Dalam kehidupan masyarakat Indonesia, terutama di Kalimantan, makan bersama bukan sekadar rutinitas mengisi perut. Agenda makan bersama juga bisa menjadi sarana mempererat hubungan sosial.
Tak cuma ke antar warga atau rekanan, tapi juga aktivitas makan bersama ini dapat menyatukan beragam lapisan masyarakat tanpa melihat kelas sosialnya. Ialah Beseprah, suatu tradisi makan bersama yang dikenal masyarakat Kutai Kartanegara (Kukar), Kalimantan Timur (Kaltim).
Beseprah merupakan tradisi yang ada di Tanah Kutai, dengan makna untuk menjalin keakraban dan kebersamaan bagi masyarakat di Kabupaten tertua di Timur Borneo. Momen beseprah juga menjadi wadah berkumpul antara pemimpin dan rakyat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tak terbatas status sosial ataupun usia, baik yang tua atau muda dan kaya atau sederhana, semua berkumpul dalam suasana hangat penuh keakraban. Di balik sajian kuliner khas Kutai yang menggoda, tersimpan makna luhur tentang pentingnya membangun kedekatan dan saling mendengar.
Mengenal Beseprah
Dirangkum dari laman Prokopim Kutai Kartanegara dan literatur lainnya, kata beseprah berasal dari bahasa Kutai yang berarti makan bersama, dan dilakukan dengan cara duduk bersila di atas tikar, berdampingan dengan siapa pun tanpa melihat latar belakang status sosial. Tradisi makan bersama di pagi hari ini menjadi simbol silaturahmi dan kesetaraan sosial yang diwariskan secara turun-temurun.
Dalam laman Prokopim Kab Kukar juga disebut Putera Mahkota Kesultanan Kutai Kartanagar Ing Martadipura, Aji Pangeran Prabu Anoem Surya Adiningrat mengatakan bahwa beseprah dilakukan dengan duduk bersila, makan dengan tangan kanan, secara bersama dan berhadap-hadapan. Cara makan seperti ini sejak dulu dilakukan dalam sebuah keluarga atau bersama rakyat di kampong Kutai.
Beseprah erat kaitannya dengan Upacara Erau. Beseprah menjadi sebuah tradisi makan bersama yang termasuk dalam rangkaian kegiatan festival adat Erau di Kabupaten Kutai Kartanegara.
Biasanya berbagai macam makanan khas Kutai disajikan di atas kain atau terpal sepanjang kurang lebih satu kilometer. Dalam agenda tersebut kemudian bakal dihadiri oleh segala lapisan masyarakat, mulai dari warga, pejabat daerah, Bupati, sampai keturunan Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura.
Walau tidak ada catatan pasti mengenai kapan tradisi ini bermula, beseprah telah lama menjadi bagian tak terpisahkan dari rangkaian Upacara Erau yang telah diwariskan sejak abad ke-12 Masehi. Lebih tepatnya pada masa penobatan Aji Batara Agung Dewa Sakti sebagai sultan pertama Kutai Kartanegara Ing Martadipura.
Tradisi beseprah dahulu menjadi sarana bagi sultan untuk menjalin hubungan langsung dengan rakyat. Dalam semangat pelayanan kepada masyarakat, sultan menggelar acara makan bersama sebagai wujud perhatian dan penghargaan terhadap rakyatnya. Lebih dari sekadar makan, momen ini dimaknai sebagai ruang berbagi cerita, keluh kesah, dan menjalin kedekatan antara penguasa dan rakyat.
Bukan hanya mempertahankan budaya kuliner, tetapi beseprah juga merekatkan nilai-nilai kekeluargaan dalam masyarakat. Melalui tradisi makan bersama ini, semangat gotong royong, kebersamaan, dan rasa saling peduli terus terjaga, seolah menjadi pengingat bahwa kebahagiaan sejati sering kali tumbuh dari hal-hal sederhana, seperti makan bersama di pagi hari.
![]() |
Hidangan Beseprah
Beseprah dikenal dengan makna acara makan bersama yang dilaksanakan setiap Erau. Beseprah biasanya dilakukan di pagi hari, sehingga persiapan beseprah pun harus dimulai sejak subuh, bahkan sebelumnya.
Para hadirin duduk secara berkelompok mengelilingi hidangan yang telah disediakan. Di masa lalu, beseprah diselenggarakan Sultan yang berkuasa sebagai jamuan persembahan untuk rakyatnya.
Kini, siapa yang menyiapkan hidangan tergantung pada skala acara. Dalam acara kecil, persiapan bisa dilakukan oleh keluarga dan tetangga, namun pada skala besar seperti saat Erau, partisipasi masyarakat luas biasanya dibutuhkan.
Hidangan yang disajikan sangat beragam, mulai dari nasi kebuli, nasi kuning, nasi putih, gence ruan, semur, bubur, ubi goreng, hingga jajanan khas Kutai. Adapun macam jajanannya seperti aneka buah, serabai, putu labu, roti gembong, untuk-untuk, basong, bebongkok, tumpi, nasi pundut dan masih banyak lagi yang lainnya.
Makanan ini ditata rapi di atas daun pisang atau seperah, yakni kain putih yang dihamparkan sebagai alas. Sementara itu, alat makan juga disediakan agar tamu bisa langsung menikmati sajian. Kurang lebih beseprah dimulai pada 07.30 WITA.
Sebelum makan dimulai, musik tradisional dimainkan untuk menghibur tamu yang mulai berdatangan dan mengisi tempat duduk yang telah disediakan. Acara ini dimulai dengan doa bersama, lalu Sultan atau pejabat setempat memukul gong (bisa juga menggunakan kentungan) sebagai tanda dimulainya beseprah.
Makanan kemudian dinikmati sembari berbincang hangat, tanpa sekat sosial, memperkuat nilai persaudaraan. Biasanya, acara berlangsung selama satu setengah hingga dua jam.
Jamuan tersebut menjadi simbolisasi harapan dan doa yang dipanjatkan oleh Sultan, agar dapat menjadi pemimpin yang selalu mengayomi masyarakat. Acara itupun sebagai lambang keinginan pejabat daerah untuk membaur dan merasakan yang dirasakan oleh rakyatnya.
(aau/bai)