Gotong Royong Unik di Malinau, Coreng-coreng Muka Tanda Bahagia

Gotong Royong Unik di Malinau, Coreng-coreng Muka Tanda Bahagia

Oktavian Balang - detikKalimantan
Rabu, 17 Sep 2025 21:00 WIB
Di balik keindahan alamnya, masyarakat Dayak di Desa Tanjung Nanga, Malinau Selatan Hulu, Kabupaten Malinau, memegang teguh tradisi menugal, atau menanam padi.
Tradisi menugal, atau menanam padi/Foto: Istimewa
Malinau -

Gotong royong merupakan sebuah nilai luhur yang kian memudar di perkotaan, namun masih hidup dan lestari di pedalaman Kalimantan Utara. Salah satunya senguyun.

Di balik keindahan alamnya, masyarakat Dayak di Desa Tanjung Nanga, Malinau Selatan Hulu, Kabupaten Malinau, memegang teguh tradisi menugal, atau menanam padi.

Kepala Desa Tanjung Nanga, Roni Jonatan, menuturkan tradisi menugal menjadi ajang bagi seluruh warga untuk saling membantu. Dari membuka lahan hingga panen, setiap tahapan dilakukan bersama-sama. Senguyun, sebutan untuk sistem gotong royong bergiliran, menjadi kunci utamanya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kalau kami menyebutnya senguyun. Semisal hari ini menugal di tempat saya, besoknya di tempat tetangga, begitu terus bergiliran sampai semua selesai. Itu salah satu hal unik yang selalu kami jalankan." jelas Roni kepada detikKalimantan, Rabu (17/9/2025).

Keunikan lain dari tradisi tersebut adalah ritual yang dilakukan setelah menugal. Para petani akan saling mencoreng wajah dengan arang, simbol dari kebahagiaan dan niat tulus. Menurut Roni, ritual ini diyakini para tetua untuk memastikan hasil panen yang
melimpah.

"Cerita dari orang tua dulu, maknanya agar kita menugal dengan hati yang senang, jangan dalam keadaan tidak baik. Kalau hati senang, hasilnya pasti memuaskan," ungkap Roni, melalui panggilan telepon.

Proses menugal sendiri dimulai pada April dengan menebas lahan. Setelah itu, dilanjutkan dengan menebang pohon, memotong dahan, dan membakar lahan saat musim kemarau, biasanya antara bulan Agustus hingga September.

"Dalam prosesnya, rasa ikhlas dan kerja sama yang baik menjadi kunci lancarnya kegiatan tersebut," jelasnya.

Di balik keindahan alamnya, masyarakat Dayak di Desa Tanjung Nanga, Malinau Selatan Hulu, Kabupaten Malinau, memegang teguh tradisi menugal, atau menanam padi.Warga menikmati hidangan dari tuan rumah/ Foto: Istimewa

Roni mengisahkan pengalamannya, saat mengajak warga menugal, puluhan orang hadir tanpa diminta. Pada suatu kesempatan, hampir 80 orang bergotong royong di lahannya yang seluas 1-2 hektare.

"Sebagai wujud terima kasih kepada warga yang telah membantu dengan ikhlas, tuan rumah menyediakan makanan dan juga tape, kata Roni dengan nada ceria.

Roni tidak menampik tantangan yang dihadapi tradisi ini. Arus modernisasi dan kesibukan masyarakat membuat semangat gotong royong sedikit demi sedikit mulai pudar, terutama di kalangan generasi muda.

"Saya melihat, kalau dulu satu kampung itu pergi semua jika ada Senguyun. Sekarang, masing-masing memiliki kesibukan. Anak muda pun kurang menunjukkan ketertarikan dengan kegiatan gotong royong," kata Roni sambil menghela napas.

Meski demikian, Roni menegaskan tradisi menugal tak boleh hilang. Ia sendiri, sebagai pemimpin dan generasi penerus, memberi contoh dan komitmen untuk terus menjaga tradisi tersebut.

"Menugal adalah identitas kami dan warisan budaya warisan leluhur yang masih terjaga," tutupnya.




(sun/bai)
Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads