Mengenal Seraung, Topi Khas Dayak yang Unik

Mengenal Seraung, Topi Khas Dayak yang Unik

Nadhifa Aurellia Wirawan - detikKalimantan
Rabu, 27 Agu 2025 12:00 WIB
Seraung, Topi Khas Dayak yang Unik
Seraung, topi khas Dayak yang unik/Foto: Istimewa (dok Kemenpar RI)
Balikpapan -

Kalimantan dikenal bukan hanya karena hutan tropisnya yang luas, tetapi juga karena kekayaan budaya masyarakat Dayak. Salah satu benda budaya yang memiliki nilai fungsional sekaligus simbolik adalah seraung, topi khas Dayak yang hingga kini masih digunakan dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam upacara adat.

Seraung telah lama dikenal sebagai identitas masyarakat Dayak yang mencerminkan kearifan lokal dalam memanfaatkan alam serta menjaga tradisi leluhur. Kalau detikers berkunjung ke pusat oleh-oleh khas Kalimantan, pasti detikers akan mudah menjumpai benda yang satu ini.

Artikel ini akan mengulas asal-usul seraung, bahan pembuatannya, fungsi sosial, hingga makna simbolis yang terkandung di dalamnya. Yuk, simak.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Asal-usul dan Bahan Pembuatan Seraung

Seraung berasal dari tradisi masyarakat Dayak yang hidup dekat dengan alam.Istilah seraung/sauwung umum ditemukan dalam literatur kebudayaan Kalimantan Timur, sementara di beberapa subkelompok Dayak, penutup kepala sejenis hadir dengan nama, bahan, dan dekorasi berbeda, misalnya tapung(anyaman rumput) hingga bluko (rotan berhias manik/bulu).

Dalam Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia karya M. Junus Melalatoa (1995), dijelaskan masyarakat Dayak sangat mahir memanfaatkan hasil hutan, termasuk dalam membuat perlengkapan sehari-hari. Seraung dibuat dari bahan alami seperti rotan, daun nipah, daun pandan, atau bambu yang dianyam hingga membentuk lingkaran lebar menyerupai caping.

Sejumlah kajian tentang kriya Dayak Kenyah menyebut bahan utama seraung adalah daun sang, daun biru, atau rotan yang dikeringkan, dianyam sebagai badan topi, kemudian dilapisi kain terang dan dihias manik-manik/sulaman bermotif Dayak. Teknik ini membuat seraung kuat, tahan cuaca, sekaligus representatif saat tampil dalam acara adat atau pertunjukan.

Proses pembuatannya membutuhkan keterampilan tinggi karena harus kuat, tahan lama, dan nyaman dipakai. Anyaman rotan pada bagian dalam membuat topi ini kokoh, sementara lapisan daun pada bagian luar berfungsi sebagai pelindung dari panas matahari dan hujan. Beberapa seraung bahkan dihias dengan motif ukiran khas Dayak, sehingga topi ini bukan hanya benda fungsional tetapi juga bernilai estetis.

Fungsi Seraung dalam Kehidupan Sehari-hari

Secara praktis, seraung digunakan masyarakat Dayak sebagai pelindung kepala saat bekerja di ladang, berladang padi huma, atau saat berburu di hutan. Bentuknya yang lebar mampu melindungi wajah dan tubuh bagian atas dari terik matahari dan hujan tropis Kalimantan.

Namun, seraung tidak hanya dipandang sebagai alat sehari-hari, melainkan juga simbol status sosial. Pada beberapa sub-etnis Dayak, seraung dengan hiasan tertentu hanya boleh dikenakan oleh tokoh adat atau kepala suku. Maka itu, seraung juga merefleksikan hierarki sosial dalam masyarakat Dayak.

Makna Simbolis dan Peran dalam Upacara Adat

Seraung memiliki kedudukan penting dalam berbagai ritual adat. Dalam upacara panen padi misalnya, topi ini sering dikenakan oleh pemuka adat sebagai simbol perlindungan dan berkah dari leluhur. Bentuknya yang melingkar dianggap melambangkan siklus kehidupan, sedangkan bahan alami yang digunakan menunjukkan keterhubungan manusia Dayak dengan alam.

Seraung juga sering digunakan dalam pertunjukan tari tradisional Dayak. Dalam konteks ini, seraung tidak hanya berfungsi sebagai kostum, tetapi juga sarana memperlihatkan identitas etnik dan kebanggaan budaya.

Meskipun modernisasi membawa banyak perubahan, seraung tetap eksis dan digunakan sampai saat ini. Selain digunakan dalam aktivitas sehari-hari, topi ini kini juga menjadi produk kerajinan tangan yang dipasarkan sebagai oleh-okeh khas Kalimantan.

Bahkan, beberapa desainer lokal memodifikasi seraung menjadi aksesori yang dapat dipadukan dengan busana modern, tanpa menghilangkan nilai tradisinya.




(sun/aau)
Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads