Di tanah Banjar, kelahiran seorang bayi bukan hanya jadi tanda hadir anggota baru dalam keluarga, melainkan juga awal serangkaian tradisi yang diwariskan turun-temurun. Salah satu tradisi yang paling khas adalah bapukung, yaitu cara tradisional untuk membedong dan menidurkan anak.
Bapukung dipercaya tidak hanya membuat bayi tidur lebih nyenyak, tetapi juga memberikan banyak manfaat kesehatan. Meski kini ilmu medis modern mulai memberi pandangan berbeda tentang praktik membedong bayi, bapukung tetap menjadi bagian dari identitas budaya Banjar.
Mengenal Bapukung
Tradisi bapukung dilakukan dengan menggunakan kain panjang yang diikatkan menyerupai ayunan. Anak akan didudukkan lalu dibungkus rapat dengan kain tersebut, hingga bagian tubuhnya seperti tulang belakang dan pinggul tertopang dengan baik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski terlihat sederhana, ikatan ini dilakukan dengan teknik khusus, dengan kain dililit kuat, tetapi tidak menyakiti anak. Bagi masyarakat Banjar, cara ini sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari sejak dahulu kala.
Filosofi dan Fungsi Bapukung
Dikutip dari arsip Museum Kota Samarinda, bapukung mencerminkan kearifan lokal masyarakat Banjar dalam merawat bayi. Tradisi ini mengandung filosofi tentang kedekatan, rasa aman, serta perhatian penuh orang tua terhadap anaknya. Dengan balutan kain yang hangat, anak merasa dipeluk, seolah-olah berada kembali di dalam rahim ibu.
Selain itu, bapukung juga diyakini memiliki manfaat kesehatan. Beberapa di antaranya adalah:
- Membuat anak tidur lebih nyenyak dan tidak rewel.
- Menjaga posisi tulang belakang atau leher (bagulu) agar tetap tegak.
- Mencegah kelainan tulang belakang seperti bungkuk.
- Menguatkan otot leher, punggung, hingga paru-paru.
- Membantu daya tahan tubuh anak sehingga terhindar dari flu dan masalah pernapasan.
Kepercayaan ini berkembang dari pengalaman panjang masyarakat Banjar yang melihat langsung bagaimana anak-anak tumbuh sehat dengan dibapukung sejak kecil.
Bagi seorang ibu Banjar, bapukung bukan hanya sarana menidurkan anak, tetapi juga membebaskan tangan mereka untuk melakukan pekerjaan rumah. Anak yang sudah terlelap dalam ayunan kain bisa ditinggalkan sebentar, sementara ibunya menyiapkan masakan, mencuci, atau mengurus pekerjaan lainnya.
Dengan begitu, tradisi ini juga menjadi bentuk adaptasi cerdas terhadap ritme hidup masyarakat yang padat aktivitas. Kini, tradisi bapukung mulai jarang dijumpai di perkotaan karena bergeser dengan hadirnya stroller, bouncer, atau ayunan modern.
Namun, di beberapa daerah pedesaan Kalimantan Selatan, tradisi ini masih bertahan. Bahkan, sejumlah komunitas budaya berusaha melestarikannya dengan memperkenalkan bapukung sebagai bagian dari warisan budaya Banjar kepada generasi muda.
Tidak sedikit pula orang tua masa kini yang kembali melirik bapukung karena menilai metode ini sangat sederhana, dan tetap bermanfaat untuk menjaga kenyamanan bayi.
Simak Video "Video K-Talk: Menyanyikan Joseon di Jakarta Lewat Pameran Jongmyo Jeryeak"
[Gambas:Video 20detik]
(aau/aau)