Uniknya Mandau Senjata Tradisional dari Kalimantan

Uniknya Mandau Senjata Tradisional dari Kalimantan

Anindyadevi Aurellia - detikKalimantan
Kamis, 22 Mei 2025 23:03 WIB
Mandau senjata tradisional suku Dayak di Kalimantan.
Foto: Istimewa
Balikpapan -

Bagi masyarakat Dayak Bidayuh, Mandau bukanlah sekadar senjata tajam. Lebih dari itu, Mandau merupakan simbol budaya yang sarat nilai dan fungsi. Senjata tradisional ini memiliki dua peran utama, yakni sebagai alat untuk keperluan adat dan juga untuk kegiatan bertani.

Manda atau dikenal juga sebagai Mando, berasal dari Kalimantan dan telah digunakan sejak abad ke-17 hingga ke-18. Awalnya, senjata ini difungsikan sebagai alat tempur untuk menghadapi musuh.

Keistimewaan Mandau terletak pada ukiran khas di bilahnya, menjadikannya bukan hanya alat pertahanan, tetapi juga karya seni bernilai tinggi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sejarah Mandau

Mengutip dari laman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Mandau dulunya digunakan dalam perang, pengayauan, serta sebagai pelengkap dalam tari-tarian adat. Mandau dikenal sebagai senjata yang ampuh untuk memenggal kepala musuh, mencerminkan fungsinya yang dahulu sangat strategis dalam pertahanan.

Pada masa lalu, Mandau selalu dibawa oleh laki-laki Dayak saat bepergian. Fungsi praktisnya sangat terasa di perjalanan, baik untuk menebas semak belukar maupun sebagai pelindung diri dari binatang buas. Mandau menjadi alat pertahanan yang siap digunakan saat bertemu bahaya, dan menjadi simbol kebanggaan saat menghadiri acara adat sebagai bagian dari busana resmi.

Hingga kini, mandau memiliki berbagai fungsi penting dalam kehidupan masyarakat Dayak. Fungsi utamanya adalah sebagai alat kerja, terutama di ladang. Senjata tradisional ini digunakan untuk menebas rumput, memotong kayu, hingga membantu dalam pembangunan rumah, pembuatan perahu, dan perlengkapan rumah tangga lainnya.

Jenis Mandau

Mandau terbagi menjadi dua, yakni Mandau adat dan Mandau ladang. Simak berikut penjelasannya dikutip dari buku Peralatan Hiburan dan Kesenian Tradisional Daerah Kalimantan Timur oleh Suwardi dan Hasjim Achmat.

1. Mandau Adat

Mandau adat memiliki nilai kesakralan yang masih dijaga hingga kini. Masyarakat Dayak Bidayuh meyakini bahwa Mandau jenis ini tidak boleh sembarangan dikeluarkan, apalagi digunakan.

Mandau adat hanya ditampilkan dalam momen-momen sakral seperti upacara Gawai, sebuah ritual syukur pasca-panen yang biasanya dilakukan setahun sekali dan menjadi daya tarik wisata budaya. Mandau adat digunakan untuk peperangan, yang bahkan dibuat secara khusus dengan syarat dan waktu tertentu.

Mandau jenis ini tidak digunakan sembarangan, hanya pada momen penting seperti upacara adat atau sebagai bagian dari busana kebesaran. Di kalangan suku Bulungan, Mandau ini dikenal dengan istilah mendau pakaian. Inspirasi dari fungsi tempurnya juga melahirkan nilai seni, di mana Mandau digunakan sebagai properti dalam tarian tradisional seperti kancet pepatai dari suku Kenyah, dan ngareng dari suku Dayak Berusu.

Dalam tradisi lokal, Mandau adat diyakini memiliki 'panas', yaitu haus darah. Oleh karena itu sebelum digunakan dalam upacara Gawai, senjata ini biasanya dimandikan dalam ritual khusus yang melibatkan persembahan berupa darah hewan seperti ayam atau babi.

2. Mandau Ladang

Berbeda dengan Mandau adat, Mandau ladang lebih bersifat fungsional. Ia digunakan untuk membantu masyarakat Dayak dalam kegiatan sehari-hari seperti bertani atau membuka hutan. Mandau ladang tidak seketat Mandau adat dalam hal penggunaan, dan bisa digunakan kapan saja.

