Mengenal Dayak, Suku Terbesar di Kalimantan

Mengenal Dayak, Suku Terbesar di Kalimantan

Anindyadevi Aurellia - detikKalimantan
Selasa, 13 Mei 2025 07:00 WIB
Seni Tato Suku Dayak Iban
Salah satu Suku Dayak. Foto: Asti Azhari/detikTravel
Samarinda -

Kekayaan Kalimantan tidak hanya terletak pada alamnya, tetapi juga pada budayanya. Salah satu kelompok etnis yang mendominasi wilayah ini adalah Suku Dayak.

Dikenal sebagai suku asli Kalimantan, Dayak memiliki sejarah panjang, budaya unik, dan tradisi yang masih lestari hingga kini. Kini, suku Dayak tersebar di seluruh Kalimantan, namun mayoritas bermukim di pedalaman.

Asal Muasal Suku Dayak yang Terbesar di Kalimantan

Linggua Sanjaya Usop dalam bukunya yang berjudul Tahinting Pali: Perjuangan Masyarakat Adat Dalam Mempertahan Hak Atas Tanah menyebut istilah Dayak bagi orang Dayak Ngaju yang artinya kata sifat sebagai suatu kekuatan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam bahasa Sangen, Dayak berarti bakena yang artinya gagah bagi laki-laki dan cantik bagi perempuan. Namun ada juga yang menyebut, Dayak berasal dari kata 'Daya' yang artinya hulu, untuk menyebutkan masyarakat yang tinggal di pedalaman atau perhuluan.

Heriyanti O Untoro dalam penelitiannya pada Buletin Kudungga vol.3, mengutip tulisan Mantan Gubernur Kalteng, Tjilik Riwut bahwa suku Dayak merupakan kelompok asli terbesar dan tertua yang mendiami pulau Kalimantan. Masyarakat Dayak umumnya bermukim di daerah aliran sungai yang berada di dalam hutan.

Konon, nenek moyang orang Dayak berasal dari Yunan di Tiongkok Selatan. Suku Dayak memiliki asal-usul keturunan dari imigran yang berasal dari Provinsi Yunnan di China Selatan, tepatnya di Sungai Yang Tse Kiang, Sungai Mekong, dan Sungai Menan.

Pada mulanya, kelompok ini melakukan migrasi ke wilayah Semenanjung Malaysia sebelum akhirnya melanjutkan perjalanan ke bagian utara Pulau Kalimantan. Penyebutan nama 'Dayak' dimulai dari penjajah Belanda saat melakukan ekspansi ke wilayah Kalimantan atau Borneo.

Dalam catatan sejarah, suku Dayak pernah membentuk kerajaan sendiri, meskipun pada akhirnya kekuasaan mereka berhasil ditaklukkan oleh kerajaan Majapahit. Seiring runtuhnya kerajaan tersebut, banyak anggota suku Dayak mulai memeluk agama-agama seperti Islam dan Kristen. Perubahan ini turut mendorong mereka meninggalkan sebagian tradisi leluhur dan mulai berbaur dengan kelompok etnis lain seperti suku Melayu dan Banjar.

Suku bangsa Dayak terdiri dari enam rumpun yang kemudian terbagi menjadi beberapa subsuku, diperkirakan paling sedikit ada 405 subetnis Dayak di Kalimantan. Meski begitu, mereka tetap identik dengan persamaan unsur budayanya yakni rumah panjang, persamaan linguistik, adat istiadat, dan lainnya.

Sampai saat ini penduduk terbanyak di Kalimantan terdiri dari suku Dayak, suku Banjar, dan suku Melayu. Sementara, Rizka Bella dkk dalam penelitiannya dalam Jurnal Kewarganegaraan menyebut Suku Dayak Ngaju menjadi sub etnis dayak terbesar di Kalimantan tengah yang persebarannya cukup luas.

Suku Dayak Ngaju utamanya terkonsentrasi di daerah Kota Palangka Raya, Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Kapuas dan di kabupaten lainnya di seluruh wilayah Kalimantan Tengah dapat ditemui Suku Dayak Ngaju.

Agama dan Tradisi di Suku Dayak

Ada beberapa tradisi unik yang masih dilakukan secara turun temurun oleh masyarakat Dayak. Berikut fakta-fakta tentang kepercayaan dan tradisi warganya, dirangkum dari beberapa literatur dan laman resmi Kemenparekraf.

1. Agama Kaharingan

Suku bangsa Dayak dipengaruhi pikiran religio magis, dengan kepercayaan Kaharingan. Agama ini mempercayai bahwa segala benda dan makhluk hidup memiliki roh. Mereka juga percaya bahwa ada roh baik dan roh jahat.

Kaharingan diambil dari kata Haring yang artinya kehidupan ada dengan sendirinya. Hanya ada satu Tuhan, yakni Ranying Hatala Langit yang menciptakan segala isi alam semesta.

Kaharingan menjadi kepercayaan asli bangsa Dayak. Namun karena berbagai faktor, sebagian warga suku Dayak juga ada yang mulai memeluk agama-agama seperti Islam dan Kristen.

2. Tato dan Tindik Telinga

Drs Sardiman dalam buku Sejarah 1 SMA Kelas X menyebut bahwa di Dayak, tato menjadi tradisi masyarakat setempat karena memiliki makna, tanda, dan simbol. Derajat seseorang misalnya kepala suku, bisa dilihat dari tato di tubuhnya.

Selain itu, ada juga tradisi tindik di daun telinga sejak abad ke-17. Biasanya, hanya pemimpin suku yang mengenakan tindik di kuping. Pada wanita, mereka menggunakan anting-anting pemberat untuk memperbesar cuping daun telinga.

Menurut kepercayaan warga Dayak, semakin besar pelebaran lubang daun telinga, semakin cantik dan tinggi status sosialnya di masyarakat. Namun sebagai catatan, tak semua suku Dayak menganut tradisi tato dan tindik tersebut.

3. Tiwah, Upacara Pemakaman Khas Dayak Ngaju

Tiwah merupakan sebuah upacara pemakaman khas yang dijalankan oleh masyarakat Dayak Ngaju di Kalimantan Tengah. Uniknya, pelaksanaannya yang dilakukan bertahun-tahun setelah jenazah dimakamkan, ketika tubuh hanya menyisakan tulang belulang.

Bagi suku Dayak Ngaju, Tiwah memiliki makna spiritual penting sebagai upacara pengantaran roh leluhur menuju tempat asal mereka, yakni Lewu Tatau, untuk bersatu dengan Ranying, dewa tertinggi dalam kepercayaan mereka. Biasanya, rangkaian upacara Tiwah berlangsung antara tiga hari hingga satu bulan, tergantung pada kemampuan dan kesiapan keluarga.

Ritual dimulai dengan pembangunan Sandung Rahung, sebuah tempat khusus untuk menyimpan tulang. Seekor kerbau disiapkan dan diikat di dekat bangunan tersebut sebagai bagian dari persembahan. Sebagai penutup, dilangsungkan prosesi pengorbanan kerbau dengan cara ditombak, yang dipercaya akan mengiringi perjalanan roh menuju alam Lewu Tatau.

4. Menempatkan Jasad di Kulambu

Masyarakat suku Dayak Taman yang mendiami wilayah Kalimantan Barat, memiliki cara lain untuk memberi penghormatan kepada orang-orang yang telah meninggal dunia. Salah satunya tidak menguburkan jasad di dalam tanah, melainkan tetap menempatkannya di sekitar keluarga, dalam posisi yang seolah tetap 'hadir'.

Salah satu bentuk pemakaman tradisional ini adalah dengan menempatkan jenazah di Rumah Mayat Kulambu, sebuah gubuk dari kayu yang digunakan khusus sebagai tempat penyimpanan peti mati. Dalam catatan detikTravel, tradisi ini dijalankan oleh suku Dayak Taman yang tinggal di Desa Ariung Mendalam, Kecamatan Putussibau Utara, Kabupaten Kapuas Hulu.

Jenazah diletakkan di dalam peti, lalu disimpan dalam Kulambu. Tradisi ini mirip dengan praktik pemakaman masyarakat Toraja. Upacara adat ini sudah dilakukan sejak tahun 1906 dan dikhususkan hanya bagi anggota suku Dayak Taman, keluarga inti, serta keturunannya.

Setiap jenazah disimpan dalam peti kayu, dan bentuk peti disesuaikan dengan jenis kelamin yakni peti laki-laki berukuran lebih besar, sedangkan peti perempuan lebih kecil dan ramping. Bila jenazah perempuan masih muda, rambutnya dibiarkan tergerai keluar dari peti sebagai bagian dari aturan adat.

Diyakini bahwa jika rambut dimasukkan ke dalam peti, arwah perempuan tersebut tidak akan tenang dan bisa kembali untuk 'menjemput' orang yang dicintainya ke alam arwah.

Sebelum ditempatkan di Kulambu, jenazah terlebih dahulu dibalsem agar lebih awet. Bersama jenazah, dimasukkan pula barang-barang kesayangannya semasa hidup seperti radio, peralatan berkebun, atau pakaian yang bahkan disimpan dalam koper atau tas.

Pemakaman di Rumah Mayat Kulambu tidak bisa dilakukan sembarangan. Harus didahului oleh upacara adat yang disebut Gawai Mulambu, yaitu sebuah perayaan besar yang berlangsung beberapa hari. Dalam ritual ini, keluarga menyuguhkan makanan untuk tamu dan masyarakat yang datang, sebagai bentuk penghormatan terakhir.

Jenazah biasanya diantarkan menggunakan perahu dan disambut dengan suara meriam serta musik tradisional. Semua orang hadir untuk memberikan penghormatan, dan pesta adat pun digelar lengkap dengan penyembelihan babi sebagai hidangan utama.

Nah, itulah tadi penjelasan tentang Suku Dayak, suku terbesar di Kalimantan. Semoga menambah pengetahuanmu, ya!




(des/des)
Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads