Mereka adalah Suku Balik, salah satu komunitas adat yang merupakan penghuni asli wilayah Ibu Kota Nusantara (IKN). Suku Balik mungkin tak kerap didengar seperti Suku Dayak, padahal namanya melekat pada Balikpapan, salah satu kota terbesar di Kalimantan.
Suku Balik yang kini lebih dikenal sebagai Paser Balik diketahui merupakan kelompok etnis yang mendiami Sepaku di Penajam Paser Utara dan Kota Balikpapan, Kalimantan Timur. Konon, nama Kota Balikpapan diambil dari nama suku ini.
Mengenal Suku Balik
Suku Balik yang kini lebih dikenal sebagai Paser Balik diketahui merupakan kelompok etnis yang mendiami Sepaku di Penajam Paser Utara dan Kota Balikpapan, Kalimantan Timur. Konon, nama Kota Balikpapan diambil dari nama suku ini.
Pada buku Balikpapan Tempo Doeloe oleh Petrik Matanasi, sebetulnya tidak ada klaim dari suatu kelompok rasial etnis (suku) yang ada di Balikpapan bahwa kelompoknya adalah penduduk asli kota ini. Ada yang menyatakan bahwa Suku Pasir Balik sebagai suku asli Balikpapan. Mereka adalah keturunan kakek dan nenek bernama Kayun Kuleng dan Papan Ayun.
Sehingga oleh keturunan dari kakek-nenek tadi, daerah sepanjang Teluk Balikpapan disebut Kuleng-Papan, yang artinya sama saja dengan Balikpapan. Dalam bahasa Pasir, kuleng berarti 'balik'.
Banyak orang-orang Dayak lebih suka tinggal di pedalaman Kalimantan yang belum tereksploitasi. Orang-orang Dayak itu tergolong sebagai orang bersahabat kepada para pendatang.
Kota Pesisir lebih banyak dihuni orang-orang pribumi yang terpengaruh oleh budaya Melayu. Orang-orang Bugis adalah salah satu kelompok ras terbesar yang hidup di Balikpapan, kemudian disusul oleh Jawa, Banjar, Madura dan beberapa suku lain.
Dikutip detikTravel dari Antara, tokoh Forum Kesepakatan Masyarakat Sepaku (FKMS), Sabardin, menyebut orang Suku Balik memang pemalu. Sabardin yang juga keponakan dari Sibukdin, kepala Adat Orang Balik, menyebut sikap tertutup Orang Balik.
Berbeda dari suku-suku lain di Kalimantan Timur seperti Orang Kutai, atau masyarakat di pedalaman seperti Orang Dayak Kenyah, Bahau, Benuaq, Wehea, dan Lundayeh. Suku-suku tersebut gemar berkesenian, menampilkan tarian, pahatan, anyaman, hingga masakan khas.
Bahkan dalam sejarah, beberapa suku memiliki tradisi mengayau, ritual membawa pulang kepala musuh sebagai tanda kepahlawanan. Orang Balik sebaliknya, memilih menghindari konflik.
Keberadaan Suku Balik yang cenderung tersembunyi juga diperkuat oleh letak geografis.
"Kami tinggal di 'ketiak', di sudut Teluk," katanya.
Kecamatan Sepaku juga terisolasi oleh kondisi jalan yang rusak, yang sebelum tahun 2019 bisa memakan 2-3 jam perjalanan dari ibu kota kabupaten di Penajam. Dari arah sebaliknya pun orang lebih memilih jalur Balikpapan-Penajam memakai ferry, daripada melewati Sepaku.
Menurut Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA), lembaga yang didirikan oleh Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) bersama beberapa organisasi masyarakat sipil, Orang Balik awalnya bermukim di Tanjung Gonggot, kawasan yang kini menjadi bagian dari Kota Balikpapan.
Di Tanjung Gonggot, Suku Balik hidup dari hasil hutan, berburu, menangkap ikan, serta menjalin hubungan dengan Kerajaan Kutai dan Kesultanan Paser, keberadaan Orang Balik begitu erat dengan alam, mengikuti ritme kehidupan tradisional yang diwariskan turun-temurun.
Pada abad ke-18, wilayah ini berada di bawah pengaruh Kerajaan Kutai, yang menguasai pesisir Kalimantan Timur, dan Orang Balik turut serta dalam pembangunan kerajaan, bahkan beberapa tokoh adatnya diangkat sebagai pejabat wilayah, menunjukkan Suku Balik diakui oleh kekuasaan saat itu.
Balikpapan yang mulanya bernama Tanjung Gonggot didiami oleh Suku Balik. Pada saat itu, Suku Balik dipimpin oleh Tam Mardipa. Diceritakan suatu hari Tam Mardipa diminta untuk menyumbangkan satu buah papan puti (kayu madu) yang sangat panjang dan lebar ke Kerajaan Kutai.
Papan tersebut Kembali lagi ke Tanjung Gonggot mengikuti Tam Mardipa dari belakang. Kemudian, Tam Mardipa masih berupaya untuk mengantarkan lagi papan tersebut ke Kerajaan Kutai hingga berulang kali.
Kerajaan Kutai kemudian menyebut Tanjung Gonggot dengan sebutan Balikpapan, sebab Balik adalah nama suku dan Papan diambil dari cerita papan yang kembali lagi ke Tanjung Gonggot.
Peta pendudukan Borneo pada 1943 oleh Jepang pada Perang Dunia II dengan label ditulis dalam karakter Jepang, dimana pemukiman suku Balik termasuk dalam wilayah Kutai. Pada abad ke-18, suku Balik mengabdi kepada Kerajaan Kutai Kartanegara dan Kesultanan Paser.
(aau/aau)