Mandau terdiri dari tiga bagian utama: ulu atau balung (pegangan), kumpang (sarung), dan bilah. Walaupun tampak serupa, tiap Mandau memiliki lekukan bilah dan ornamen berbeda yang menunjukkan identitas sub-suku pemiliknya. Dalam kepercayaan lokal, Mandau harus dirawat dengan baik karena dipercaya memiliki kekuatan spiritual untuk melindungi pemiliknya.

Cara Pembuatan dan Penggunaan Mandau

Meski tak lepas dari unsur mistis, Mandau tetaplah warisan leluhur yang digunakan untuk menopang kehidupan masyarakat. Disadur dari buku Etnografi Dayak Punan oleh Pulus Ngalu dan Zakeus Daeng Lio, proses pembuatannya mirip dengan pembuatan parang, menggunakan besi yang dipanaskan lalu ditempa hingga terbentuk.

Bilah Mandau dibuat dari lempengan besi yang ditempa hingga pipih memanjang menyerupai parang dengan ujung runcing. Satu sisinya diasah tajam, sementara sisi lainnya dibiarkan lebih tebal dan tumpul.

Suku Dayak Punan memanfaatkan berbagai jenis logam seperti besi montallat, matikei, hingga baja dari per mobil, cakram kendaraan, atau bilah gergaji mesin. Konon, Mandau terbaik dibuat dari batu gunung yang dilebur menjadi logam tajam dan kuat, lalu dihiasi dengan emas, perak, atau tembaga. Jenis Mandau ini dibuat oleh pengrajin tertentu dengan keahlian khusus.

Dalam pembuatan Mandau, lempeng besi dipanaskan terlebih dahulu agar mudah dibentuk. Besi yang dipanaskan ini kemudian ditempa berulang-ulang hingga membentuk bilah Mandau. Setelah terbentuk, bilah diberi hiasan berupa lekukan, gerigi, dan lubang-lubang kecil.

Pada masa lampau, jumlah lubang di bilah Mandau dipercaya mencerminkan banyaknya korban yang pernah ditebas oleh Mandau tersebut. Proses pengukiran dilakukan dengan teknik yang sama seperti penempaan bilah, yakni memanaskan dan menempa logam hingga terbentuk motif yang diinginkan. Setelah itu, bilah dihaluskan dengan gerinda.

Gagang atau ulu Mandau umumnya terbuat dari tanduk rusa yang diukir menyerupai kepala burung. Motif-motif ukiran seperti kepala naga, paruh burung, pilin, dan kait menjadi ciri khas.

Tak hanya memperindah, ciri khas itu juga menunjukkan asal-usul pembuatnya, suku pembawanya, serta status sosial pemiliknya. Beberapa Mandau dihiasi dengan bulu binatang atau rambut manusia pada ujung gagangnya.

Sarung Mandau dibuat dari lempeng kayu tipis, bagian atasnya diperkuat dengan tulang berbentuk gelang, sedangkan bagian tengah dan bawahnya dililit anyaman rotan. Sebagai pemanis, sarung biasanya dihias dengan bulu burung, manik-manik, jimat, hingga pernik khas lainnya.

Mandau juga dilengkapi dengan pisau kecil yang bersarung kulit, diletakkan di sisi sarung utama dan diikat bersama sabuk rotan yang melilit pinggang.

Sementara itu, penggunaan Mandau pun memiliki aturan tersendiri. Saat hendak digunakan, tangan kiri memegang sarung dari bawah, sementara tangan kanan mencabut bilahnya. Ketika digunakan untuk memotong, tangan diayunkan langsung ke sasaran.

Dalam pertunjukan tari, Mandau dimainkan dengan gerakan yang lentur dan penuh irama. Gerakan memutar, ayunan halus, dan langkah kaki yang menyatu dengan musik menciptakan nuansa mengintai yang lembut namun kuat, mencerminkan cara perang suku Dayak tempo dulu yang dikenal sebagai ngayau. Ialah serangan dilakukan diam-diam dan tepat sasaran, khususnya ke leher lawan.

Tarian Mandau biasanya dibawakan oleh pria, dengan gerakan bervariasi mulai dari berdiri, berjalan jinjit, jongkok, hingga meloncat sambil mengeluarkan pekikan nyaring yang bertujuan menggertak dan menggetarkan lawan. Pegangan Mandau dalam tarian bersifat fleksibel, memungkinkan senjata ini digerakkan ke berbagai arah dengan mudah.

Keunikan Senjata Tradisional Kalimantan

Ada beberapa keunikan pada senjata Mandau. Pun di Pulau Kalimantan, senjata tradisional tak cuma Mandau tapi juga ada senjata lainnya. Berikut keunikan senjata tradisional Kalimantan dirangkum dari laman resmi Kemendikbud dan Kota Palangkaraya:

1. Ukiran Mandau Punya Arti

Ukiran di gagangnya menjadi penanda status sosial karena semakin rumit ukirannya, semakin tinggi kedudukan pemiliknya. Gagang Mandau biasanya dibuat dari tanduk rusa atau tulang, menambah unsur estetika sekaligus spiritual.

Sarung Mandau juga istimewa, terbuat dari kayu pelaek yang dianggap sakral oleh para dukun. Kayu ini dibelah dan diukur agar pas dengan bilah Mandau, kemudian diikat dan dicat merah serta hitam. Proses pembuatannya memakan waktu sekitar tiga hari.

2. Warga Mengenal Mandau Terbang

Selain Mandau biasa, suku Dayak juga mengenal Mandau Terbang, yakni senjata tradisional yang digunakan oleh orang-orang tertentu yang menguasai ilmu kanuragan. Mandau jenis ini telah diwariskan turun-temurun dan dipercaya memiliki kekuatan luar biasa.

Dalam arsip detikcom saat berbincang dengan G. Simon Devung, tokoh adat Dayak Bahau, Mandau Terbang bukan berarti senjata yang benar-benar terbang, melainkan senjata yang digunakan oleh seseorang yang tidak terlihat oleh musuhnya. Ada dua tingkatan dalam ilmu Mandau Terbang. Tingkatan pertama adalah kemampuan manusia yang bisa menghilang saat menggunakan Mandau, sedangkan yang kedua melibatkan bantuan makhluk gaib seperti jin.

Jin tersebut dipercaya sebagai 'sahabat' dari pemilik Mandau dan akan membawa senjata itu untuk menyerang musuh. Guna mencapai kemampuan ini, diperlukan ritual dan laku tapa yang khusus. Dalam kondisi tertentu, ilmu ini bisa diwariskan oleh leluhur.

Mandau Terbang tidak digunakan sembarangan. Senjata ini hanya boleh dipakai dalam kondisi darurat dan tidak ditujukan untuk pamer kekuatan atau membunuh tanpa alasan. Ritual pemeliharaan Mandau Terbang masih dilakukan hingga kini, biasanya dengan mengoleskan darah hewan seperti ayam atau kerbau pada bilahnya.

3. Senjata Tradisional Lainnya di Kalimantan

Selain Mandau, masyarakat Kalimantan juga memiliki beberapa senjata tradisional lainnya seperti Dohong, senjata berbentuk tombak khas Dayak Ngaju, Kalimantan Barat. Dohong lebih sering digunakan untuk prosesi seperti memotong tali pusar atau menyembelih hewan.

Lalu ada Keris Bujak Beliung, senjata dari Kalimantan Selatan dengan panjang sekitar 30 cm dan ukiran khas di ujung bawahnya yang mengandung filosofi budaya.

Ada juga Lunduk Sumpit dari Kalimantan Tengah yang terbuat dari kayu ulin dan digunakan untuk melepaskan damak atau anak sumpit. Senjata ini efektif untuk serangan jarak jauh secara diam-diam. Alat tiup tradisional ini digunakan untuk berburu atau bertempur dan mampu menembak sejauh 200 meter.

Selain itu ada Parang (Ambang), senjata multifungsi yang digunakan masyarakat Melayu Kalimantan, Jawa, dan Sumatra untuk bertani atau sebagai alat pertahanan diri. Terakhir ada Lonjo dari Kalimantan Utara, sebuah tombak yang terbuat dari besi dan diberi tangkai dari bambu atau kayu keras, diikat dengan rotan. Lonjo digunakan oleh masyarakat Dayak sebagai senjata dan alat berburu.

Nah, itulah tadi penjelasan tentang Mandau, senjata daerah dari Kalimantan. Sekarang kamu sudah paham kan? Semoga menambah pengetahuanmu, ya!




(des/des)
Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads