Analogi dari Ketua PHRI Kaltara: Rakyat Pemegang Saham, Pemerintah Direksi

Analogi dari Ketua PHRI Kaltara: Rakyat Pemegang Saham, Pemerintah Direksi

Oktavian Balang - detikKalimantan
Selasa, 16 Sep 2025 12:02 WIB
Ilustrasi kenaikan pajak
Ilustrasi pajak/Foto: Shutterstock
Tarakan -

Kebijakan pemerintah yang menanggung Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 bagi karyawan hotel, restoran, dan kafe (Horeka) hingga akhir 2025 disambut baik Ketua BPD PHRI Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara).

Diketahui, kebijakan perluasan PPh 21 DTP, yang dijelaskan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, bertujuan untuk mendorong sektor Horeka dan menjaga daya beli masyarakat. Insentif berlaku bagi karyawan dengan penghasilan bruto bulanan maksimal Rp 10 juta.

Namun dalam pernyataannya, Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kaltara, Kie Pie menyuarakan kekecewaannya terkait banyak hal. Menurutnya, banyak kebijakan yang tidak pro-rakyat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kita apresiasi kebijakan pemerintah untuk pajak pegawai hotel, restoran ditanggung pemerintah. Yang kita kecewakan adalah selama pemerintahan baru dalam kurang dari 10 bulan, blunder demi blunder dipertontonkan ke rakyat. PPN naik dari 11% ke 12% lalu turun ke 11%, gas 3 kg tidak boleh dijual di retail, PPATK memblokir rekening dormant jutaan rakyat, tanah 2 tahun tidak digarap kembali ke pemerintah, PBB naik di sebagian daerah, penarikan royalti lagu, penulisan ulang sejarah 1998 bahwa tidak ada pemerkosaan, memberikan bintang kehormatan atas nama bangsa dan negara kepada orang yang tidak layak," ujar Kie kepada detikKalimantan, Selasa (16/9/2025).

"Pemerintah selama ini sering buat kebijakan yang tidak pro-rakyat. Mereka berlomba-lomba memenangkan liga korupsi. Defisit negara ditutup dengan cara membuat pajak baru, meningkatkan tarif pajak, dan utang baru," tambahnya.

Kie juga menyoroti soal Sumber Daya Alam (SDA) Indonesia yang melimpah. Namun menurutnya, itu hanya dinikmati segelintir dan pejabat. Ia menyebut jika dikelola dengan benar sesuai amanat konstitusi, kekayaan alam tersebut seharusnya mampu menyejahterakan seluruh rakyat.

"Dengan SDA yang melimpah, seharusnya masyarakat bisa makmur sejahtera, faktanya hanya segelintir saja," terangnya.

Untuk memperjelas pandangannya, Kie menggunakan sebuah analogi. Menurutnya, hubungan antara pemerintah dan rakyat seperti direksi dan pemegang saham dalam sebuah perusahaan.

"Pemerintah harus ingat, ibarat sebuah perusahaan, rakyat adalah pemegang sahamnya. Pemerintah hanyalah jajaran direksi yang dipilih dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), yang bisa dianalogikan sebagai Pemilu," jelasnya.

Kie menegaskan sama seperti direktur yang harus membuat kebijakan untuk memajukan perusahaan, pemerintah juga harus membuat kebijakan yang pro-rakyat. Jika tidak, rakyat sebagai pemegang saham berhak mengadakan RUPS untuk mengganti direksi tersebut.

Kie berharap pemerintah bisa berbenah dan berhenti menggembosi perusahaan tempatnya bekerja, demi mewujudkan masyarakat yang adil dan sejahtera. "Semoga pemerintah bisa berbenah menciptakan masyarakat adil sejahtera," terangnya.

Sebelumnya dikutip detikFinance, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan perluasan pajak yang ditanggung pemerintah merupakan salah satu paket stimulus ekonomi yang akan diberikan di semester II-2025.

"Perluasan pajak yang ditanggung oleh pemerintah yang sekarang sudah berjalan industri padat karya untuk didorong juga ke perluasan sektor lain. (Sektornya) Horeka," ujar Airlangga dalam Konferensi Pers di Jakarta, Jumat (12/9/2025).




(sun/des)
Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads