermin bisa jatuh dan pecah, lalu serpihannya dapat melukai mata.
Agar terdengar lebih menakutkan, penutur pamali menambahkan ancaman 'disambar petir'. Ini adalah bentuk peringatan keras agar orang benar-benar tidak melakukannya.
Di balik kalimat sederhana itu, pamali mengajarkan tentang keselamatan diri. Orang Banjar memakai pamali bukan semata-mata menakut-nakuti, tapi juga cara mendidik agar berhati-hati dalam beraktivitas.
2. Pamali bagambar batiga, bisa tapisah, nang di tangah badahulu mati (Pantang berfoto bertiga, bisa terpisah, yang di tengah lebih dulu meninggal)
Pamali ini sangat terkenal, bahkan masih dipercaya hingga sekarang. Dasarnya, masyarakat Banjar punya keyakinan bahwa jika jumlah orang ganjil dalam suatu kebersamaan, maka posisi kosongnya akan diisi iblis. Karena itu, orang yang di tengah dianggap paling rawan terkena musibah, bahkan diyakini akan lebih cepat meninggal.
Walaupun tidak terbukti secara ilmiah, pamali ini berfungsi sebagai aturan sosial yang membuat orang lebih berhati-hati dan menghindari suasana yang dianggap bisa membawa nasib buruk. Kini pamali ini juga menjadi bentuk kearifan lokal dalam melihat hubungan manusia dengan takdir.
3. Pamali banyu mata gugur ka awak urang mati, kaina urang matinya bisa kasakitan (Pantang air mata jatuh ke badan orang mati, nanti orang matinya bisa kesakitan)
Pamali ini erat kaitannya dengan ajaran Islam yang menekankan agar tidak berlebihan menangisi orang yang meninggal. Dalam pandangan orang Banjar, jika air mata jatuh ke jasad, ruh orang mati dianggap akan ikut merasakan kesedihan itu.
Fungsi pamali ini jelas yaitu menahan keluarga agar tetap tabah menghadapi duka. Kalimatnya memang menakutkan, tapi pesannya adalah agar masyarakat menghindari ratapan berlebihan, karena yang paling utama saat ada kematian adalah doa, bukan tangisan.
4. Pamali hapayung di rumah, sama lawan mamayungi urang mati (Pantang menggunakan payung di dalam rumah, sama dengan memayungi orang mati)
Payung punya fungsi melindungi dari panas dan hujan. Namun, di dalam rumah benda ini tidak ada gunanya. Karena itu, jika seseorang membuka payung di dalam rumah, dianggap seperti sedang memayungi jenazah yang dibawa keluar.
Pamali ini punya pesan agar selalu gunakan sesuatu sesuai fungsinya. Selain itu, larangan ini juga menjaga kesakralan benda dan tindakan tertentu agar tidak disalahgunakan.
5. Pamali guring batiharap atawa batiharung, kaina ditinggalakan mati kuitan (Pantang tidur tengkurap, nanti ditinggal mati orang tua)
Tidur tengkurap dianggap tidak baik, bukan hanya dari segi pamali, tapi juga kesehatan. Posisi ini bisa membuat seseorang sulit bernapas, bahkan berisiko pada kesehatan jantung. Orang Banjar lalu merangkai kalimat pamali ini dengan ancaman 'orang tua cepat meninggal' agar terdengar lebih tegas.
Di baliknya, jelas ada pesan agar orang tidak tidur dengan posisi yang membahayakan. Pamali ini menjadi cara untuk menjaga pola hidup sehat.
6. Pamali guring di pasahapan sambil bamukana, lakas mati (Pantang tidur di atas sajadah sambil memakai mukena, cepat mati)
Pamali ini menekankan pentingnya menjaga kesucian alat ibadah. Sajadah dan mukena digunakan untuk salat, bukan untuk tidur. Jika seseorang melanggarnya, pamali ini memberi ancaman 'cepat mati' agar ia benar-benar takut melakukannya.
Secara logika, tidur di atas sajadah dengan mukena bisa membuat keduanya cepat kotor atau lusuh. Pesan tersembunyi dari pamali ini adalah agar masyarakat Banjar selalu menghargai alat untuk ibadah, menjaga kebersihan, dan menempatkan sesuatu sesuai peruntukannya.
7. Pamali limbah kamatian manggangan nangka, kaladi atawa makanan bagatah-gatah, kaina ada pulang nang handak mati (Pantang setelah kematian memasak nangka, keladi, atau makanan bergetah, nanti ada lagi yang meninggal)
Pantangan ini berlaku setelah keluarga ditimpa musibah kematian. Meskipun tidak ada hubungan logis antara memasak makanan bergetah dengan kematian, pamali ini memberi pesan agar keluarga yang sedang berduka tidak sibuk dengan urusan dapur, tapi lebih fokus pada doa dan ibadah untuk almarhum.
Pamali ini bisa dipahami sebagai cara halus untuk mengarahkan keluarga agar menjalani masa berkabung dengan kesederhanaan dan lebih banyak berdoa.
8. Pamali manyiangi parut kalatau, bisa mati ditembak pater (Pantang membersihkan perut ikan kalatau, nanti bisa mati disambar petir)
Larangan ini umumnya ditujukan kepada perempuan, karena mereka yang biasanya menyiangi ikan. Hubungan antara membersihkan ikan kalatau dengan mati disambar petir memang tidak masuk akal. Tetapi, pamali ini membuat masyarakat berhati-hati dan akhirnya hanya membersihkan bagian luar ikan, bukan bagian dalamnya.
Pamali ini adalah contoh bagaimana mitos dijadikan pedoman. Meski tidak bisa dijelaskan secara ilmiah, orang Banjar tetap menaatinya sebagai bagian dari warisan leluhur.
9. Pamali manyimpan baju urang nang sudah mati, kaina urang itu mamakai baju buruk di akhirat (Pantang menyimpan baju orang yang sudah meninggal, nanti dipakai lusuh oleh almarhum di akhirat)
Pamali ini mengandung dua pesan, yaitu secara spiritual mengajarkan agar keluarga tidak terlalu terikat pada kenangan duniawi. Secara sosial, mendorong agar barang peninggalan almarhum lebih baik disedekahkan agar bermanfaat bagi orang lain.
Pamali ini juga berfungsi sebagai proses pelepasan emosi. Dengan tidak menyimpan baju almarhum, keluarga diharapkan lebih cepat menerima kenyataan dan tidak larut dalam kesedihan.
10. Pamali mambawa makanan nang babungkus ka rumah urang nang imbah kamatian sabalum 40 hari, kaina ada pulang nang handak mati (Pantang membawa makanan berbungkus ke rumah orang yang baru terkena musibah sebelum 40 hari, nanti ada lagi yang meninggal)
Pamali ini sejalan dengan ajaran Islam yang melarang membuat pesta makan-makan di rumah duka. Masyarakat Banjar menegaskan aturan itu lewat pamali dengan membawa nasi bungkus dianggap sebagai tanda akan ada kematian lagi.
Maknanya jelas yaitu rumah duka bukan tempat bersenang-senang. Pamali ini menjaga agar keluarga berduka benar-benar bisa melewati masa berkabung dengan tenang, tanpa distraksi dari kegiatan pesta atau makan-makan.
11. Pamali manapuk bantal lawan talapak tangan, bisa manunggui urang mati saurangan (Pantang menepuk bantal dengan telapak tangan, bisa menunggui orang mati sendirian)
Pamali ini menekankan dua hal, yang pertama, aspek kesehatan, karena menepuk bantal bisa membuat debu beterbangan dan menyebabkan gangguan pernapasan. Kedua, aspek simbolik, di mana tindakan itu dihubungkan dengan kesepian dan kematian agar terasa menakutkan.
Dengan pamali ini, masyarakat Banjar mengingatkan bahwa tidur dan peralatan tidur harus dijaga kebersihannya, sekaligus melarang tindakan yang dianggap sia-sia.
12. Pamali mamotong kuku di malam hari, kaina pendek umur (Pantang memotong kuku saat malam hari, nanti cepat mati)
Larangan ini berlaku untuk semua orang, laki-laki maupun perempuan. Alasannya sederhana adalah di masa lalu, malam hari gelap karena belum ada listrik, sehingga memotong kuku rawan melukai jari. Agar larangan itu ditaati, masyarakat Banjar menambahkan ancaman 'cepat mati'.
Pamali ini memperlihatkan kearifan lokal dengan nasihat kesehatan dikemas dengan mitos kematian agar mudah diingat dan dipatuhi generasi muda. Pamali Banjar terkait kematian menunjukkan bagaimana masyarakat menanamkan nilai-nilai melalui bahasa yang singkat, tegas, dan menakutkan.
Dengan demikian, pamali tidak hanya berfungsi sebagai larangan, tapi juga sebagai cermin kearifan lokal masyarakat Banjar yang mengajarkan hidup hati-hati, sederhana, dan penuh hormat kepada orang yang sudah tiada.
Baca juga: 6 Pamali Banjar dalam Kehidupan Sehari-hari |
(sun/des)