Banyak Orang Jepang di Tarakan Sebelum Penjajahan, Ini Buktinya

Jejak Jepang di Tarakan

Banyak Orang Jepang di Tarakan Sebelum Penjajahan, Ini Buktinya

Oktavian Balang - detikKalimantan
Kamis, 14 Agu 2025 14:00 WIB
Tugu Perabuan Jepang di Tarakan.
Tugu Perabuan Jepang/Foto: Oktavian Balang/detikKalimantan
Tarakan -

Di Kota Tarakan, Kalimantan Utara, ada dua monumen bersejarah yakni Tugu Perabuan Jepang dan Tugu Australia yang masih berdiri sebagai saksi bisu pra dan pasca-Perang Dunia II.

Meski telah ditetapkan sebagai cagar budaya, dua tugu ini menghadapi tantangan dalam pelestarian akibat minimnya perawatan dan dokumentasi. Apa cerita di balik monumen-monumen tersebut, dan mengapa pelestariannya begitu penting?

Tugu Perabuan Jepang

Terletak di Jalan Imam Bonjol Gang 3, Markoni, Tarakan, Tugu Perabuan Jepang menjadi penanda keberadaan komunitas Jepang di Tarakan sejak 1930-an. Menurut Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Kebudayaan, Kepemudaan, Olahraga, dan Pariwisata Kota Tarakan, Abdul Salam, tugu ini didirikan pada 12 Desember 1933 sebagai tempat peringatan abu jenazah warga Jepang yang meninggal di Tarakan dan sekitarnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Masyarakat Jepang saat itu bukan militer, melainkan pedagang dan pekerja swasta,"ujar Abdul kepada detikKalimantan, Kamis (14/8/2025).

Berdasarkan data sensus Belanda tahun 1936, setidaknya ada 10 kepala keluarga Jepang yang tinggal di Tarakan. Mereka berprofesi sebagai pekerja non-pemerintahan.

Tugu yang terbuat dari susunan bata disemen menyerupai pagar beton itu, dihiasi aksara kanji yang mengukuhkan fungsinya sebagai monumen peringatan.

"Tugu ini menunjukkan bahwa jauh sebelum invasi militer Jepang pada 1942, komunitas Jepang sudah hidup harmonis di Tarakan," tambah Abdul.

Pemerintah Kota Tarakan telah membuka dua tugu tersebut untuk umum sebagai media pembelajaran sejarah lokal. "Kami berupaya menjadikan tugu-tugu ini sebagai objek studi bagi generasi muda," kata Abdul.

Sementara itu, pemerhati sejarah kolonialisme Belanda dan Perang Dunia II, Yusuf Sofian menyebut tugu ini dibangun di Markoni yang pada masa kolonial merupakan pusat aktivitas ekonomi dan sosial.

"Markoni adalah jantung Kota Tarakan saat itu, sehingga wajar jika tugu ini didirikan di sana," jelasnya.

Dua tugu tersebut telah ditetapkan sebagai cagar budaya berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2010. Bersama 74 situs bersejarah lainnya di Tarakan, keduanya dilaporkan setiap tahun ke pemerintah pusat. Namun, kondisi fisik kedua tugu memprihatinkan.

"Minimnya perawatan dan dokumentasi membuat tugu-tugu ini kurang dikenal, bahkan oleh warga lokal," keluh Yusuf.

Tugu Perabuan Jepang misalnya, masih dikunjungi keturunan warga Jepang yang ingin mengenang leluhur mereka. Namun, informasi tentang tugu ini sangat terbatas.

"Dokumen Belanda dan Sekutu hanya mencatat nama-nama, tapi cerita lisan dari warga lokal sudah memudar," ujar Yusuf.

Yusuf menambahkan dengan dokumentasi dan promosi yang baik, dua tugu ini bisa menjadi jembatan sejarah yang memperkaya identitas Tarakan.

"Berbeda dengan bunker-bunker Jepang yang banyak hancur, tugu ini masih utuh dan punya potensi besar sebagai destinasi wisata sejarah," harapnya.

Tugu Perabuan Jepang di Tarakan.Pelang Tugu Perabuan Jepang di Tarakan/ Foto: Oktavian Balang/detikKalimantan

Cerita Warga soal Tugu Perabuan

Aditya (36), warga RT 23, Kelurahan Pamusian yang tinggal tak jauh dari Tugu Perabuan Jepang, berbagi kenangan soal masa kecilnya.

"Dulu, tugu ini jadi tempat saya dan teman-teman bermain," ujarnya.

Ia juga mengisahkan banyak turis Jepang yang mengunjungi tugu tersebut. Biasanya setahun sekali dalam rombongan yang didampingi Dinas Pariwisata.

"Mereka sering memberikan uang kepada anak-anak yang kebetulan bermain di area tugu," kenang Aditya.

Menurut Aditya, rombongan turis Jepang yang terdiri dari berbagai usia, datang untuk berdoa dan memperingati leluhur mereka. Namun dalam dua tahun terakhir, kunjungan rombongan turis Jepang berhenti, sementara turis perorangan sesekali masih ada.

"Area tugu mirip seperti kuburan China, ada buah dan bunga yang mereka bawa," tutupnya.




(sun/des)
Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads